Celengan, tempat lilin, dan tempat buah dari botol bekas. Kompas/Sri Rejeki

Berawal dari botol-botol bekas minuman yang ditaruh sembarangan oleh seorang tetangganya, Herman Purwanto jadi punya ide. Botol-botol bekas itu akhirnya menjelma menjadi barang unik, seperti mangkok, cangkir, celengan, dan alat makan.

Tetangga saya kebetulan mabuk malam-malam dan menaruh botol bekas minumnya di depan rumah saya. Sempat minta maaf sebelumnya karena tidak kuat lagi untuk membawa botol-botolnya,” ungkap Herman.

Botol itu sebenarnya akan segera dibuang, tetapi batal karena hujan, sampai akhirnya Herman sempat lupa dengan keberadaan botol yang kemudian dipindahkan ke teras rumahnya itu. Suatu sore, ketika sedang asyik ngopi, Herman terbetik ide untuk memanfaatkan botol tersebut menjadi benda ”baru” yang berguna.

Latar belakangnya sebagai pegiat di lembaga swadaya masyarakat yang mengurusi Millennium Development Goals mendorongnya mengarahkan ide ke pemanfaatan botol ketimbang membuangnya begitu saja sebagai sampah. Konsepnya, Herman berupaya meminimalkan menumpuknya sampah dengan mengolah barang-barang yang semula hendak dibuang.

”Saya lalu otak-atik untuk membuat alat potong botol. Berulang kali gagal, botol pecah terus. Sampai akhirnya ketemu alat seperti yang saya pakai sekarang. Tingkat keberhasilannya di atas 90 persen. Dari 100 botol rata-rata cuma satu yang pecah,” tutur Herman tentang alat yang dirahasiakannya itu.

Menurut Herman, alat itu saat ini sedang proses pendaftaran hak atas kekayaan intelektual (HAKI) sehingga ia belum berani untuk memublikasikan. Namun, Herman sudah tiga tahun terakhir rajin mempromosikan dan menjual produk-produk jadinya lewat berbagai pameran.

Hasil potong seperti yang tampak lewat produknya terlihat rapi. Alat potongnya tampak memiliki kemampuan cukup baik. Herman mampu membuat sendok dan garpu, bahkan anting, bros, dan bandul kalung dari bahan botol bekas.

”Rata-rata saya bisa memotong botol dengan ketebalan mulai dari 5 milimeter dengan alat rekaan tersebut,” ujar Herman yang ditemui saat pameran Crafina 2016 beberapa waktu lalu di Jakarta Convention Center.

Ia menggunakan berbagai jenis botol. Herman selalu merasa tertantang dengan karakter masing-masing botol karena masing-masing membutuhkan pendekatan dan penanganan yang berbeda. Botol tebal tentu beda penanganannya dengan botol tipis.

Beragam botol

Ia menggunakan botol-botol mulai dari botol kecap, botol sirup, botol jamu, hingga botol bekas minuman keras. Kini, ada pengepul yang rutin menyuplai botol-botol kepada Herman. Botol bekas minuman keras yang tebal dan berbentuk unik biasanya paling suka disetorkan pemasok. Ini karena botol semacam ini biasanya tidak laku atau dihargai sangat murah, yakni Rp 1.000 per botol. Botol-botol semacam ini biasanya kemudian dilebur dan dibuat menjadi botol baru.

Lampu gantung dari botol bekas. Kompas/Sri Rejeki
Lampu gantung dari botol bekas.
Kompas/Sri Rejeki

Dari botol bekas ini, misalnya, Herman bisa membuat semacam mangkuk, yakni dengan memotong botol secara vertikal. Bentuk asli botol yang kotak menjadikan wadah baru ini tampak unik. Ada lagi yang dimanfaatkan sebagai tempat buah, tempat lilin, atau tempat bumbu. Bagian tutup dan wadah dihubungkan dengan engsel. Beberapa produk juga digabung dengan material lain, seperti kayu. Contohnya, Herman membuat sendok dari botol dengan kombinasi pegangan dari kayu.

Produksi sendiri

Hingga saat ini, Herman masih mengerjakan sendiri produksi barang-barang dari botol bekasnya. Ini dikarenakan prosesnya membutuhkan ketelitian, ketekunan, dan keterampilan khusus. Meski begitu, ia mempunyai empat pegawai yang bertugas menggarap pekerjaan lainnya, seperti pemasaran.

”Standar saya produk harus berkualitas tinggi. Saya tidak mau barang asal-asalan. Selain itu, saya mengutamakan masalah keamanan produk karena materialnya dari kaca. Untuk menghindari risiko, harus saya sendiri yang membuatnya,” kata Herman yang memakai merek Herco Craft untuk produknya ini. Nama ini singkatan dari namanya dan istrinya, Misako.

Barang-barangnya selain dipasarkan lewat berbagai pameran di dalam negeri, juga di luar negeri. Dari sinilah ia beroleh pembeli-pembeli asing, seperti dari Singapura dan Malaysia yang rutin ia kirimi barang setiap bulannya. Pelanggannya selain pengguna langsung untuk dekorasi rumah juga pedagang dan kolektor. Selain itu, ia juga memasarkan produknya lewat halaman Facebook Hercocraft serta Kerajinan dari Botol Kaca Bekas, dan Instagram Hercocraft.

Belakangan, Herman banyak mendapat pesanan dari kafe-kafe. Warna produk botolnya yang berwarna-warni, seperti hijau, merah, biru, dan coklat, cocok dijadikan material desain interior suatu ruangan yang memberi kesan segar dan modern. Misalnya, dari potongan bagian atas botol dapat dibuat menjadi lampu gantung atau lampu meja.

Herman mampu menyelesaikan ratusan buah pesanan dalam waktu sebulan. Namun, ini juga bergantung pada desain dan keragaman produk. ”Kalau membuat produk yang sama dan sejenis, tentu lebih cepat. Saya bisa membuat sampai 200 buah sekaligus dalam sebulan. Namun, biasanya saya atur agar pengerjaan tidak berbarengan dalam satu waktu agar tidak kewalahan,” kata Herman.

Produknya dipasarkan dengan harga beragam, mulai dari Rp 100.000 untuk sebuah cangkir hingga jutaan rupiah, seperti hiasan ikan arwana yang diberi detail sisik-sisik. Herman biasanya mengerjakan produknya mulai sore hari di bengkel kerjanya yang berlokasi di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Malam adalah waktu terbaik Herman untuk berkarya. Ia tidak sekadar menghasilkan produk yang bagus dan unik, tetapi juga sekaligus berkontribusi mengurangi timbunan sampah anorganik yang baru bisa hancur ratusan, bahkan ribuan tahun kemudian.

Sri Rejeki


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 November 2016, di halaman 21 dengan judul ”LINI Botol-botol Pemikat Ruangan”