Bethlehem Bible College, paduan Suara asal Palestina, menggelar konser Natal di Nafiri Hall, Central Park, Jakarta dalam rangkian kebaktian di tempat tersebut, Minggu (11/12). Paduan suara tersebut membawakan lagu Natal dalam bahasa Arab. Kompas/Riza Fathoni

Cerita tentang Palestina selalu identik dengan perang dan penindasan oleh Israel. Yang muncul kemudian adalah cerita pedih dan pilu tentang perjuangan anak manusia merebut kemerdekaan. Di balik itu, ternyata tersimpan cerita cantik tentang toleransi umat beragama. Muslim sebagai warga mayoritas sangat melindungi golongan kristiani sebagai minoritas. Inilah kesaksian kelompok paduan suara Bethlehem Bible College, Palestina. Mereka menyampaikan suara yang berbeda tentang Palestina.

Rob, aina adzhabu mir ruhika, aina ahrobu min wajhika

A’ajîbatun hadihil ma’rifah, irtafaat lâ istathi’uha

Itulah cuplikan lagu ”Let You Know” yang dinyanyikan paduan suara Bethlehem Bible College dalam bahasa arab. Lagu yang menceritakan tentang ketundukan dan sikap kerendahdirian manusia di hadapan Tuhan ini terdengar syahdu sekaligus unik. Syahdu karena suara para penyanyi yang memang merdu. Unik lantaran jarang sekali, khususnya di Indonesia, ada lagu berbahasa Arab dilantunkan di tengah-tengah umat kristiani dalam konser menjelang Natal.

Di tempat ibadah Nafiri Allah, Central Park, Jakarta, Bethlehem Bible College mengisi acara bertajuk ”Palestine Christmas Concert” di hadapan seribuan orang. Sebanyak dua belas penyanyi dipandu konduktor, Akram, membuka penampilan dengan lagu ”Jesus Comes Tonight” yang mereka alih bahasakan secara bebas ke bahasa Arab dan ditulis menggunakan transliterasi Inggris menjadi ”Jaiya el laily”.

Jemaah yang memadati ruangan segera merekam gambar mereka. Tidak sedikit yang merangsek maju untuk mendapatkan gambar lebih bagus sebagaimana saat mereka menonton konser musik pada umumnya. ”Saya baru kali ini mendengar lagu gereja berbahasa arab,” kata seorang jemaah.

Sayang mereka hanya menyanyikan tiga lagu karena panitia hanya menyediakan waktu 15 menit.

Suasana lebih menarik terlihat di Manado saat mereka menyanyi selama satu jam di atrium Manado Town Square (Mantos), Sulawesi utara. Bukan hanya umat kristiani, umat Muslim juga berdatangan menonton. ”Malnya empat lantai. Penuh semua orang menonton,” kata Hence Bulu, selaku Sekretaris Jenderal Badan Musyawarah Antargereja Nasional sekaligus Humas Sekolah Tinggi Teologi (STT) Global Glow Indonesia.

Paduan suara Bethlehem Bible College tampil tiga kali dalam sehari di Jakarta sebelum ke Manado dan Bali. Mereka datang atas kerja sama dengan STT Global Glow Indonesia.

Pemandangan di Manado itu menunjukkan bahwa lagu dapat mempersatukan umat karena saat itu mereka tidak lagi melihat perbedaan agama. Daya tarik konser tersebut terletak pada lagu-lagu berbahasa Arab yang dinyanyikan oleh orang Palestina, yang bagi orang Indonesia tergolong pemandangan yang berbeda dan baru.

Selain itu, mereka menggunakan bahasa Arab. Ini sekaligus menegaskan bahwa bahasa, sebagaimana lagu, memiliki makna universal. Bahasa Arab bukan milik agama tertentu. Itu juga berarti bahwa segala yang berbahasa Arab belum tentu mewakili agama tertentu. Bahasa Arab menjadi bahasa sehari-hari warga Palestina, termasuk kelompok Kristen evangelis yang memprakarsai Bethlehem Bible College.

Penampilan paduan suara Bethlehem Bible College mengonfirmasi bahwa Palestina tidaklah tunggal. Dia mempunyai wajah lain, kaum minoritas yang hidup aman di tengah mayoritas.

Paduan Suara Bethlehem Bible College saat tampil di Nafiri Allah, Jakarta, dalam rangka Palestine Christmas Concert, Minggu (11/12) Kompas/Mohammad Hilmi Faiq
Paduan Suara Bethlehem Bible College saat tampil di Nafiri Allah, Jakarta, dalam rangka Palestine Christmas Concert, Minggu (11/12)
Kompas/Mohammad Hilmi Faiq

Toleransi

Bethlehem Bible College merupakan perguruan tinggi Kristen evangelis, yang berdiri sejak 1979 di Bethlehem ketika militer Israel berkuasa. Dr Bishara E Awad selaku Founding President Emeritus Bethlehem Bible College mengatakan, mereka merupakan kelompok kecil yang hidup di tengah-tengah mayoritas kaum Muslim. Akan tetapi, selama ini mereka hidup dalam harmoni karena saling berempati dan peduli.

Dia menambahkan, paduan suara Bethlehem Bible College memupuk rasa peduli dan toleransi bukan hanya di Palestina. Mereka setidaknya enam kali ke Jordania untuk membantu orang-orang yang kesusahan dan kesakitan karena perang. Semangat menolong perlu dipupuk tanpa melihat kelompok dan golongan. Sepanjang ada yang kesusahan, sudah seharusnya ditolong. Menolong tak kurang dari cara manusia untuk memahami sesama.

Semangat itu dia gambarkan dengan cerita orang Samaria yang berbaik hati menolong orang Yahudi yang terluka. Padahal, dia sadar bahwa selama ini orang Yahudi memusuhi orang Samaria.

Kehadiran paduan suara Bethlehem Bible College di Indonesia seolah menjadi testimoni pentingnya mengedepankan toleransi. Ini setidaknya dikuatkan oleh penyataan Wakil Rektor STT Global Glow Indonesia sekaligus Ketua Panitia Konser di Nafiri Allah, Daniel Saragih. ”Hari-hari ini ada gesekan-gesekan yang timbul kembali masalah hubungan agama (di Indonesia). Kami melihat ini waktu yang sangat tepat mengundang mereka sehingga kita bisa belajar dari Palestina bahwa Natal didukung oleh kalangan Muslim.”

Jika kabar tentang Palestina lebih banyak tentang perang dan derita, mereka kini menyuarakan perdamaian dan persatuan. Paduan suara Bethlehem Bible College telah membawa suara yang berbeda tentang Palestina.

MOHAMMAD HILMI FAIQ


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 Desember 2016, di halaman 26 dengan judul “Suara Beda dari Palestina”