Kolam teratai dengan replika stupa candi di kompleks Restoran Abhayagiri. Kompas/Sri Rejeki

Mau makan enak dalam suasana yang indah dan penuh sejarah? Mari cicipi di Abhayagiri Restaurant yang ada di Prambanan, Sleman, dan Omah Dhuwur Restaurant di Kotagede, Yogyakarta.

Kedua restoran ini bukan cuma menawarkan pemandangan yang apik, melainkan juga nuansa historis yang kental sambil tentu saja melenturkan goyang lidah. Waktu paling baik untuk berkunjung ke Abhayagiri Restaurant yang berlokasi di Dusun Sumberwatu, Sambirejo, Kecamatan Prambanan, ini adalah sore hari ketika matahari bersiap ke peraduannya, yakni pukul 16.00-19.00. Pada saat itu, sinar matahari sedang indah-indahnya menyaput bumi.

Tempat terbaik adalah di luar ruang. Agar tidak kehabisan tempat favorit, ada baiknya memesan dahulu lewat telepon sehari atau pagi hari sebelum kedatangan. Ketika sudah sampai di sana, sambil menanti pesanan makanan tiba, kita bisa menikmati suasana sore dari ketinggian sambil memandang sosok Candi Prambanan dari kejauhan.

Makin sore biasanya makin berkabut yang membuat figur candi terkesan misterius, terselubung halimun putih. Seiring dengan langit yang semakin membiru, pesanan minuman kami akhirnya tiba, serai blekuthuk dan platharan bells.

Seperti namanya, pada gelas tinggi yang berisi serai blekuthuk ini terlihat gelembung-gelembung kecil. Kami kira mengandung soda dengan hadirnya gelembung-gelembung halus itu, tetapi ternyata tidak, dan rasanya manis asam, segar….

”Minuman ini dari rebusan air serai lantas difermentasi. Setelah itu, diberi jeruk nipis dan gula,” ujar Dewi Setyowati, Kapten Abhayagiri Restaurant yang saat itu bertugas.

Proses fermentasi dilakukan setidaknya tiga hari sebelum ekstrak air serai itu kemudian dipindahkan ke dalam botol. Tanaman serainya dulu ditanam sendiri oleh para pegawai restoran di area sekitar tempat makan ini. Namun, seiring permintaan yang semakin banyak, bahan baku kemudian dipenuhi pemasok.

Kesukaan raja

Pesanan kami lainnya, yakni platharan bells berupa mocktail yang dibuat dari ekstrak lemon ditambah sirup leci, soda, dan buah leci utuh sebagai tutupan (topping). Kedua jenis minuman segar ini cocok dihirup pelan-pelan sambil menikmati semburat jingga yang menghias langit senja saat itu.

Para tamu pun tampak tidak menyia-nyiakan waktu dengan asyik berfoto atau berswafoto di berbagai sudut restoran. Tempat paling favorit adalah yang berlatar belakang pemandangan Candi Prambanan dan sekitarnya. Tempat lain adalah jembatan dengan tanaman semacam ilalang di kanan dan kirinya serta lampu-lampu di tiang yang mulai berpendar di sepanjang titian itu.

Capai berfoto lalu kembali ke meja, pramusaji sudah menghidangkan pesanan bebek kebuli yang menjadi salah satu menu favorit. Turut menemani chicken teriyaki dan crackers cassava. Aroma rempah lembut menyapa lewat nasi kebuli yang dibentuk menjadi tumpeng kecil bertutupkan daun pisang. Sementara bebeknya dengan lumuran bumbu rujak menghadirkan kelegitan lewat metode panggang. Sajian ini dilengkapi dengan urap, kering tempe, irisan telur dadar, dan sambal.

Sebagai makanan penutup adalah manuk nom yang juga menjadi signature dish Abhayagiri seperti menu-menu pilihan kami sebelumnya. Manuk nom adalah puding dari tape ketan yang diberi emping. Paduan manis dan gurih memberi kesegaran yang tidak bikin enek.

Menu ini disebutkan sebagai makanan kesukaan para raja Mataram dan keluarga keraton. Menu lain tentu saja masih banyak, baik menu tradisional yang dikemas secara modern maupun menu ala Barat. Dari mulai makanan utama yang berbasis daging ayam, bebek, sapi, domba, ikan dan sari laut, hingga menu vegetarian sampai makanan penutup, seperti kue cokelat, brownies teh hijau, tar apel, marshmallow dome blanch, hingga minuman penutup kopi dan minuman tradisional jawa.

Suasana makan di Restoran Omah Dhuwur Kompas/Sri Rejeki

Suasana makan di Restoran Omah Dhuwur
Kompas/Sri Rejeki

Omah Dhuwur

Menu bebek yang enak juga bisa ditemukan di Omah Dhuwur Restaurant yang terletak di kawasan pusaka Kotagede. Bangunan restoran yang berusia ratusan tahun ini pun sudah menjadi suguhan yang menambah selera makan. Belum lagi pemandangan taman yang asri jika kita menengok ke bagian bawah restoran. Tempat makan ini terletak di tempat yang tinggi dengan bagian belakang diatur sebagai taman yang menyejukkan pandang.

Bangunannya merupakan perpaduan gaya kolonial dan arsitektur Jawa modern yang dilengkapi dengan perabot kuno. Bagian bawahnya yang berupa joglo sudah dibangun sejak tahun 1740. Sementara bangunan bagian atas dibangun pada era 1900-an. Akibat gempa, bagian atapnya yang berupa sirap diganti akibat rusak. Sejumlah tambahan juga dilakukan tanpa mengubah bentuk asli bangunan, seperti teras, dapur, kolam ikan, dan toilet.

Menu pilihan kami saat itu adalah bebek goreng santan lombok ijo. Bebek gorengnya terasa gurih sampai ke daging bagian terdalam. Sebelum digoreng, bebek dimasak dengan aneka rempah. Ketika selesai digoreng, bagian luarnya renyah dengan bagian dalam yang empuk. Bebek goreng ini dilengkapi dengan saus yang dibuat dari kuah santan yang kental dan disajikan terpisah. Cara menyantapnya bisa dengan cara mencocol sobekan daging bebek ke dalam saus tersebut dan tentu saja sambal ijo-nya yang mantap.

Sajian ini dilengkapi dengan trancam, semacam urap tetapi dari sayuran segar, yang kemudian dilengkapi dengan sambal matah. Rasanya unik dan segar. Pengunjung bisa memilih acara bersantapnya ingin ditemani dengan sepiring nasi yang hangat atau irisan kentang goreng yang dilumuri krim keju (cream cheese). Menu campuran (fusion dish) ini pun meningkatkan semangat untuk menjelajah Kotagede yang punya banyak tinggalan bersejarah dari masa awal Kerajaan Mataram Islam.

Sebagai minumnya adalah jambu selarong yang bisa disajikan panas ataupun dingin. Pilihan kami di siang bolong itu tentu saja jambu selarong dingin yang terbukti bikin segar suasana.

Minuman ini sebenarnya adalah jahe dan serai yang dihaluskan kemudian direndam air panas lantas ditambahkan kayu manis. Setelah itu disaring lalu airnya ditambahkan sari biji jambu dan gula. Sebagai pemanis saat penyajian, minuman diberi irisan jambu merah, cengkeh, dan batang kayu manis.

”Nama jambu selarong diambil dari nama Goa Selarong di Yogya. Di sana banyak dijumpai jambu biji. Kami sekaligus ingin mengenalkan destinasi wisata yang ada di Yogyakarta,” ujar Artin Wuriyani, Direktur Bisnis dan Pengembangan HS Silver dan Omah Dhuwur Restaurant.

Sri Rejeki


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 November 2016, di halaman 30 dengan judul ”Mengunyah Kenangan Sejarah”