Waktu menunjukan pukul 07.30 pagi, yang membuat saya langsung meninggalkan tempat tidur dan bergegas mandi. Mencoba untuk melakukan segala sesuatu dengan cepat. Mengecek barang yang seharusnya ada di dalam tas abu-abu tersebut. Tidak lupa saya menggunakan topi untuk sedikit melindungi diri dari matahari. Terus menerus melihat sisa waktu yang saya miliki.
Seperti olahraga di pagi hari. Bukan berlari dikejar anjing, tetapi berlari dikejar waktu. Diikuti dengan perasaan takut ditinggal oleh beberapa teman lainnya. Ya, kami telah sepakat untuk bertemu di salah satu tempat penjualan hasil laut. Kali ini tidak untuk berburu hewan laut, melainkan demi masa depan. Apakah Anda pernah ke Pasar Ikan Muara Angke Jakarta Utara ?
Bagi beberapa mahasiswa, bulan ini merupakan waktunya bersantai ria. Bahkan tidak sedikit yang kehabisan akal untuk mencari ide menghabiskan waktu liburan. Tetapi bagi mahasiswa lainnya, mereka masih harus menunggu kebebasan mereka. Contohnya adalah seluruh mahasiswa Universitas Bina Nusantara Jakarta. Mereka harus bersabar menanti liburan mereka dan menghadapi ujian akhir semester sampai akhir Januari ini.
Ujian di Binus tidak hanya tertulis, tetapi ada juga mata kuliah yang mengumpulkan proyek
Seminggu menjelang UAS, seperti biasanya para mahasiswa sudah sibuk untuk menyiapkan diri mereka. Terlihat beberapa kelompok diskusi di luar jam pelajaran. Ada juga yang mulai mengumpulkan catatan teman lainnya untuk memperkaya catatan sendiri.
Ujian di Binus tidak hanya tertulis, tetapi ada juga mata kuliah yang mengumpulkan proyek baik dalam bentuk kertas ataupun compact disc (CD). Khusus untuk mahasiswa yang semester itu mendapatkan mata kuliah intercultural communication, ujian akhir mereka berupa proyek di luar kelas. Kelas saya mendapat proyek untuk mengobservasi wilayah Jakarta Utara. Kelompok saya memutuskan untuk mengobservasi Pasar Ikan Muara Angke.
Pada 11 Januari 2019, kami mengunjungi Pasar Ikan Muara Angke. Sesampainya di daerah tersebut, kami disambut oleh aroma khas dari pasar ikan tersebut. Aroma laut yang bercampur dengan bau amis hewan laut. Udara lembab bersamaan dengan teriknya matahari. Kapal-kapal nelayan juga terlihat dengan jelas.
Sayang sekali, saat kami sampai baru pukul 10.30 pagi. Hanya ada beberapa pedagang hewan laut yang dapat kami temukan sebab biasanya tempat itu lebih ramai pada malam hari. Akhirnya kami pun memutuskan untuk menghampiri salah satu pedagang ikan yang sedang duduk dan mewawancarainya. Hal tersebut dilakukan untuk menambah informasi mengenai Pasar Ikan Muara Angke untuk proyek UAS kami.
Pedagang ikan tersebut bernama pak Uri berasal dari Indramayu. Ia sudah berjualan sejak kelas 4 SD hingga sekarang sudah berumur 61 tahun. Walaupun pada awalnya, pak Uri sempat berjualan sayur tetapi akhirnya ia memutuskan untuk berjualan ikan. Waktu berjualan di Pasar Ikan Muara Angke sangat fleksibel karena tergantung dari pedagangnya masing-masing.
Namun biasanya pada hari Jumat, Sabtu, dan Minggu mereka berjualan non-stop sebab cukup ramai pembeli. Khusus untuk yang di lapak, biasanya mereka buka dari jam 8 pagi hingga subuh esok harinya.
Berbagai daerah
Hewan laut yang tertata rapi di dalam styrofoam berisi es batu ternyata tidak hanya berasal dari Jakarta, tetapi juga ada yang berasal dari berbagai daerah seperti Surabaya, Belitung, dan lainnya. Maka dari itu kita dapat melihat berbagai jenis ikan yang masih segar di pasar tersebut.
Selain berbagai jenis ikan, kita juga dapat menemukan kepiting, udang, dan kerang yang masih berpasir. Menunjukan bahwa hewan hasil laut di sana terjamin kesegarannya. Tidak hanya dijual satuan, tetapi juga dijual ke pasar-pasar yang ada di sekitar daerah Muara Angke. Harga yang dipasarkan juga masih bisa dinegosiasikan antara pedagang dengan pembeli.
Pak Uri sebagai salah satu orang yang sudah lama berdagang di lokasi tersebut menyatakan bahwa teman-teman seusianya sudah banyak yang meninggal sehingga suasana pasar lebih sepi. Dulu, suasana lebih ramai. Sekarang pun banyak pedagang-pedagang baru. Walaupun demikian, pak Uri tetap dihormati dan menjalin hubungan baik dengan pedagang lainnya.
Tidak hanya pak Uri, di sana juga ada ketua kepala kuli yang dihormati yang sedang tidak ada saat itu. Para pedagang berasal dari berbagai daerah tetapi bahasa yang digunakan saat berkomunikasi tetap bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Setelah selesai mewawancarai pak Uri, saya dan teman-teman berterima kasih dan pamit untuk pulang.
Kejadian hari itu merupakan pengalaman baru bagi saya. Sebab tidak setiap hari saya bisa berkunjung ke tempat-tempat umum seperti ini. Mulai dari pertama kali menginjakan kaki di Pasar Ikan Muara Angke, hingga mendapat kesempatan untuk mewawancarai salah satu pedagang ikan di sana. Pada kunjungan tersebut, saya mendapatkan banyak informasi mengenai lokasi tersebut.
Hasil wawancara tersebut akan kami jadikan laporan untuk proyek ujian akhir semester mata kuliah intercultural communication. Semoga persiapan ujian saya kali ini membuahkan hasil yang baik dan mampu mengajak pembaca untuk coba mengunjungi Pasar Ikan Muara Angke tersebut. Saya juga mau menyemangati seluruh mahasiswa yang sedang dan akan menjalani UAS, good luck!
Natassya Anjanette Kevin, mahasiswi Universitas Bina Nusantara Jakarta