Hembusan nafas berat, termangu menunggu jemari yang hanya bergerak lambat
Berlari kecil sang pena, kala si pujangga tak tahu harus menulis apa
Payah, jika si kertas putih bisa berteriak dengan tawanya ia akan terdengar lantang
Tersedu-sedu mendapati pemuda malang yang sedang merindu
Mengapa sesulit itu hanya menulis patahan kata tentang rindu?
Kala pikirannya berkelana kemana-mana, namun rindunya tetap berlabuh pada tempat yang sama
Dia indah, si gadis pencuri hati yang sangat sulit dimiliki
Puluhan kata puji tak jua serasi dengan tawanya yang merdu sekali
Tersenyum si pujangga, namun tak jua menulis kata yang ada dalam pikirnya
Mengapa sesulit itu hanya merangkai kalimat tentang ingin bertemu?
Atau karena dirinya yang bukan siapa-siapa, kala desiran angin saja lebih berguna
Rentetan kata yang mulai bertaut pilu itu hilang di telan tinta hitam untuk yang ke sekian kalinya
Kalimat indahnya hilang, bersama kertas usang yang ia buang sembarang
Mungkin kali ini ia memang benar-benar harus mengalah, karena ia takut hatinya akan kembali patah
Mungkin kata pecundang harus ia dekap erat-erat, karena bersamanya bukanlah harap yang mampu ia dapat
Venus Marcellus