Si tangguh dan barel karat: seorang pengumpul oli bekas di pelabuhan Sunda Kelapa yang sedang membawa barel berisi oli.

SERPONG, KOMPAS CORNER – Berbicara tentang fotografi, pasti terbayang di pikiran kita akan kegiatan yang hanya bisa dilakukan oleh golongan-golongan tertentu mengingat harga alatnya yang relatif mahal, terlebih lagi biaya yang diperlukan untuk melakukan hunting foto ke berbagai tempat demi mendapatkan hasil yang maksimal. Memang hingga saat ini, harga kamera untuk kelas pemula masih berada di angka 5 dalam jutaan rupiah. Dan hal ini belum ditambah dengan harga aksesoris penunjang lainnya.

Namun hal itu sudah tidak dapat lagi dijadikan sebagai alasan masyarakat mengatakan bahwa fotografi hanyalah “hobi orang kaya.” Perusahaan Smartphone akhir-akhir ini giat menambah kemampuan kamera yang dimiliki dengan tujuan membantu kebutuhan dalam mengambil gambar dari konsumen. Perusahaan OPPO, Samsung, dan Apple contohnya. Mereka meng-upgrade spec kamera sedemikian rupa mengingat kamera menjadi salah satu kebutuhan dan alasan utama masyarakat membeli gawai.

Biaya besar memang lebih dibutuhkan ketika kita hendak bepergian ke tempat yang jauh guna memperelok hasil karya kita. Namun sebenarnya dengan kemampuan kita untuk bersosialisasi dengan baik, hal-hal menarik nan sederhana di sekitar kita bisa menjadi sebuah karya yang bernilai.

Seperti halnya musik, fotografi juga memiliki genre atau aliran. Ada aliran yang sangat simple dan mudah dilakukan dimanapun namun dapat menghasilkan karya yang tidak sembarangan. Street photograpy atau Potrait photograpy misalnya. Kedua aliran fotografi ini bisa dilakukan dengan objek-objek yang ada disekitar kita. Namun demikian, dalam proses mendapatkan karya yang menarik, seorang photographer harus bisa bersosialisasi dengan lingkungan sekitar yang sudah ditetapkan untuk menjadi objek fotonya.

Sebagai seorang pemula, aliran ini menjadi sebuah pembelajaran yang penting. Seorang photographer harus bisa peka dengan lingkungan sekitar dan juga harus membangun sebuah komunikasi dengan lingkungan sekitar. Lantas, mengapa kita harus bersosialisasi? Sebenarnya, kita bisa saja mengambil gambar secara diam-diam (candid) yang dianggap sebagian orang teknik ini membuat gambar semakin natural. Namun, dengan membangun komunikasi dengan objek, kita dapat merekam ekspresi mereka yang terpancar langsng tanpa dibuat-buat.

Ekspresi kaum tua: terlihat ekspresi kelelahan dari salah satu kakek yang kepalanya berbalutkan kain batik
Ekspresi kaum tua: terlihat ekspresi kelelahan dari salah satu kakek yang kepalanya berbalutkan kain batik

 

Ekspresi memiliki nilai tambah dalam bidang fotografi. Namun untuk mendapatkan ekspresi yang utuh dari objek diperlukan pendekatan terlebih dahulu. Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk melakukan pendekatan:

  • Mengobrol

Dengan mengobrol, atau anak muda sering katakan “sok kenal sok deket”, kita bisa membangun jembatan melalui komunikasi verbal maupun dengan komunikasi nonverbal kita. Dengan postur tubuh yang menunjukan bahwa kita tertarik dengan seseorang yang hendak kita ambil gambarnya, maka akan terbangun jembatan sehingga objek merasa tidak ada jarak. Ketika objek merasa tidak ada jarak atau pembatas dengan kita, maka objek akan lebih leluasa dalam melakukan kegiatan. Dan disaat itulah, sang fotografer harus bisa peka akan ekspresi yang disampaikan oleh sang objek.

  • Observasi

Observasi memang membutuhkan waktu yang lebih. Hal ini dikarenakan kita harus mengamati terlebih dahulu. Lebih baik lagi apabila kita bisa mengamati sembari mengikuti keseharian sang objek. Hal ini biasa dilakukan agar kita bisa membangun komunikasi dan objek juga membuka diri sehingga ekspresi bisa kita dapatkan dengan baik.

Dengan melakukan hal-hal di atas, kita bisa mendapatkan gambar yang maksimal sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar untuk pergi ke suatu tempat tertentu dan mencari gambar disana. Cukup dengan kamera dari gawai yang dimiliki dan juga kepekaan dan kemampuan bersosialisasi yang tinggi, maka kita dapat menghasilkan karya yang baik. Meskipun pada dasarnya bagus atau buruk suatu karya tergantung pada pendapat seseorang, setidaknya foto tersebut bisa memuaskan kebutuhan dokumentasi pribadi.

 

Penulis: David Caessarre

Editor: Clara Tania

Sumber foto: Dokumentasi Pribadi