Berkunjung ke Australia bagian barat seolah menikmati sajian lembaran warna: biru langit dan laut, putih pasir, kuning gurun, hijau pohon, dan merah senja. Paduan warna-warni alam ini menjadi garis penghubung perjalanan kami selama empat hari menyusuri kawasan tersebut.

Sejumlah jurnalis dan blogger dari Indonesia diundang oleh AirAsia Indonesia dan Tourism Western Australia (TWA) untuk mengeksplorasi Australia bagian barat pada 25-28 Oktober 2016. Perjalanan ini adalah tentang melepaskan kepenatan, tentang menyatu dengan alam, dan tentang menikmati hidangan penutup yang lezat.

Rabu (26/10)

Pukul 09.37

Kami tiba di Taman Nasional Yanchep setelah menempuh perjalanan 1,5 jam dari tempat kami menginap di Pinnacles Resort. Area seluas 2.842 hektar tersebut adalah surga bagi hewan dan tanaman. Kicauan burung dari berbagai penjuru taman seolah menjadi konser musik alam bagi wisatawan yang ingin bersantai di kawasan tersebut. Taman Nasional Yanchep menjadi tempat koloni terbesar hewan koala di kawasan Australia bagian selatan.

Australia kaya akan bentangan alam unik. Sehari sebelumnya, kami mengunjungi dua lokasi wisata alam, yaitu Lancelin dan Taman Nasional Nambung. Lokasi tersebut berjarak sekitar dua jam perjalanan darat ke arah utara dari kota Perth. Kedua tempat tersebut adalah kawasan bentangan pasir yang membentuk profil khas. Di Lancelin, bukit bukit pasir di pinggir Samudra Hindia menjadi tempat ideal untuk melakukan kegiatan ekstrem. Kegiatan favorit di Lancelin adalah meluncur dari atas bukit pasir dengan menggunakan papan selancar.

Sementara Taman Nasional Nambung merupakan tempat yang tepat untuk melihat Gurun Pasir Pannacles. Di tempat ini, kita seolah berada di alam lain. Sepanjang mata memandang adalah gundukan fosil karang yang menjadi monumen alam. Pilar-pilar ini adalah tumpukan cangkang kerang yang terbentuk saat kawasan tersebut berada di bawah laut.

Taman Nasional Yanchep buka 24 jam sepanjang tahun dan banyak dijadikan sebagai lokasi perkemahan bagi pelajar dan pesta barbeque keluarga. Kami tidak bisa berlama-lama di tempat ini dan harus melanjutkan perjalanan karena pada siang hari kami tidak boleh terlambat naik feri menuju Pulau Rottnest.

Pilar-pilar di Gurun Pasir Pinnacles. Berenang dengan lumba-lumba di Rockingham. Senja di Fremantle. Gerbang Penjara Fremantle. Berselancar di bukit pasir Lancelin. Rambu peringatan lintasan hewan liar di pinggir jalan.
Pilar-pilar di Gurun Pasir Pinnacles. Berenang dengan lumba-lumba di Rockingham. Senja di Fremantle. Gerbang Penjara Fremantle. Berselancar di bukit pasir Lancelin. Rambu peringatan lintasan hewan liar di pinggir jalan.

Pukul 13.22

Setelah perjalanan selama dua jam melintasi pinggiran kota Perth dan singgah membeli makan siang di minimarket, kami tiba di dermaga feri Fremantle. Kota pelabuhan ini terletak di selatan kota Perth. Pulau Rottnest adalah tempat tinggal satwa khas Australia, Quokka. Pulau ini relatif bebas polusi karena larangan aktivitas kendaraan bermesin. Wisatawan bisa menyewa sepeda untuk berkeliling dan menikmati keindahan Pulau Rottnest.

Pukul 19.07

Kami menginap di kota Fremantle. Kota pelabuhan ini merupakan salah satu kota yang menjadi bagian dari sejarah Australia. Fremantle adalah kota tujuan warga Inggris Raya yang bermigrasi ke benua Australia pada 1829. Malam itu kami makan di restoran Bread In Common. Di tempat ini, kami mendapatkan kejutan yang menyenangkan. Hidangan penutup yang disajikan sungguhlah lezat. Kue cokelat, roti stroberi, dan puding susu yang langsung dibuat oleh pastry chef restoran itu benar-benar meleleh di lidah dan membuat kami tersenyum puas. Sungguh sebuah cara yang indah untuk mengakhiri hari.

Kamis (27/10)

Pukul 09. 50

Kami sudah berada di dalam air! Pagi ini rombongan menuju Pantai Rockhingham yang berjarak satu jam dari Fremantle. Kami bergabung dengan para wisatawan yang akan berenang dengan lumba-lumba. Operator selam lokal membawa kapal yang kami tumpangi mendekati sekumpulan lumba-lumba liar yang sedang mencari makan di sekitar pantai tersebut. Setelah memakai wet suit dan kacamata snorkel, para wisatawan membentuk grup dan berpegangan saat masuk ke air. Pemandu mengarahkan kami mendekati lumba-lumba tersebut dan menyuruh kami melihat ke dalam air untuk menyaksikan polah lumba-lumba yang berseliweran di dekat kami. Sebuah pengalaman yang mengesankan berada di dekat dengan binatang yang dikenal menjadi sahabat manusia.

Pilar-pilar di Gurun Pasir Pinnacles. Berenang dengan lumba-lumba di Rockingham. Senja di Fremantle. Gerbang Penjara Fremantle. Berselancar di bukit pasir Lancelin. Rambu peringatan lintasan hewan liar di pinggir jalan.
Pilar-pilar di Gurun Pasir Pinnacles. Berenang dengan lumba-lumba di Rockingham. Senja di Fremantle. Gerbang Penjara Fremantle. Berselancar di bukit pasir Lancelin. Rambu peringatan lintasan hewan liar di pinggir jalan.

Pukul 16.46

Kami bertemu dengan pengelola tur wisata jalan kaki, Ryan Zaknick, di pusat kota Fremantle. Ryan memandu kami dan bercerita tentang sejarah kota Fremantle. Kami melewati barak tempat para pejabat Fremantle tinggal pada abad ke-19. Kota Fremantle mempertahankan sejumlah bangunan bersejarah menjadi cagar budaya sehingga di penjuru kota masih banyak bangunan bernuansa kolonial. Ryan bercerita tentang sosok Moondyne Joe yang menjadi bagian dari sejarah Fremantle. Moondyne Joe adalah penjahat yang dibuang dari Inggris dan beberapa kali lolos dari Penjara Fremantle. Kisah pelariannya dengan bumbu-bumbu tambahannya menjadi bahan yang menarik untuk didengar. Perjalanan sore ini berakhir di bekas penjara Fremantle yang kini menjadi tempat wisata.

Jumat (28/10)

Pukul 10.00

Hari terakhir sebelum pulang ke Tanah Air, kami singgah di Pasar Fremantle. Pasar yang dibangun pada 1897 ini hanya buka di akhir pekan serta menjual kebutuhan sehari-hari warga dan suvenir untuk turis. Saat memilih pernik dari bahan kulit, penjual menjelaskan bahwa sebagian produk kulit yang dijual diproduksi di Bandung, Jawa Barat, karena kualitas bahan dan jahitannya yang bagus.

Kawasan Australia bagian barat sangat mudah mencuri hati wisatawan dengan sajian kemolekan alamnya. Seperti keindahan senja merah di Pantai Fremantle.

YUNIADHI AGUNG


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 November 2016, di halaman 29 dengan judul “24 Jam Australia Barat”