Hutan Pegunungan Meratus di Kabupaten Tapin menyimpan pesona alam yang masih alami. Di hutan tersebut terdapat Goa Baramban, goa karst yang disebut sebagai goa terpanjang dan terbesar di Kalimantan Selatan. Goa ini memiliki tiga goa nan eksotis yang tersembunyi di dalamnya.
Ada Goa Kelelawar, Goa Macan, dan Goa Air,” kata Rivaldo Tesa (12), anak Desa Baramban, dalam perjalanan menuju Goa Kelelawar, Minggu (16/10).
Hari itu Rivaldo mendampingi wisatawan, termasuk Kompas, mengunjungi obyek wisata Goa Baramban di Desa Baramban, Kecamatan Piani. Lokasi goa ini sekitar 15 kilometer dari Kota Rantau, ibu kota Kabupaten Tapin atau 128 kilometer dari Banjarmasin, ibu kota Provinsi Kalsel. Goa Baramban diperkirakan memiliki lebar 60 meter, tinggi 50 meter, dan panjang 250 meter. Luas arealnya kurang lebih 3 hektar.
Goa Kelelawar merupakan goa pertama yang dijumpai begitu masuk ke obyek wisata Goa Baramban. Goa Kelelawar berada di atas bukit. Untuk mencapai mulut goa tersebut, pengunjung harus meniti sekitar 200 anak tangga beton yang diteduhi pepohonan. Cukup menguras stamina meski udaranya sejuk. Waktu tempuhnya hampir 20 menit karena beberapa kali harus berhenti mengatur napas yang tersengal-sengal.
Mulut Goa Kelelawar terlihat sempit dari luar. Untuk bisa masuk ke dalam, pengunjung harus membungkukkan badan. Begitu lolos melewati celah batu yang sempit, pengunjung langsung mendapati rongga yang luas dengan pemandangan stalaktit dan stalagmit batu kapur warna putih yang memukau. Dinding goa tersebut di beberapa bagian hitam karena kotoran kelelawar.
”Goa ini masih panjang ke dalam, tetapi orang biasanya berhenti di sini saja. Di dalam sana juga gelap,” ujar Rivaldo.
Seusai berfoto di Goa Kelelawar, pengunjung keluar. Di depan mulut goa, ada semacam balkon. Dari situ, pengunjung bisa menikmati panorama alam hutan nan hijau dari ketinggian sambil menghirup udara segar.
Setelah turun dari Goa Kelelawar, berjarak sekitar 100 meter terdapat Goa Macan. Dari jalan beton setapak di lokasi obyek wisata, mulut Goa Macan terlihat jelas meski posisinya juga di ketinggian bukit kapur.
Untuk mencapai mulut Goa Macan, pengunjung harus meniti 13 anak tangga beton. Dari luar, mulut Goa Macan cukup lebar. Cahaya matahari menembus masuk ke dalam. Begitu masuk sekitar 2 meter, lorongnya semakin lebar. Batuan berwarna putih yang memenuhi dinding goa tampak memesona.
Namun, setelah masuk lebih dari 5 meter, lorongnya menyempit dan gelap gulita. Pengunjung yang tidak membawa senter umumnya tidak masuk lebih jauh lagi.
Setelah keluar dan turun dari Goa Macan, sekitar 50 meter dari goa itu terdapat Goa Air. Secara kasat mata, Goa Air tampak berada di bawah Goa Macan. Di dasar goa ini terdapat sungai dengan air yang jernih. Lebar sungai yang keluar dari goa tersebut sekitar 5 meter. Di atas aliran sungai, tepat di depan mulut goa, ada titian kayu yang dibuat secara darurat. Dengan berdiri di atas titian tersebut, pengunjung bisa menikmati panorama batu gamping pada dinding Goa Air sambil menikmati gemericik air.
Setelah puas menikmati pesona tiga goa yang tersembunyi di Goa Baramban, pengunjung bisa melepas penat dengan duduk bersantai di gazebo-gazebo yang ada di lokasi obyek wisata tersebut.
Kepala Desa Baramban Katiman berseloroh, Goa Baramban adalah salah satu obyek wisata yang menawarkan paket wisata three in one. ”Dengan mengunjungi obyek wisata Goa Baramban, pengunjung tidak hanya menikmati pesona satu goa, tetapi menikmati pesona tiga goa sekaligus,” katanya.
Belum optimal
Meski memiliki daya tarik yang besar, Goa Baramban belum dikelola secara optimal. Fasilitas penunjang juga masih minim. Misalnya, plang nama goa yang berada di pinggir jalan raya kecamatan sudah kusam dan tertutup pepohonan. Jalan masuk menuju lokasi goa juga belum beraspal, padahal panjangnya hanya sekitar 300 meter dari jalan raya.
Katiman mengatakan, Goa Baramban yang mulai dibuka untuk wisata pada 1995 tersebut kemudian dibiarkan dan tidak diurus. Baru pada 2013, Goa Baramban dibuka kembali. Sejak itu, wisatawan mulai kembali berdatangan meski jumlahnya masih minim. ”Jumlah pengunjung berkisar 100-200 orang per bulan,” ujarnya.
Menurut Katiman, pengelolaan Goa Baramban selama ini dipercayakan kepada kelompok sadar wisata (pokdarwis) Desa Baramban yang dibentuk Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Tapin. Kelompok itulah yang bertugas menjaga kebersihan goa dan mendampingi wisatawan.
”Untuk fasilitas penunjang, sampai sekarang masih terus dibangun oleh pemerintah kabupaten. Fasilitas yang sudah dibuat, antara lain pagar, pos retribusi, tangga menuju mulut goa, jalan setapak, gazebo, dan toilet,” tuturnya.
Meski ada pos retribusi, lanjut Katiman, pokdarwis sejauh ini belum menarik retribusi masuk lokasi obyek wisata. Pemerintah desa menunggu peraturan daerah mengenai retribusi wisata dari Pemkab Tapin.
”Para wisatawan selama ini hanya dikenai biaya parkir kendaraan. Untuk sepeda motor Rp 3.000 per unit, sedangkan mobil Rp 8.000 per unit,” kata Katiman.
Kepala Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Tapin Rajudin Noor mengatakan, Pemkab Tapin mulai mengalokasikan APBD untuk membangun fasilitas di Goa Baramban pada 2015. ”Berbagai fasilitas yang ada di Goa Baramban saat ini dibangun dalam dua tahun terakhir,” katanya.
JUMARTO YULIANUS
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 November 2016, di halaman 23 dengan judul ”PESONA NUSANTARA: Goa-goa nan Eksotis di Meratus”