Berita korupsi di negeri ini kian hari kian sering terungkap. Satu terungkap, susul-menyusul kasus lain ikut terseret. Bak gunung es mencair. Kita disuguhkan berbagai kasus korupsi, mulai dari korupsi kepala daerah, korupsi dana haji, hingga suap menyuap proyek pemerintah. Akal-akalan agen perjalanan haji first travel, dengan tameng dana haji-pun ternyata terbongkar juga kecurangannya.
Berbagai solusi ditawarkan. Aturan pun direvisi sedemikian rupa guna memberi efek jera. Pendidikan karakter mulai gencar masuk kurikulum sekolah. Perang panjang melawan korupsi membutuhkan elan gigih dan masif. Akankah segala daya upaya ini mampu membawa Indonesia yang berani jujur untuk meredam korupsi?
Di negara maju yang ekonomi dan politiknya cukup kondusif, tetap saja ada kasus korupsi. Bedanya, secara kualitas dan kuantitas jauh lebih sedikit apabila dibandingkan dengan Indonesia. Berdasarkan data Transparency International yang mensurvei 176 negara, hasil Corription Perception Index 2016, tiga negara yang terbersih tingkat korupsinya adalah Denrmark, Selandia Baru, dan Finlandia. Sementara itu, tiga negara yang paling bawah skornya adalah Sudan Selatan, Sudan, dan Afganistan. Lantas, pada urutan keberapakah posisi Indonesia?. Indonesia menduduki peringkat 88, meningkat dari sebelumnya 107. Akuntabilitas publik cukup mendongkrak peringkat korupsi Indonesia.
Perbaikan sistem mendorong sektor publik semakin akuntabil. Sistem akan berjalan dengan baik ketika orang-orang di dalamnya dan masyarakatnya sadar akan akuntabilitas tersebut. Aturan sudah dipahami, tetapi susah menjalankan. Ketika aturan hanya sebatas dibuat, maka rantai korupsi terus menjalar pada berbagai ranah. Belum lagi dekadensi nilai kejujuran, koruptor seolah tumbuh subur bak jamur di musim hujan. Maka, akar perilaku korupsi ini sudah semestinya diperbaiki mulai dari ranah paling sederhana. Jargon berani jujur untuk meredam korupsi tidak hanya mengudara dimulut belaka. Jargon ini nyatanya sarat akan makna, dan butuh diterapkan segera.
Ranah keluarga menjadi kunci penting mengajarkan berani jujur dan menanamkan sudut pandang mengenai materi. Saya melihat ada banyak keganjilan pada perilaku orangtua terhadap anaknya di keluarga. Salah satu dari berbagai keganjilan perilaku tersebut, saya kira akan bermuara pada semakin berkembangnya benih korupsi. Sebagai contoh, ada seorang tamu datang ke rumah. Sang ayah meminta anaknya untuk mengatakan ayah sedang tidak ada kepada tamu tadi. Sang ayah enggan untuk menemui tamunya. Otak anak merekam dan terpatri dalam benaknya bahwa tindakan yang baru saja ia lakukan boleh saja dilakukan.
Perilaku ini terus menancap pada diri anak dalam kehidupan di lingkungannya. Tak mengapa berbohong sedikit. Berjalannya waktu, anak-anak secara tidak sadar belajar berbohong dari keluarganya dan menjadi biasa dengan perilaku tersebut. Agama manapun tidak membenarkan perilaku berbohong. Ujung dari perilaku ini adalah kecurangan atau mencuri.
Perilaku ganjil yang lain adalah konsumerisme pada ranah keluarga. Sepatu masih bagus, membeli lagi dengan model lain. Tas masih bisa dipakai, ganti lagi dengan warna yang lain. Ukuran kekayaan diukur dari kepemilikan mobil, sering pelesir ke luar negeri, bahkan saingan barang-barang bermerek. Anak-anak ini akan merekam semua perilaku hedonis tersebut dalam keluarganya. Membeli barang bukan karena membutuhkan dan kebermanfaatan, tetapi lebih pada gaya hidup hedonis.
Ironi, ketika berbohong kecil-kecilan menjadi hal yang wajar. Tak jarang yang kecil ini bisa menggerogoti uang negara dan merugikan orang lain. Ironi, ketika gaya hidup konsumerisme harus terus terpenuhi bagaimanapun caranya. Ketika ada banyak keluarga melakukan hal yang sama seperti di atas, maka kecurangan dan korupsi menjadi hal yang biasa di ranah publik. Seolah hal ini semakin luput untuk dimaknai lebih dalam.
Tekad untuk melakukan berani jujur memang sudah semestinya dikuatkan pada ranah keluarga. Apa jadinya ketika para orang dewasa bersusah payah membuat aturan untuk menghindari korupsi pegawainya, tetapi ia sendiri memberi contoh korupsi di keluarganya. Ada yang kurang terhadap upaya Indonesia meredam korupsi. Tekad berani jujur tidak bisa hanya diajarkan. Berani jujur untuk meredam korupsi menjadi mengena ketika perilaku tersebut dicontohkan. Dicontohkan kepada keluarga sebagai unit terkecil dari sebuah bangsa. Para orangtua yang berada di keluarga adalah figur utama bagi anak-anaknya. Maka, anak-anak akan mencotoh perilaku figurnya. Seperti halnya apa yang dilakukan oleh orangtua Hoegeng (mantan Menlu kabinet Seratus Menteri 1965), bahwa yang penting dalam kehidupan manusia adalah kehormatan. Jangan merusak nama baik dengan perbuatan mencemarkan.
Ketika tekad untuk berperilaku jujur dikuatkan dalam ranah keluarga, maka langkah selanjutnya adalah menggandeng ranah sekolah. Mengapa demikian?, anak-anak selain dekat dengan lingkungan keluarga, maka sekolah lah lingkungan terdekat kedua. Tekad berani jujur ini perlu sinkron antara ranah keluarga dan ranah sekolah. Sehingga, nilai berani jujur yang telah terpatri pada diri anak tidak buyar. Selain ranah keluarga, maka yang perlu kita kuatkan juga di ranah masyarakat. Sebagai generasi muda berani jujur, kita memerlukan keberanian untuk mengatakan atau menegur tindakan korupsi.
Anak-anak generasi milenial memegang peran utama untuk Indonesia 2045. Anak-anak yang katanya memiliki pola pikir kritis dan penuh informasi ini memegang peran dan penentu Indonesia yang berani jujur. Mimpi Indonesia adalah semakin menurun kualitas dan kuantitas korupsi negeri ini. Peran mereka akan dimulai dari bagaimana ia berperilaku jujur dalam ranah keluarga. Apakah hanya mengajarkan untuk jujur dan tidak boleh melakukan korupsi, atau mencontohkan sikap berani jujur di ranah keluarga maupun masyarakat?.
Indonesia memang sudah merdeka, usianya pun terbilang sudah cukup dewasa untuk menyandang negara bersih dari korupsi. Sebagaimana halnya tiga negara terbersih dari korupsi yang dirilis oleh Transparency International. Upaya meredam korupsi dengan pencegahan menjadi lebih mengena ketika setiap keluarga yang menjadi bagian dari bangsa ini memang benar-benar mencontohkan perilaku berani jujur dimulai dari rumah. Maka, perilaku berani jujur dalam setiap unit keluarga inilah yang akan terus meraka pegang dalam kehidupan sosial bermasyarakat.
Indonesia optimis semakin berkurang kuantitas dan kualitas tindakan korupsi di negeri ini. Dalam artian, wajah Indonesia 2045 hadir sebagai pemangku dan pelaku kebijakan bisa meredam tindakan korupsi. Keluarga akan menjadi peran utama dalam mencontohkan perilaku berani jujur sebagai upaya meredam korupsi negeri ini. Akankah keluarga-keluarga Indonesia hanya sebatas megajarkan dengan nada melarang, ataukah memulai berani jujur dengan mencontohkan kepada anak-anak kita, kerabat kita, hingga rekan kerja kita?.