Bayu Eko Moektito (24) atau dikenal Bayu Skak mengunggah video yang berjudul Aku Wong Jowo ke Youtube, sepekan yang lalu. Ketenaran Bayu sebagai Youtuber yang setia menggunakan bahasa Jawa memang tidak diragukan lagi.
Dalam video itu, Bayu selama 10 menit menjelaskan tentang bagaimana perjuangannya membuat film berbahasa Jawa, Yowis Ben. Banyak pihak yang mengomentari film ini di media sosial. Bukan hanya tanggapan positif, melainkan banyak juga yang negatif.
”Ora ono maksud berlebihan. Dadi karyaku iki tak gawe supoyo warna budoyo ono nang perfilman. Cekno budaya Jowo iki gak diremehno. (Tidak ada maksud berlebihan. Karyaku ini dibuat supaya ada warna budaya dalam perfilman. Supaya budaya Jawa tidak diremehkan,” kata Bayu yang mengenakan baju bermotif lurik.
Video blog Bayu pertama kali muncul tahun 2011. Dengan latar belakang kamar tidurnya, Bayu dengan dialek jawa timuran menceritakan kisah kesehariannya. Awalnya, Bayu tidak menyisipkan terjemahan bahasa Indonesia, tetapi kemudian dia menambahkannya dalam setiap video yang diunggah.
Saat bertemu Kompas, beberapa waktu lalu, Bayu menceritakan, tahun 2016, dia memberanikan diri menulis naskah cerita film berbahasa Jawa. Dia terinspirasi dengan film Uang Panai dari Makassar, Sulawesi Selatan. ”Awalnya ya tidak PD (percaya diri), tapi saya yakin, film ini bisa berhasil, apalagi orang Jawa kan banyak. Dan, sepertinya, film berbahasa Jawa ini bisa kita coba deh,” ujarnya.
Sebelumnya, ada beberapa film berbahasa daerah lain di Indonesia, misalnya, Si Kabayan Saba Kota (1989) yang sukses secara nasional bukan hanya di Jawa Barat. Dialog film ini sebagian dalam bahasa Sunda. Film lainnya, Uang Panai (2016) yang berbahasa campuran Bugis, Makassar, dan Melayu. Begitu pula dengan film Turah (2016) yang berbahasa Jawa Tegal. Film ini bahkan dikirim menjadi perwakilan Indonesia ke perhelatan Piala Oscar 2018.
Lalu, dimulailah proses film Yowis Ben yang disutradarai Fajar Nugros tersebut. Bulan November 2017, syuting yang mengambil lokasi di Malang, Jawa Timur, dimulai.
Kegigihan anak band
Yowis Ben bercerita tentang pelajar SMA di Malang bernama Bayu. Selain bersekolah, dia juga membantu ibunya yang orangtua tunggal berjualan pecel di sekolah. Gara-gara itulah dia mendapat julukan Pecel Boy.
Seperti anak muda lainnya, dia pun memiliki gebetan. Dia menyukai gadis cantik bernama Susan (Cut Meyriska). Sayangnya, Susan hanya memanfaatkan Bayu untuk membantu menyuplai pecel untuk teman-teman OSIS.
Dalam posisi terpuruk seperti itu, Bayu yang bersahabat dekat dengan Doni (Joshua Suherman) bertekad menjadi populer. Mereka berdua pun menggelar audisi mencari pemain band. Dari ratusan selebaran yang mereka sebar, hanya satu yang berminat mendaftar, Yayan (Tutus Thomson), siswa religius yang jago memukul beduk di masjid. Dia pun menjadi pemain drum.
Anggota band lainnya adalah Nando (Brandon Salim). Setelah berdiskusi panjang, mereka memutuskan memakai nama Yowis Ben. Nama itu tercipta gara- gara mereka berempat tak sepakat soal nama band baru mereka saat hendak menyewa ruang studio untuk latihan musik.
Selain menjadi pemeran utama, dalam film produksi Starvision ini, Bayu juga menjadi penggagas ide dan ko-sutradara. Dia mengungkapkan, lagu-lagu di film itu sudah ada sebelumnya. Sejak dikenal menjadi Youtuber, Bayu sering diundang ke sekolah-sekolah, dia pun membentuk Bayu with the Band. Nah, lagu-lagu yang ada di film itulah karya mereka.
Lagu-lagu tersebut antara lain ”Gak Iso Turu”, ”Konco sing Apik”, ”Mangan Pecel”, dan ”Ojo Bolos Pelajaran”. Lagu terakhir mendapat dukungan penuh dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mengampanyekan tidak bolos sekolah.
Sebanyak 80 persen dialog dalam film ini menggunakan bahasa Jawa. Hal inilah yang menarik perhatian sutradara Fajar Nugros. Menarik, menurut Fajar, karena produser Chand Parwez Servia berasal dari Sunda.
”Saya menyelami karya-karya Bayu di Youtube, ternyata memiliki kekuatan yang orisinal. Bahkan, dia sebut sebagai mas-mas Jawa yang sukses,” kata Fajar.
Sang sutradara pun yakin film ini akan disukai generasi muda. Apalagi, menurut Fajar, temanya universal, tentang anak muda yang membuktikan diri bisa berkarya. Enggak perlu khawatir apabila tidak mengerti bahasa Jawa karena ada terjemahan bahasa Indonesia-nya kok.
Penulis:
Susie Berindra/Kompas
Idatia Setyorini/Kompas
Zulian Fatha/Magang Kompas Muda/Mahasiswa IISIP Jakarta