Oda Sekar Ayu dan Senja Kopi Galau Produktif

0
1491

Perayaan ulang tahun Kompas Muda ke-12 tidak hanya membagi keseruan kepada mereka yang datang, namun juga tambahan pengetahuan. Pengetahuan yang diberikan kali ini seputar dunia penulisan.

Walaupun hari ulang tahunnya jatuh pada 12 Januari lalu, acara yang digelar pada Sabtu (26/1/2019) kemarin tidak absen dari antusiasme. Dengan bertajuk ‘Balik Rumah’, Lantai 3 Gedung Kompas Gramedia, Palmerah Selatan menjadi tempat persinggahan kembali para Magangers Batch I hingga X bersama dengan tim Redaksi dan Marcomm Kompas Muda.

Kali ini, penulis novel Oda Sekar Ayu berkesempatan untuk mengisi sesi pelatihan. Penulis yang akrab  Sekar ini sudah merilis dua novel fiksi dan satu buku self-improvement hasil kolaborasinya dengan dua penulis lain, Dream Big Make an Impact (2017).

Nama Sekar mulai melambung ketika novel perdananya, Petjah (2017), terbit. Dengan genre teen romance, Sekar menyalurkan perasaan dan pengalamannya selama duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) dalam bentuk kata-kata yang akhirnya dibukukan. Selain Petjah, karya Sekar yang lainnya adalah Alfa & Omega (2018). Buku ini ditulis kala dirinya tengah magang di sebuah perusahaan sebagai auditor. Perasaan dan pengalaman kembali menjadi bahan cerita dalam buku tersebut.

Perpaduan kelihaian merajut kata dan jalan cerita yang dekat dengan pembacanya menjadi resep Sekar untuk menulis sebuah cerita fiksi yang digemari. Namun, berangkat jauh dari itu, Sekar juga membangun relevansi dengan pembacanya lewat sisipan-sisipan apa yang ia alami secara nyata di dunianya, apa dampak yang dibawa pengalaman tersebut, dan ditransformasi ke dalam tulisan untuk dinikmati orang lain.

Salah seorang peserta mengajukan pertanyaan di loka karya yang diisi oleh Oda Sekar Ayu pada perayaan HUT Kompas Muda Ke 12 Tahun hari Sabtu (26/1/2018) di Gedung Kompas Gramedia, Palmerah Selatan, Jakarta. Foto: Kompas Corner UMN / Juan Pratama

Dengan pembawaannya yang santai dan menyenangkan, Sekar menjelaskan proses kreatif ala dirinya sebagai materi pelatihan penulisan kreatif. Ia memulai dengan menyinggung tren ‘senja-kopi-galau’ yang tengah ramai di kalangan masyarakat, khususnya anak muda.

Sebagai penulis yang tulisannya banyak dilandasi perasaan dan pengalaman pribadi, Sekar mengatakan bahwa ‘senja-kopi-galau’ yang dialami bisa diubah menjadi pengalaman melankolis yang produktif jika disampaikan dalam suatu karya.

Langkah yang tentu dilakukan Sekar dan penulis lainnya untuk mengubah ruang nyata penulis ke dalam dimensi tulisan adalah mencari inspirasi. Inspirasi di sini tidak melulu bersumber dari pengalaman dan perasaan penulis. Sekar turut menyebutkan pengalaman dan perasaan, atau curhatan orang lain sebagai inspirasi tulisan yang akan dibuat.

Untuk Sekar, inspirasi yang sudah dipublikasikan dalam bentuk tulisan adalah medium komunikasi dengan sang pembaca untuk turut merasakan bersama perasaan yang tengah dirasakan di suatu tulisan, dan memancing suatu reaksi dari sang pembaca.

“Komunikasi saya dan orang lain melalui tulisan ini sudah berhasil, sudah sampai. Mungkin ketika itu dia mengalami hal yang sama loh dengan saya. Mungkin dengan baca ini dia merasa ada teman juga loh yang merasakan kegalauan yang sama. Sehingga apa yang tadi hanya ada di pikiran saya bisa berdampak loh. Dampaknya ke dia misalnya dia jadi lebih kuat. Saya pun dengan menulis jadi lebih kuat,” jelas Sekar.

Hal penting lainnya dalam dunia penulisan menurut Sekar adalah bertanya. Baginya, menulis adalah proses bertanya dari apa yang dilihat, dirasa, dialami, dan didengar. Menulis juga menjadi wadah untuknya berusaha menjawab pertanyaan yang muncul dari pengalaman hidupnya.

“Karena proses menulis tuh proses bertanya dan menjawab pertanyaan itu. Karena saya kan orangnya selalu observasi, melihat segala macam, mikir, merasa. Kalau itu gak saya tuangkan dalam satu bentuk karya atau apapun hal yang bisa didokumentasikan, mungkin saya gak akan bisa bertahan hidup,” tutur Sekar ketika ditemui usai loka karya.

Oda Sekar Ayu bersama salah seorang partisipan sesi tanya jawab berpose dengan karya Sekar, Alfa & Omega, pada loka karya perayaan HUT Kompas Muda Ke 12 Tahun, Sabtu (26/1/2019) di Gedung Harian Kompas, Palmerah Selatan, Jakarta. Foto: Kompas Corner UMN / Juan Pratama.

Sekar menjelaskan, cara paling ampuh untuk dirinya terus mendatangkan pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah dengan tetap sadar dengan sekelilingnya. Menurutnya, jika kita hanya fokus kepada diri sendiri, pertanyaan yang muncul justru tidak perlu dicari jawabannya karena kita sudah mengetahui.

“Kita enggak akan bisa punya pertanyaan kalu kita gak keep awareness terhadap hal-hal yang terjadi di sekitar kita. Kalau yang kita pikirkan atau kita pedulikan hanya diri kita, kita gak liat ke kanan, kiri, depan, belakang, atas, bawah, ya kita gak akan bisa punya pertanyaan. Pertanyaannya akan selalu terjawab, karena diri sendiri punya jawabannya,” urainya lagi.

Karya baru

Sekar sudah menganggap menulis sebagai bagian dari hidupnya. Kini, ia tengah dalam proses pengerjaan buku keempatnya. Dari penuturan Sekar, buku yang diharapkannya dapat rangkum tahun ini, akan membahas seputar eksistensi diri dan hubungannya dengan alam. Sama seperti buku-buku sebelumnya, Sekar kembali mengambil satu titik dari lini masa kehidupannya sebagai inspirasi.

“Buku yang upcoming ini tuh catatan perjalanan saya merefleksikan hubungan saya dengan alam. Alam dalam arti bukan hanya tumbuhan dan segala macam gitu. Tapi, alam lebih kayak, bisa dibilang eksistensi dengan Tuhan, eksistensi dengan kehidupan. Tapi tetap dengan pertanyaan sederhana yang dijawab juga dengan sederhana lewat pikirannya anak remaja,” terangnya mengenai buku yang sedang ia kerjakan.

Terlepas dari tema yang diangkat cukup berat, Sekar tetap berharap buku ini bisa dibaca dengan nikmat dan berkesan. Ia juga berharap tulisannya kali ini mampu menjadi karya yang longlasting bagi para pembacanya. Sehingga, di usia berapapun pembaca ingin kembali membuka buku tersebut, buku tersebut akan selalu memiliki relevansi dengan pembaca.

“Dan saya mau apa yang saya sampaikan ini menjadi ringan. […] Kelihatannya ringan, tapi nanti kalau dipikir lagi, dia baca (saat) lagi SMA, nanti sepuluh tahun kemudian dia baca, dia baru ngerasa, ‘Oh, ternyata maksudnya manusia tuh gimana sih, gue sebenernya hidup di dimensi yang seperti apa?’ Jadi buku yang longlasting, yang setiap dibaca di setiap kehidupan orang tetap relevan,” pungkas Sekar.

 

PENULIS: Kompas Corner UMN / Meiska Irena Pramudhita

Dokumentasi: Kompas Corner UMN / Juan Pratama