Efektifkah Cara Angkutan Daring Mendukung Pembatasan Sosial ?

0
318

Belakangan ini perusahaan penyedia jasa angkutan daring seperti Gojek dan Grab memberlakukan layanan baru, berupa contactless delivery atau pengiriman tanpa kontak fisik secara langsung. Kedua perusahaan decacorn ini berharap cara ini dapat mendukung gerakan pembatasan sosial atau social distancing yang sedang dilancarkan masyarakat seluruh dunia. Hal tersebut dilakukan dalam upaya melindungi mitranya dari penyebaran pandemi Covid-19 atau virus korona.

Pembatasan sosial menjadi langkah yang diambil sebagai upaya menekan cepatnya penyebaran Covid-19. Langkah itu pertama kali disosialisasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). WHO mengimbau masyarakat di seluruh dunia terutama negara yang terjangkit virus korona agar membatasi kegiatan sosial tatap muka dan menjaga jarak setidaknya satu meter dengan manusia lainnya.

Dalam rangka mewujudkan langkah pembatasan sosial, Presiden Joko Widodo juga melaungkan istilah “work from home” atau bekerja dari rumah. Pemerintah mengimbau kepada masyarakat untuk memansukhkan sementara pertemuan tatap muka di sekolah, universitas, tempat kerja dan area publik lainnya. Tak hanya itu, kegiatan operasional angkutan umum juga dinabiri.

Kebijakan ini mendapat respon baik dari masyarakat. Mayoritas masyarakat maklum ini semua dilancarkan dalam upaya pencegahan meluasnya penularan virus tersebut. Adanya pembatasan operasional angkutan umum tak membuat banyak orang serta-merta beralih menggunakan angkutan daring. Nyatanya, permintaan jasa angkutan daring justru menurun sejak maraknya virus korona.

Hal itu dikeluhkan oleh salah satu rekan saya, Yusran Fadhillah (20), mahasiswa Universitas Pakuan yang bekerja paruh waktu untuk perusahaan jasa angkutan daring. Ia bercerita bahwa sejak virus korona tersebar di Indonesia, permintaan jasa ojeknya menurun sehingga membuatnya tidak ‘narik’ untuk sementara waktu. “Orderan Go-Ride menurun karena mungkin kebanyakan orang sekarang lebih memilih stay di rumah aja,” ujarnya mengenai keadaan yang sedang dia alami.

Usut punya usut, masyarakat yang masih beraktivitas di luar rumah lebih memilih naik angkutan umum dibanding angkutan daring. Selain karena sudah terbiasa menumpangi angkutan umum, angkutan daring mempunyai banyak kekurangan. Di antaranya terkait ongkos yang lebih mahal dan kurang efisien.

Saya mendengar cerita dari teman saya yang lain. Dia mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Shafa Yosvi (18), yang merupakan penumpang harian kereta rel listrik (KRL) dari Bogor ke Depok. Ia mengeluhkan soal pembatasan penumpang KRL karena adanya pandemi ini. Namun, ia tetap tidak bisa beralih menggunakan angkutan daring karena beberapa alasan.

“Pakai gojek enggak memungkinkan karena jaraknya jauh, banyak lewat titik-titik macet yang pasti bakal makan banyak waktu. Naik kereta hanya 40 menit, waktunya pun terjadwal, jadi menurutku lebih efektif” kata dia menjelaskan tentang keputusannya memilih naik angkutan umum.

Seiring maraknya penyebaran virus korona di hampir seluruh wilayah Indonesia, kesadaran masyarakat akan bahaya virus ini semakin tinggi. Mayoritas masyarakat benar-benar menerapkan work from home, melakukan segala aktivitas di rumah dan menghindari kegiatan sosial tatap muka langsung.

Hampir semua kegiatan yang biasa dilakukan dengan pertemuan langsung, kini dialihkan menjadi kegiatan daring. Menteri Komukasi dan Informatika Jhonny G. Plate juga mendorong masyarakat melakukan kegiatan dari rumah dan mengutamakan pemanfaatan layanan dari platform digital yang ada.

Hisyam Azmi (19), mahasiswa Institut Teknologi Nasional adalah salah satu dari sekian banyak orang yang memanfaatkan layanan daring dari rumah. Ia menggunakan jasa milik salah satu perusahaan angkutan daring Gojek yakni Gofood, fitur yang memfasilitasi penggunanya agar dapat membeli makanan tanpa harus keluar rumah.

Ia menyatakan bahwa jasa pesan antar makanan tersebut membantu dirinya dalam mewujudkan gerakan social distancing. Hal ini dianggapnya dapat mengurangi risiko ia tertular virus korona.

Jarang diterapkan

Jika melihat lebih jauh soal penularan virus yang kini paling diwaspadai masyarakat, pengemudi pengantar pada jasa angkutan daring memiliki risiko besar tertular virus itu karena masih bekerja di luar rumah dan bertemu banyak orang termasuk pelanggannya. Menyadari resiko besar yang diterima para pengemudi, perusahaan angkutan daring seperti Gojek dan Grab meluncurkan layanan baru yakni pengiriman tanpa kontak fisik secara langsung (contactless delivery).

Satu minggu sejak layanan contactless delivery diberlakukan sampai dengan tulisan ini ditulis pada 27 Maret 2020, layanan tersebut ternyata masih jarang diterapkan. Hasil survei kecil-kecilan saya kepada beberapa teman yang sering menggunakan jasa pesan antar makanan dari Gojek dan Grab, mayoritas dari mereka tidak tahu kedua perusahaan tersebut memiliki layanan semacam itu.

Keterangan sama datang dari Yusran Fadhillah, pengemudi ojek daring yang sering mendapat permintaan mengantar makanan. “Walaupun sudah ada layanan contactless delivery, saya belum pernah diminta antar makanan sampai pagar doang, masih banyak juga yang bayar cash jadi harus tatap muka,” jelasnya.

 

Alfida Rizky Febrianna, mahasiswa Program Studi Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran