Pejaten Shelter, itulah sebutan tempat penampungan anjing liar dan buangan. Dr. Susana Somali, dokter patologi klinik, adalah pendiri penampungan hewan tersebut. Penampungan hewan yang didirikan di petak tanah di Pejaten, Jakarta Selatan itu cukup luas untuk menampung berbagai jenis hewan seperti monyet dan kambing, meski paling banyak dihuni oleh anjing.
“Sebenarnya shelter ini tidak suatu rencana, tidak suatu cita-cita,” kata Susana pada Senin (13/1/2020) lalu. Awalnya ia hanya ingin menolong hewan saja, dan penampungannya dimulai dengan kandang kecil. Kini, luas areanya mencapai 5.000 meter persegi.
Pejaten Shelter mulai berdiri pada 30 Agustus 2009, hingga sekarang terdapat 1000 lebih anjing disana. Susana merawat sendiri anjing-anjing itu dan kini penampungan ini sudah berbentuk yayasan. Banyak hewan yang ditampung yang kondisinya tidak prima, tapi diharapkan akan ada seeorang yang bersedia mengadopsi.
Pada awalnya tempat itu direncanakan hanya merupakan penampungan sementara. Namun, orang-orang yang tahu kegiatan sosial Susana dan staf berbondong-bondong menyerahkan peliharaan yang sudah tidak diinginkannya dengan aneka alasan.
Mereka yakin di tangan Susana peliharaan mereka akan hidup lebih baik. Tidak jarang Susana menemukan kardus berisi anak anjing atau kucing ditinggalkan di depan gerbang penampungan, tetapi ia merasa lebih baik begitu daripada hewan-hewan tersebut dibuang di jalanan. Ia beralasan hewan yang dibuang di jalan memiliki resiko kematian tinggi, mulai dari tertabrak kendaraan yang melintas hingga praktik konsumsi daging anjing.
Di awal berdiri, penampungan hewan tersebut lebih bersifat sementara. “Kami rawat di sini, yang populer sekarang dengan nama foster. Jadi titip sementara, kalau sudah sehat kami carikan rumah,” jelas Susana. Pada awalnya, kegiatan masih mudah dilakukan karena jumlah hewan belum banyak sehingga masih bisa ditangani dengan mudah.
Setelah kegiatan berjalan selama satu tahun, jumlah hewan bertambah banyak sehinga sulit ditangani. Biaya menjadi salah satu kendala bagi penampungan hewan tersebut.
Kini, Susana tidak banyak berharap akan ada orang yang mengadopsi karena sulitnya mencari pengasuh yang sesuai, terutama karena luas lahan yang mereka miliki tidak cukup bagi hewan yang diadopsi. Syarat mengadopsi hewan antara lain, memiliki lahan cukup untuk pergerakan hewan itu.
Belum lagi, sangat banyak orang yang meninggalkan hewan piaraan di penampungan. Kini, Pejaten Shelter lebih banyak bergerak sebagai rumah bagi hewan-hewan yang tak diinginkan itu.
Perawatan yang dilakukan Susana mulai dari memandikan, memberi makan anjing, memberi ruangan untuk mereka serta memberi vaksinasi dan perawatan kesehatan lain agar anjing selalu sehat. Meski demikian, menjaga kesehatan semua hewan di penampungan juga merupakan tantangan tersendiri karena jumlah mereka sangat banyak.
Pekerja di penampungan mau tak mau harus jeli melihat tanda-tanda penyakit. Jika ada hewan yang akan dimasukkan ke dalam penampungan, harus diberi vaksin lebih dulu untuk mengurangi risiko penyakit.
“Mereka pasti akan tetap sakit, tapi setidaknya enggak mati. Jangan sampai sudah rescue, dia masuk sini terus mati,” kata Susana.
Kendala bagi Susana adalah kesediaan tenaga pekerja yang merawat hewan yang bisa dibilang kurang untuk mengatasi lebih dari 1.000 ekor anjing di sana. Lingkungan sekitar juga tidak mendukung.
Suara yang dihasilkan dari hewan yang ditampung menjadi alasan mereka untuk protes ke pihak penampungan hewan. Pada akhirnya, Susana membangun penampungan lagi lokasi lain, misalnya di Bandung di area yang lebih tertutup untuk membantu menampung hewan dan mengurangi risiko mengganggu lingkungan sekitar. Ada pula shelter khusus kucing di Parung.
“Ada pendidikan paramedik, tapi target akhirnya bukan ke shelter. Dia kan di peternakan,” kata Susana tentang kekurangan sumber daya manusia yang bisa membantu. Untuk menjaga kesehatan hewan, pihak Pejaten Shelter juga menjalin kerja sama dengan beberapa klinik hewan untuk melakukan operasi dan perawatan terhadap hewan dalam penampungan.
Selain itu Susana sadar pihaknya juga perlu memerhatikan bila ada kasus yang membutuhkan penanganan khusus. Selain itu, risiko penyakit juga makin tinggi di musim hujan. Belum lagi, jika ada genangan air di sekitar penampungan yang membuat resiko hipotermia pada hewan meninggi.
“Pada saat banjir di awal Januari 2020 kemarin kami juga menampung setidaknya ada 40 anjing korban banjir dititipkan disini,” ujar Susan. Pejaten Shelter bekerja sama dengan berbagai pihak yang bergerak untuk menyelamatkan hewan peliharaan saat banjir, menyediakan tempat bagi hewan-hewan yang diselamatkan untuk tinggal di penampungan tersebut.
Godeliva Lingga, mahasiswa Jurusan Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Fakultas Universitas Multimedia Nusantara Tangerang dan Yoshi Bagas Raharjo, mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Hukum dan Komunikasi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang
Comments are closed.