Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi yang dapat berupa pesan, ide, maupun gagasan dari komunikator (penyampai pesan) kepada komunikan (penerima pesan). Umumnya komunikasi dilakukan secara lisan atau tatap muka yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Sebagai zoon politicon, manusia selalu hidup berkelompok dan tak bisa hidup sendiri sehingga komunikasi diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam komunikasi, dibutuhkan media atau perantara yang digunakan oleh komunikator untuk menyampaikan pesan. Salah satu media yang sering digunakan adalah gawai. Didalam gawai yang mempunyai internet, kita dapat mengunduh berbagai aplikasi untuk berkomunikasi seperti Line, Facebook dan Whatsapp.
Sosial media tersebut menyediakan fitur untuk berkirim pesan (chatting) dan juga terdapat fitur seperti free call dan video call. Dengan adanya teknologi canggih seperti ini, bisa mendekatkan yang jauh dapat dengan mudah berikirim kabar dengan keluarga atau kerabat jauh.
Menurut survei yang dilakukan oleh Pew Research Center, Pertumbuhan pengguna gawai khususnya telepon pintar di Indonesia lumayan tinggi. Untuk pemakai muda (18-34 tahun) kepemilikan telepon pintar atau gawai meningkat dari 39 persen menjadi 66 persen dari 2015-2018. Sedangkan untuk pengguna yang berusia di atas 50 tahun, juga naik dari dua persen pada 2015 menjadi 13 persen pada 2018.
Kemudian menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika, pada tahun 2018 sebanyak 100 juta orang merupakan pengguna aktif telepon pintar. Artinya 40 persen penduduk Indonesia memiliki gawai. Namun dengan segala manfaat yang diberikan, pasti ada dampak negatif yang dirasakan baik kita menyadarinya atau tidak. Apa aja sih dampak negatif tersebut?
Apatis
Orang-orang tidak lagi memerdulikan sekitarnya. Mereka akan cuek dengan orang lain karena terlalu fokus dengan gawai mereka. Jika ada suatu kejadian seperti contoh kecelakaan, mereka hanya akan merekam kejadian tersebut alih-alih membantunya terlebih dahulu.
Merusak hubungan
Ketika berkumpul bersama keluarga atau teman, orang-orang saat ini cenderung asyik bermain gawai mereka dan tidak lagi mengobrol seperti dahulu karena ter distract perhatiannya oleh gawai miliknya. Padahal mereka berkumpul untuk bertegur sapa. Namun, sekarang kebersamaan sudah tidak lagi terasa. Hingga akhir-akhir ini diadakan challenge “tumpuk ditengah” agar mereka bisa mengobrol tanpa gangguan. Dengan adanya ini dapat merusak hubungan yang sebelumnya terjalin dengan baik.
Anti sosial
Dengan segala sosial media yang saat ini sedang booming, orang-orang merasa mempunyai teman tetapi teman tersebut merupakan teman yang ada di dunia maya. Mereka menjadi “ansos” dan mereka merasa tidak perlu untuk memerdulikan kehidupan nyata mereka.
Tidak ada lagi interaksi sosial yang terjalin karena mereka merasa dunianya ada dalam telepon pintar mereka. Akibatnya sudah tak lagi terjalin komunikasi tatap muka dan orang-orang menjadi individualis.
Kecanduan
Rata-rata orang Indonesia menghabiskan waktu lebih dari delapan jam sehari untuk berselancar di internet untuk bermain dengan sosial media. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena bisa dikatakan bahwa mereka telah kecanduan dan tak bisa lepas dari telepon pintar mereka. Hal ini juga bisa berdampak buruk bagi kesehetan mereka terutama kesehatan mata karena mata menjadi lelah tetapi tidak diistirahatkan
Komunikasi itu sangat penting, terutama komunikasi tatap muka karena menurut penelitian yang dilakukan oleh Albert Mahrabian menyatakan bahwa tingkat kepercayaan dari pembicaraan orang hanya tujuh persen berasal dari verbal, 38 persen dari vokal suara, dan 55 persen dari ekspresi muka. Jadi utamakan komunikasi secara langsung daripada komunikasi menggunakan telepon pintaragar tidak terjadi kesalahpahaman antara komunikator dan komunikan.
Dengan adanya dampak negatif dari penggunaan gawai pintar yang berlebihan bukan berarti kita harus menutup diri dari dunia luar. Tetapi dengan adanya hal ini kita dapat mengintropeksi diri kita agar kita tidak terjerumus dalam hal-hal yang membuat diri kita sendiri dan orang lain rugi.
Mulailah berbenah diri dengan cara bijak menggunakan telepon pintarmu. Jangan sampai kita “terkoyak-koyak oleh gawai!!”
Alida Devi Padmasari, mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN Angkatan 2018