Busana Rancangan Stella Rissa di IPPMI Trend Show, Senayan City, Jakarta, Rabu (9/11). Kompas/Lucky Pransiska

Ada nuansa berbeda dalam rancangan busana Stella Rissa dalam koleksi terbarunya, Rockandrolla, di bawah label Studio Collection. Meskipun tetap bertumpu pada kekhasan rancangannya yang mengekspresikan kekuatan, kemandirian, dan kepercayaan diri, Rockandrolla menyuguhkan kejutan berupa spektrum yang lebih eksentrik.

Sebanyak 24 koleksi Rockandrolla diperkenalkan dalam perhelatan Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI) Trend Show 2017, awal November lalu. Warna-warna vibran nan anggun yang biasanya tertuang dalam rancangan Stella menjelma warna-warna klasik, seperti hitam, putih, nude, dan abu-abu.

Stella menyebut filantrofis sekaligus panutan mode Daphne Guinness dan Carmen Dell’Orefice sebagai muse atau sumber inspirasinya kali ini. ”Guinness dan Dell’Orefice menghidupi spirit rock and roll. Mereka menerapkan perilaku yang ekspresif dalam karya dan gaya hidup mereka. Itu sesuai dengan karakteristik perempuan masa kini,” ujarnya.

Guinness (49), perancang busana sekaligus model dan kolektor seni asal Inggris, telah masuk dalam daftar International Best Dress List sejak tahun 1994. Rancangannya yang ekspresif dan artistik banyak menjadi panutan para desainer dunia. Adapun Dell’Orefice (85) adalah model papan atas dan aktris asal Amerika Serikat. Dia dikenal sebagai model tertua dalam peragaan busana spring/summer 2012 dalam usia 81 tahun.

Di mata Stella, keduanya mewakili atribut perempuan yang dewasa, tegas, solid, dan ekspresif. Rancangan Stella pun semakin mempresentasikan figur perempuan yang mutakhir dan matang.

Kekhasan Stella berupa potongan tajam untuk menampilkan siluet alami tubuh perempuan terwujud melalui kombinasi bahan pilihan, seperti kulit, renda, sutra, dan tule. Perpaduan konsep rock and roll dengan bahan-bahan tersebut menghasilkan busana yang romantis, genit, sekaligus intens dan kuat.

Ini terlihat misalnya dalam gaun panjang berbahan tule warna hitam dengan aksen kulit pada bagian pinggang. Dengan bagian atas tanpa lengan dan draperi pada bagian leher, gaun ini memunculkan kesan sensual yang anggun.

Kesan rebellious juga terlihat dalam beberapa rancangan gaun yang menggunakan aksen rantai logam dan dikaitkan melalui lubang-lubang berpinggiran logam. Kamisol hitam dengan rantai logam pada satu sisi berpadu dengan bawahan rok panjang yang berkilauan sehingga tampak ekspresif sekaligus cantik. Begitu pula dengan kamisol berhias rantai logam yang dipadu dengan rok selutut abu-abu formal dan sarung tangan kulit hingga ke siku yang terlihat intens sekaligus lembut.

Kemeja putih dengan aksen semacam rompi kulit hitam yang menggantung di atas pusar dan kerah frills berpita hitam dipadu dengan celana longgar berbahan lembut juga memunculkan kesan dewasa, tegas, tetapi luwes.

Menurut Stella, warna-warna klasik itu mudah dipadupadankan sehingga busana yang tercipta juga akan terlihat bersinar dalam diri perempuan yang mengenakannya.

Puisi hitam

Dari pergelaran lain di ajang IPMI Trend Show 2017, desainer Andreas Odang menghadirkan 15 set rancangan busana perdananya sebagai anggota baru. Mengambil tema ”Black Magnolia” alias cempaka hitam, Odang ingin menampilkan suasana hatinya yang sedang lara dalam kesungguhan karya yang sanggup memukau pencinta mode.

Bunga cempaka yang selama ini dikenal hanya dengan warna kelopaknya nan putih bersih wangi identik dengan kesan dukacita. Kesan duka itu semakin menjadi-jadi ketika Odang memilih menghadirkan cempaka dengan warna hitam sebagai tema koleksinya. ”Dalam dunia ini, satu ditambah satu tak selalu dua. Black magnolia ini puisi saya. Kelopaknya gugur satu per satu, kayak hati gue,” kata Odang yang dikenal sebagai desainer gaun pesta klasik.

Kelopak yang berguguran itulah yang kemudian, antara lain, muncul pada gaun dengan lengan balon yang hanya sepotong. Setiap koleksi mengingatkan pada kelopak-kelopak bunga dengan material taffeta, jacquard, duchess, organza, hingga sifon. Koleksi didominasi gaun, mulai dari gaun panjang hingga terusan mini yang semuanya berwarna hitam.

Dari awal proses kreatif merancang 15 busana ini, Odang sudah berketetapan hati mengangkat black magnolia. Ia takjub ketika menyaksikan video seni yang mengabadikan proses mekarnya bunga cempaka yang menurut dia sangat melankolik puitik. ”Kebetulan, memang saya sedang berduka. Rasa kehilangan itu adalah black magnolia,” tambahnya.

Demi penghayatan terhadap rasa duka itu pula, Odang selalu memakai pakaian berwarna hitam selama tiga pekan. Desainer aksesori Rinaldy A Yunardi yang mewarnai penampilan dengan menghadirkan hiasan tangan bernuansa perak sampai bertanya hingga kapan Odang akan terus memakai pakaian warna hitam. ”Berduka tetapi bisa bangkit. Perempuan juga harus bisa berdiri tegak,” kata Odang.

Warna hitam dalam koleksi busana yang dihadirkan tetap bisa tampil glamor dengan lipitan hingga bordir atau sulaman. Nuansa cantik pada busana hitam ini dibentuk dari eksplorasi pada tekstur dan layering yang mampu menunjukkan dimensi lain dari warna hitam. Prinsip layering diadopsi dari teknik lukisan abstrak yang dijumpainya di sebuah pameran lukisan, Agustus lalu.

Struktur dari setiap koleksi busana yang dihadirkan semakin kuat karena Odang juga memberi sentuhan siluet tumpuk-tumpuk tanpa pola yang diadopsi dari arsitektur masa artdeco. Sama seperti bangunan artdeco dari era tahun 1920-an yang tampak kokoh dengan nuansa kotak-kotak, Odang ingin membangun nuansa kuat dan tegar dari seorang perempuan. Semua koleksinya ini dikerjakan dengan prinsip dan teknik adibusana.

FRANSISCA ROMANA NINIK & MAWAR KUSUMA


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 November 2016, di halaman 18 dengan judul ”Pemberontakan Manis Stella”