Mahasiswa UM Ubah Kotoran Sapi Jadi Media Budidaya Cacing Obat

0
2827

Mahasiswa KKN Universitas Negeri Malang wilayah Desa Pandesari yang berjumlah 19 orang, Rabu (12/6/2019) mulai menjalankan program kerja pemanfaatan limbah kotoran sapi untuk budidaya cacing obat di Desa Pandesari, Kecamatan Pujon, kabupaten Malang.

Jumlah warga Desa Pandesari 10.214 jiwa. Mayoritas warga Pandesari dan Pujon pada umumnya, mencari nafkah dengan cara berkebun, beternak sapi, dan yang paling utama adalah penghasil susu segar. Sekitar 70 persen warga desa adalah peternak sapi dan sebagian dari mereka, setiap keluarga memiliki dua sampai empat ekor sapi yang bisa diperah susunya. Maksimal sapi perah yang mereka miliki 10 ekor.

Tetapi di lain sisi, Wahyu dari Fakultas Teknik Sipil UNM yang menjadi penanggung jawab progam kerja ini menyatakan,  limbah dari peternak sapi masih belum dimanfaatkan oleh warga secara maksimal. “Kita bisa memanfaatkannya,” kata Wahyu.

Melihat kondisi itu mahasiswa KKN Universitas Negeri Malang membuat program kerja yang bisa dijadikan alternatif oleh warga untuk memanfaatkan limbah kotoran sapi. Limbah tersebut oleh mahasiswa diubah menjadi media untuk beternak cacing obat.

Selain untuk mengurangi limbah dari kotoran sapi, program kerja ini juga bisa dijadikan bisnis oleh warga karena cacing obat sudah mulai banyak dilirik karena berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit tiphus, diare, dan lain-lain. Harga bibit cacing per satu kilogram, Rp 25.000, sedangkan harga jual cacing Rp 30.000/kg.

Pengolahan cacing menjadi obat dilakukan dengan cara membersihkan terlebih dahulu kotoran dalam tubuh cacing. Binatang itu lalu direbus dan diminum airnya, bisa juga diserbukkan lalu dijadikan kapsul.

Langkah awal pelaksanaan program dilakukan dengan cara membuat media habitat cacing dengan menggunakan baglog (media tumbuhnya jamur) yang sudah bekas atau sudah tidak ditumbuhi jamur lagi.

Baglog jamur bekas. Foto: Dokumentasi pribadi

Setelah itu baglog dikeluarkan dari plastiknya dan dihancurkan sampai menjadi serbuk, lalu dimasukkan dan diratakan di kotak berukuran 2 meter  x 2,5 meter berkedalaman 10 sentimeter.

Cacing yang sudah ada di dalam lubang disiram air sampai agak berlumpur untuk menjaga kelembaban habitat cacing.

Penyiraman media cacing untuk menjaga kelembaban. Foto: Dokumentasi pribadi

Setelah semua langkah diatas dijalankan, bibit cacing bisa ditebar dengan merata. Satu kotak berukuran 2 m x 2,5 m bisa menampung lima kilogram cacing dan akan berkembang biak dua kali lipat setiap bulannya. Masa panen budidaya cacing adalah empat bulan.

Jadi misalnya kita menabur bibit cacing lima kilogram, maka bulan depan akan menjadi dua kali lipatnya, 10 kg. Jika habitat buatan kelembabannya sudah cocok, maka bibit cacing akan masuk dengan sendirinya ke dalam baglog yang sudah lembab dan sedikit berlumpur.

Penebaran bibit cacing. Foto: Dokumentasi pribadi

Lalu cara perawatanya adalah dengan memberi makan bahan organik yaitu kotoran sapi setiap dua hari sekali. Oleh karena sapi memakan rumput, sisa-sisa tanaman organik masih ada di kotorannya. Perbandingan pencampurannya adalah empat kaleng kotoran sapi dan tiga kaleng air lalu diaduk dan ditabur di atas habitat buatannya.

Perawatannya, selain memberi makan kotoran sapi, kami juga harus menyiram air sekali sehari sebanyak 10 ember untuk menjaga kelembaban baglog. Ini perlu dilakukan, karena cacing sangat bergantung pada habitat yang lembab.

Pemberian makanan berupa kotoran sapi. Foto: Dokumentasi pribadi

Pada tahap awal kemarin, program ini masih dijalankan dan di ujicobakan ke beberapa warga saja.  Tahap selanjutnya Mahasiswa KKN Universitas Negeri Malang akan menyosialisasikan program kerja ini agar lebih dikenal. Pertimbangannya, program itu selain memanfaatkan limbah kotoran sapi, tentu saja sekalian bisa meraup untung dari penjualan cacing obat ini.

Dayu Putra Buana, mahasiswa Jurusan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Malang