Si Pecundang Payah

0
188

Hembusan nafas berat, termangu menunggu jemari yang hanya bergerak lambat

Berlari kecil sang pena, kala si pujangga tak tahu harus menulis apa

Payah, jika si kertas putih bisa berteriak dengan tawanya ia akan terdengar lantang

Tersedu-sedu mendapati pemuda malang yang sedang merindu

Mengapa sesulit itu hanya menulis patahan kata tentang rindu?

Kala pikirannya berkelana kemana-mana, namun rindunya tetap berlabuh pada tempat yang sama

Dia indah, si gadis pencuri hati yang sangat sulit dimiliki

Puluhan kata puji tak jua serasi dengan tawanya yang merdu sekali

Tersenyum si pujangga, namun tak jua menulis kata yang ada dalam pikirnya

Mengapa sesulit itu hanya merangkai kalimat tentang ingin bertemu?

Atau karena dirinya yang bukan siapa-siapa, kala desiran angin saja lebih berguna

Rentetan kata yang mulai bertaut pilu itu hilang di telan tinta hitam untuk yang ke sekian kalinya

Kalimat indahnya hilang, bersama kertas usang yang ia buang sembarang

Mungkin kali ini ia memang benar-benar harus mengalah, karena ia takut hatinya akan kembali patah

Mungkin kata pecundang harus ia dekap erat-erat, karena bersamanya bukanlah harap yang mampu ia dapat

Venus Marcellus