Afta B-Ionic Menepis Diskriminasi Terhadap Penyandang Disabilitas

48
220

Semangat tiga mahasiswa Universitas Indonesia, Arifin Julian (22), Aulia Ulfah (23), dan  M.Yusuf Abdurrahman (23) untuk memperjuangkan kesetaraan kaum disabilitas kian membara. Keprihatinan mereka terhadap harga alat untuk membantu kaum difabel berkegiatan seperti tangan prostetik robotik yang mahal, membawa mereka pada sebuah solusi. Ketiga tersebut berhasil menciptakan Afta B-Ionic, produk tangan dan kaki prostetik robotik dengan harga terjangkau.

Produk buatan Arifin, Ulfah, dan Yusuf dapat meminimalisir biaya yang dikeluarkan untuk memasang alat bantu prostetik. Tangan atau kaki prostetik biasanya membutuhkan proses operasi untuk dapat dipasangkan ke tubuh calon pengguna. Namun, Afra B-Ionic menganut sistem lepas pasang sehingga berbiaya lebih murah. Hal ini membuat proses yang biasanya memakan biaya ratusan juta bisa diminimalisir menjadi sekitar Rp 50 juta.

“Biasanya biaya tangan prostetik saja sudah mahal, ditambah biaya operasi. Bisa ratusan juta. Nah, kami kepikiran yang menengah ke bawah enggak akan bisa jangkau. Makanya kami buat Afta B-Ionic yang harganya sekitar 50 juta,” ucap Ulfah ketika dijumpai pada Kamis (24/10/2019) di Jakarta.

Tak hanya soal harga, Arifin dan kawan-kawan melahirkan tangan dan kaki prostetik robotik dengan teknologi electroencephalography (EEG) yang dapat dikendalikan dengan gelombang otak. Dengan inovasi kontrol EEG, Afta B-Ionic mampu mengubah saraf impuls otak menjadi perintah gerak sehingga tangan prostetik dapat bergerak secara lebih fungsional sesuai keinginan penggunanya.

Penemuan ini berawal dari keinginan mengikuti kompetisi Launch Forth tahun 2017, Arifin dan Yusuf lalu mulai menjalankan riset mereka soal robotik. Isu disabilitas merupakan topik dasar di kompetisi itu. Faktor tersebut mengantarkan mereka mendalami lebih jauh isu disabilitas di Indonesia. Ketidaksengajaan tersebut berujung pada kesadaran mereka akan dua hal yakni diskriminasi terhadap penyandang disabilitas serta industri alat kesehatan Indonesia yang masih didominasi buatan asing.

Ulfah Aulia saat sedang menjadi pembicara di acara launching Young Changemaker Social Enterprise (YCSE) Academy 2.0 pada Kamis (24/20/2019), Jakarta. (Foto: Dokumentasi YCSEA)

Dua hal itulah yang memotivasi Arifin dan Yusuf menggarap proyek mereka secara serius. Mereka aktif mencari pendanaan dan pembinaan dari berbagai kompetisi. Salah satunya Young Changemakers Social Enterprise Academy  pada Januari 2019. Untuk membantu  menjalankan proyek itu secara lebih profesional, kedua mahasiswa jurusan Teknik Mesin Universitas Indonesia ini mengajak Aulia Ulfah, mahasiswi jurusan Manajemen Islam Universitas Indonesia, untuk bergabung.

Keseriusan itu berbuah baik. Mereka berhasil meraih juara satu di program Young Changemakers Social Enterprise Academy 1.0 yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat dan Campaign.com. Afta B-Ionic juga mendapatkan beberapa penghargaan lainnya seperti Bussiness and Inovation Center (BIC) serta medali perak di ajang International Science and Innovation Fair (ISIF) 2019.

Dengan aktif mencari dukungan finansial dan wawasan, Afta B-Ionic akan siap merilis produk mereka kepada publik di awal Desember mendatang. Perilisan ini menandakan inovasi tangan palsu robotik buatan mahasiswa tersebut tidak hanya keluar-masuk pameran atau acara penghargaan, tetapi mampu bersaing secara profesional di industri alat kesehatan Indonesia. “Kami memang punya goals besar di alat-alat kesehatan. Biar anak dalam negeri saja yang produksi dan mendominasi industri ini,” ujar Ulfah.

Setelah menemukan inovasi tangan prostetik robotik, perjalanan Arifin dan kawan-kawan tidak berhenti sampai di situ. Mereka sedang mengembangkan kaki prostetik robotik dan berencana merilis inovasi itu pada Desember mendatang. Riset pasar yang mereka lakukan menunjukkan bahwa permintaan kaki prostetik jauh lebih banyak dibandingkan tangan prostetik. Selain itu, sebagian produk kaki prostetik cukup berat sehingga tidak nyaman dipakai.

“Kaki kadang-kadang gampang berubah ukuran. Itu yang membuat kaki prostetik jadi mudah enggak nyaman. Produk yang kami kembangkan nanti dari bahan plastik dan ada service maintenance,” jelas Ulfah.

Komitmen Tinggi
Menurut Ulfah, status sebagai mahasiswa tidak menghalangi mereka berkegiatan menjadi seorang sociopreneur. Komitmen tinggi dan pengaturan waktu yang efisien jadi kunci ketiganya tetap mampu menjaga keseimbangan dunia perkuliahan dan karier.

“Kami dari awal komitmen setiap minggu minimal sekali bertemu dan harus ada kemajuan,” katanya. Setiap Senin, mereka menjadwalkan bertemu untuk berdiskusi soal inovasi bisnis mereka.

Momen diskusi ini mereka manfaatkan secara efisien dengan mengatur konsentrasi kepada satu hal saja. Prinsip fokus pada satu hal di satu waktu tersebut juga berlaku kala mereka melakukan aktivitas lainnya. “Kalau kita ketemu, semisal dua jam, ya konsentrasi ke Afta B-Ionic. Begitu juga dengan kuliah, kuliah ya kuliah jangan mikirin bisnis,” lanjut Ulfah.

Komitmen yang tinggi juga dibutuhkan saat proses membangun gagasan. Ketika melakukan riset Afta B-Ionic, ketiga muda-mudi itu harus bolak-balik berkonsultasi dengan dokter, ahli, hingga staf rumah sakit untuk mampu menemukan solusi yang tepat atas permasalahan yang dihadapi penyandang disabilitas.

“Kami nanya-nanya terus ke salah satu mentor sekaligus seorang dokter di RS UI di Depok, ke beberapa rumah sakit juga. Intinya untuk tahu produk yang ramah penyandang disabilitas kayak apa,” cerita perempuan yang bertanggungjawab atas Social Enterprise Development Afta B-Ionic tersebut.

Tantangan terbesar bagi Ulfah dan kawan-kawan saat ini adalah memasarkan produk mereka agar diketahui oleh para pebisnis di industri alat kesehatan serta perusahaan atau insititusi yang hendak melakukan corporate social responsibility (CSR). Sejatinya, mereka memang menargetkan produk ini ke perusahaan atau institusi yang hendak melakukan CSR sehingga mampu menjalankan prinsip sociopreneut itu sendiri.

Di satu sisi, para penyandang disabilitas tidak perlu mengeluarkan biaya. Di sisi lain, dana CSR perusahaan dimanfaatkan secara tepat dengan produk yang nyaman bagi teman-teman berkebutuhan khusus.

Produk mereka yang dijual dengan harga terjangkau ini diharapkan mampu jadi produk unggulan sehingga mampu membantu para penyandang disabilitas dalam berkegiatan sehari-hari. Harga yang murah membuat Afta B-Ionic tak kalah bersaing dengan berbagai produk tangan dan kaki prostetik robotik lainnya di Indonesia. “Alhamdulilah, di tahun 2020 sudah ada deal dengan beberapa perusahaan,” pungkas Ulfah.

Suasana proses coaching dan konsultasi terkait produk kaki prostetik Afta B-Ionic (Foto: Dokumentasi pribadi Aulia Ulfah)

Diana Valencia, mahasiswa jurusan Jurnalistik, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Multimedia Nusantara, sedang magang di Harian Kompas.