Industri kreatif merupakan sektor yang sangat potensial untuk dikembangkan dalam meningkatkan potensi bangsa, khususnya di bidang perekonomian dan diplomasi budaya. Berdasarkan data yang dikutip dari Kompas.com[1], nilai ekspor produk industri kerajinan dan industri kreatif menyumbang Rp 852 triliun bagi devisa negara hingga April 2017. Angka ini tentu diproyeksikan akan terus meningkat. Apalagi pertumbuhan industri kreatif di Indonesia sangatlah masif di berbagai sektor, mulai dari film, musik, aplikasi digital, dan masih banyak lainnya.
Berkaca pada fenomena Hallyu atau Korean Wave, industri kreatif mempunyai potensi yang sangat besar, khususnya dalam branding sebuah negara. Korea Selatan dikenal orang dengan citra romantis, keren, dan kekinian berkat ledakan K-Pop yang tersebar ke seluruh dunia. Alhasil banyak sekali orang yang ingin merasakan budaya Korea yang lebih dekat melalui pariwisata ke negeri Ginseng ini. Berdasarkan keterangan resmi Korea Tourism Organization (KTO)[2], Indonesia menyumbang 295.000 wisatawan dengan berbagai segmen pasar, mulai dari penggemar drama, budaya, hingga wisatawan muslim.
Melalui K-Pop yang diterjemahkan dalam bentuk drama, boyband, girlband, lagu, serta dansa, terbukti bahwa Korea Selatan mampu memasarkan budaya secara global. Hal ini tentu menjadi teguran keras bagi Indonesia yang masih mengandalkan ekspor sektor pertambangan dalam memajukan perekonomian bangsa. Dengan keragaman suku dan budaya yang ada di Indonesia, tentu seyogianya Indonesia mampu “menjual” produk budaya melalui industri kreatif ke pasar global.
Industri Kreatif dan Tantangan
Meskipun industri kreatif terbilang potensial dalam mengembangkan perekonomian negara, dukungan pemerintah dan stakeholder terkait pada sektor ini masih tergolong rendah. Minimnya inkubator industri kreatif untuk membantu anak muda yang mempunyai gagasan dan ide inovatif untuk dikembangkan membuat industri kreatif di Indonesia berkembang secara parsial. Tak jarang kurangnya pemodalan, serta dukungan finansial dari pemerintah membuat banyak anak muda kreatif Indonesia yang memilih mengembangkan inovasi mereka ke luar negeri dengan apresiasi dan fasilitas yang diberikan. Sangat disayangkan jika potensi modal insani yang ada di Indonesia tidak diberdayakan oleh pemerintah.
Tak hanya itu, tak jarang kita juga lalai dalam menjaga dan mendokumentasikan produk budaya yang dimiliki ke UNESCO. Salah satunya adalah lagu Rasa Sayange yang diklaim Malaysia sebagai bagian dari lagu daerah yang mereka miliki. Tentu sangatlah wajar kita meluapkan kemarahan akan “pencurian” budaya yang dilakukan negeri Jiran ini. Di sisi lain, kita pun harus berbenah karena kurangnya tata kelola produk budaya yang seyogianya dilestarikan dalam bentuk arsip guna mencegah klaim serupa di masa mendatang.
Tantangan lain yang muncul adalah apresiasi yang rendah dari anak muda Indonesia terhadap produk budaya lokal Indonesia sendiri. Banyak anak muda Indonesia yang lebih mengenal anime, Game of Thrones, Hollywood, dan lain sebagainya ketimbang Tari Saman, lompat batu Nias, karawitan, dan lain sebagainya yang merupakan produk asli kebudayaan Indonesia. Ironisnya, justru banyak wisatawan asing yang tertarik untuk ikut melestarikan dan memberdayakan kebudayaan ini karena dianggap sebagai warisan budaya yang berharga.
Melalui berbagai tantangan yang ada, tentu industri kreatif Indonesia harus berbenah dalam mempersiapkan diri menyambut 100 tahun Indonesia di tahun 2045.
Asimilasi Kreatif
Ketika Indonesia berusia 100 tahun, maka generasi milenials akan menjadi pemimpin Indonesia di masa mendatang. Tentu pendekatan industri kreatif yang dilakukan akan menyesuaikan dengan gaya kepemimpinan yang menjadi ciri dari generasi milenials, yakni selalu terhubung dengan media sosial, tidak bisa lepas dari gadget, menyukai kolaborasi, dan lain sebagainya[3]. Melihat ciri-ciri yang dimiliki pemimpin Indonesia yang akan datang, maka sektor industri kreatif pun akan mengalami perubahan wujud menjadi lebih dinamis.
Asimilasi kreatif akan menjadi sebuah produk industri kreatif baru yang menggabungkan inovasi budaya ke dalam bentuk yang baru. Selama ini, banyak sekali budaya Indonesia yang sangat kental dengan tradisi, serta unsur tradisional yang kaku. Di masa mendatang, asimilasi kreatif akan mengemas produk budaya Indonesia ke dalam bentuk baru yang lebih mudah dicerna oleh masyarakat global. Salah satu bentuk inovasi budaya yang akan tercipta adalah asosiasi antara teknologi dengan budaya Indonesia, contohnya aplikasi games karawitan, lagu nasional versi modern, serta berbagai asimilasi kreatif lainnya.
Tak hanya itu, asimilasi kreatif yang dihasilkan juga tidak hanya terbatas pada lingkup lokal maupun nasional, tetapi juga dalam lingkup global. Koneksi tanpa batas antar masyarakat yang ada di seluruh dunia juga mampu memunculkan sebuah produk inovasi budaya baru antar negara yang berbeda. Sebagai contoh, longyi bermotif batik dapat tercipta dengan adanya asimilasi batik Indonesia dengan longyi Myanmar. Kolaborasi kreatif ini tidak hanya mampu meningkatkan potensi industri kreatif bagi kedua belah negara, tetapi juga memasarkan diplomasi budaya secara efektif antar negara.
Produk industri kreatif lainnya, seperti film, musik, animasi, desain, dan lain sebagainya juga akan turut menyesuaikan dengan permintaan pasar. Penampilan tari tradisional dengan sentuhan modern, musik Indonesia dengan kombinasi ritme elektro, desain dengan tampilan dinamis, dan berbagai produk inovasi budaya lainnya akan membuat industri kreatif Indonesia mampu diterima oleh pasar global.
Menerka wajah 100 tahun Indonesia dan industri kreatif tentu ibarat berjalan di antara labirin tak berujung. Optimisme dan semangat kolektif menjadi bahan bakar yang efektif dalam mewujudkan asimilasi kreatif yang potensial untuk dikembangkan. Menjadikan budaya Indonesia viral layaknya K-Pop tentu bukanlah utopia belaka selama dukungan holistik diberikan pemerintah dan stakeholder terkait dalam memberdayakan kreativitas dan inovasi yang dimiliki.
Kita boleh berandai agar gema budaya Indonesia bukan hanya terdengar di tanah air, tetapi juga bergemuruh secara global lewat kemasan baru bernama asimilasi kreatif yang menjadi wajah inovasi budaya dalam perspektif industri kreatif yang tidak hanya memajukan budaya Indonesia, tetapi juga budaya negara lain menjadi sebuah kekayaan budaya global yang baru.
[1] http://nasional.kompas.com/read/2017/04/26/16362971/jokowi.masa.depan.ekonomi.indonesia.ada.di.industri.kreatif
[2] https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20170214113236-269-193388/indonesia-sumbang-295-ribu-wisatawan-ke-korea-selatan/
[3] http://trivia.id/post/ciri-ciri-generasi-millennial-sebagai-anak-millennial-kamu-setuju-nggak-nih-1489737777
Comments are closed.