Jeratan “Toxic Relationship” yang Merugikan Diri Sendiri

0
1332

Hubungan yang sehat adalah hubungan yang selalu memberi dukungan satu sama lain, saling membahagiakan serta memberikan rasa aman dan nyaman. Akan tetapi, apakah kalian pernah terpikir berada di dalam suatu siatuasi di mana sebuah hubungan tidak berjalan dengan baik? Yang lebih parah, kita merasa selalu tertekan dan merasa tidak aman dalam hubungan tersebut. Hal itu dinamakan toxic relationship.

Kita sebagai kawula muda pasti akan membutuhkan pasangan dalam hidup yang membuat kita selalu merasa aman dan juga nyaman ketika berada di sampingnya. Tentu saja dalam menjalin suatu hubungan, para kawula muda ingin mempunyai hubungan yang baik terhadap pasangan. Banyak orang mengatakan bahwa hubungan yang sehat adalah hubungan yang saling menyayangi dan saling mengerti satu sama lain. Namun pada kenyataannya tidak semua hubungan yang dimiliki dan dijalani oleh seseorang adalah hubungan yang sehat bukan?

Tidak sedikit kawula muda yang berada di dalam zona atau situasi darurat seperti itu, tetapi mereka memilih diam karena beberapa dari mereka takut untuk bercerita. Mereka juga takut untuk keluar dari zona yang memang tidak semudah itu juga untuk lepas dari rasa trauma. Ada beberapa pertanda ketika kamu sudah mulai merasakan berada dalam hubungan toxic relationship. Ini dia tanda-tandanya.

Tanda itu antara lain seperti, hubunganmu dipenuhi dengan drama. Ia hanya ingin kamu selalu menuruti keinginannya sehingga kamu sulit mendapat kebebasan dalam beraktifitas dan mengeluarkan ekspresi. Misalnya saat kamu ingin pergi hangout bersama teman-temanmu, tetapi pasanganmu tidak membolehkan karena alasan yang tidak jelas. Dia hanya mengulur-ulur saja.

Hal lebih parah adalah ketika ia sudah berani mengancam dan melakukan tindakan fisik terhadapmu

Tanda lain, dia tidak mau menjadi pihak yang disalahkan dan selalu keukeuh untuk berbohong. Ketika sudah jelas jelas bersalah, dia tidak mau mengakuinya. Dia akan punya 1001 cara untuk membohongimu lagi dengan memberi alasan yang kamu sendiri sudah menyadari dan tahu bahwa alasan yang diberikan sangat tidak masuk akal dan tidak benar.

Hal lebih parah adalah ketika ia sudah berani mengancam dan melakukan tindakan fisik terhadapmu. Saat hubunganmu sedang diterjang masalah seperti ada perbedaan pendapat, bukan sama-sama cari solusi untuk mendapatkan jalan keluar yang baik. Eh dia malah menjadikanmu sasaran empuk untuk meluapkan emosi yang ia simpan hingga terjadilah kekerasan. Bisa saja sampai ia mengancam dan kamu hanya bisa diam,  menahan diri untuk menjaga emosinya.

Tidak sadar

Orang-orang yang berada di dalam toxic relationship biasanya tidak sadar kalau mereka sedang ada di posisi yang berbahaya. Tetapi, tidak sedikit juga yang mengetahui bahwa hubungan yang sedang mereka jalani termasuk hubungan yang tidak sehat.

Yang aneh, mereka itu biasanya  malah memilih untuk bertahan, karena di antara kalian percaya kalau pasanganmu bisa berubah menjadi lebih baik. Dan ditambah proses panjang yang sudah kalian lewati bersama.

Kondisi seperti itu pernah dialami oleh pasangan penyanyi ternama di Amerika Serikat. Si pihak cewek merasakan toxic relationship dengan pasangannya. Hubungan keduanya diwarnai ketidakjujuran yang berujung ke tindak kekerasan berupa membenturkan kepala, tamparan bahkan ancaman si cowok kepada pasangannya.

Mempunyai hubungan yang baik dan sehat dengan pasangan adalah keinginan setiap orang. Setiap orang bisa saja mengatakan cinta kepada pasangannya, tetapi itu hanya di mulut saja. Untuk bisa menjalin hubungan yang sehat dan juga positif, awalilah itu semua dengan kejujuran dan rasa percaya terhadap pasangan.

Apakah toxic relationship sangat wajar untuk dilakukan? Jawabannya tentu saja tidak. Hal ini pun bisa merusak mental hingga akhirnya bisa merugikan diri sendiri. Mencintai seseorang yang paling sering menyakiti kita baik secara verbal maupun non-verbal yang membuat kita hanya bisa memendam rasa sakit sendirian, tentu bukan hal yang wajar. Karena kalian semua berhak untuk mencintai dan juga dicintai satu sama lain dengan bahagia.

Saarah Putri Dewanti, mahasiswa jurusan Marketing Communication, Fakultas Ekonomi dan Komunikasi, Binus University Jakarta.