Danau Toba di Sumatera Utara sudah jadi tujuan wisata sejak lama. Danau yang terbentuk akibat letusan Gunung Toba, tak kurang dari 73.000 tahun lalu itu, tak hanya menawarkan keindahan alam dan kesegaran, tetapi juga tradisi dan kehidupan warga nan unik.

Di tengah danau seluas 1.145 kilometer persegi (km2) itu terdapat Pulau Samosir, yang kini menjadi kabupaten tersendiri, pemekaran dari Kabupaten Toba Samosir. Di pulau itu terdapat dua telaga, yakni Danau Sidihoni dan Aek Natorang. Selain Pulau Samosir, di Danau Toba juga terdapat Pulau Sibandang dan Malau.

Banyak jalan untuk menikmati tengah danau yang dikelilingi tujuh kabupaten itu. Namun, yang paling sering adalah melalui penyeberangan di Parapat, Kabupaten Simalungun dan merapat di Tuktuk, Samosir. Danau Toba juga bisa dinikmati, antara lain dari Haranggaol, Tongging, Ajibata, Muara, dan Pangururan, ibu kota Kabupaten Samosir.

Sabtu (15/10)

Pukul 10.00: Bandara Silangit

Pesawat dari Jakarta akhirnya mendarat di Bandara Silangit di Siborong-Borong, Kabupaten Tapanuli Utara. Ini adalah pintu masuk terdekat menuju Danau Toba, melalui udara. Bandara yang didirikan pada masa penjajahan Jepang itu kian dikembangkan, sehingga kini ada empat maskapai yang melayani langsung dari Jakarta atau Medan. Semula landasan pacu di Bandara Silangit sekitar 900 meter, dan sejak dibuka kembali tahun 1995 diperpanjang menjadi 1.400 meter. Tahun 2011, landasan pacunya ditambah lagi menjadi 2.400 meter, dan 2.650 meter (2015), sehingga pesawat berlorong tunggal (narrow body aircraft), bukan pesawat perintis, seperti Boeing 737 atau Airbus 320 bisa mendarat. Bandara yang terletak sekitar 7 km ini berbenah, sejak Danau Toba dan daerah sekitarnya ditetapkan sebagai salah satu dari 10 tujuan wisata utama di negeri ini. Dari Bandara Silangit, kota Pangururan di tepian Danau Toba bisa ditempuh dengan berkendara mobil tidak kurang dari 2,5 jam. Jika dari Bandara Kualanamu, Kabupaten Deli Serdang, memerlukan waktu tak kurang dari 5 jam.

Pukul 10.30: Bukit Muara

Muara, adalah kota kecamatan di Kabupaten Humbang Hasundutan yang terletak di tepian Danau Toba. Muara berjarak sekitar 1 jam perjalanan dari Bandara Silangit. Untuk menikmati keindahan Danau Toba, wisatawan bisa melihat dari kejauhan di atas bukit yang banyak terdapat di sekitar Muara. Danau yang biru langsung menyergap mata, ketika menikmatinya dari bukit yang biasa dipakai untuk olahraga paralayang di sisi Muara. Dari Muara, wisatawan bisa menyeberang ke Pulau Samosir atau Pulau Sibandang dengan menggunakan perahu atau feri. Namun, tidak sedikit wisatawan yang menikmati Toba dari kejauhan, dari atas bukit yang terletak di tepian jalan Silangit-Muara. Muara dikenal pula sebagai daerah penghasil buah mangga khas Toba.

Pukul 12.50: Gardu Pandang Tele

Setelah menikmati keindahan Danau Toba dari perbukitan di Muara, perjalanan dilanjutkan menuju Pangururan yang berjarak sekitar 100 km dari Muara, melalui kawasan Dolok Sanggul. Setelah perjalanan sekitar 2 jam, obyek wisata Menara Pandang Tele di tepian jalan Kecamatan Harian, Samosir terlihat. Gardu pandang empat lantai itu selalu menjadi tujuan wisatawan dalam perjalanan ke Danau Toba. Dengan membayar biaya masuk Rp 2.000 per orang, wisatawan bisa menikmati indahnya Danau Toba dari ketinggian, termasuk mengamati Gunung Pusuk Buhit, yang diyakini sebagai tempat asal muasal orang Batak.

Pukul 13.30: Pangururan

Pangururan adalah ibu kota Kabupaten Samosir, yang terpisah dari Kabupaten Toba Samosir pada 2003. Penduduk di kabupaten ini sekitar 120.000 orang. Di Pangururan, yang luas daerahnya tak lebih dari 121,43 km2 itu dihuni sekitar 31.000 warga. Terletak di tepian Danau Toba, Pangururan menjadi daerah tujuan wisata. Di kota kecamatan ini terdapat sejumlah hotel dan restoran, untuk memenuhi kebutuhan wisatawan yang memadai, meskipun pada pukul 22.00 kondisinya sudah senyap. Pangururan memang tidak seramai Tuktuk atau Parapat, yang menjadi kota tujuan terutama saat berwisata di Danau Toba. Untuk menjangkau Pangururan di Pulau Samosir, wisatawan tak perlu menyeberang memakai feri atau perahu, melainkan lewat jalur darat lintas barat Sumatera.

Pukul 16.00: Museum Inkulturasi Batak

Museum Inkulturasi Batak Toba terletak di tepian Danau Toba, di pusat kota Pangururan, dan berada dalam lingkungan Gereja Katolik Inkulturasi Santo Mikael. Museum dan gereja ini dinamai inkulturasi, karena sepenuhnya mengedepankan arsitektur, gaya, dan ornamen Batak Toba, khususnya rumah adat Batak Toba di Lumban Sui-Sui.

Gereja inkulturasi Santo Mikael di Pangururan, Kabupaten Samosir selain menjadi obyek wisata juga dilengkapi museum inkulturasi toba. Kompas/Tri Agung Kristanto
Gereja inkulturasi Santo Mikael di Pangururan, Kabupaten Samosir selain menjadi obyek wisata juga dilengkapi museum inkulturasi toba.
Kompas/Tri Agung Kristanto

Pembangunan gereja dan museum itu dirintis oleh Leo Joosten OFMCap, pastor asal Belanda yang juga penyusun kamus Batak dan sejumlah buku tentang Batak lainnya. Museum dan gereja di Jalan Uskup Agung Soegijopranoto itu diresmikan pada 7 Juli 1997 oleh Uskup Agung Medan (saat itu) Mgr A Gonti Pius Datubara OFMCap dan Bupati Tapanuli Utara TMH Sinaga. Lokasi museum berada di lantai dasar bangunan gereja. Menurut pengelola Museum Inkulturasi Batak, Dr Herman Nainggolan OFMCap, museum itu dibuka untuk umum tahun 1998.

Koleksi museum tak berasal dari pencarian yang dilakukan pengelola saja, tetapi juga berasal dari penyerahan secara sukarela oleh warga, seperti alat tradisional, alat pertanian, dan alat musik khas Batak yang berusia ratusan tahun, seperti kecapi batak dan buku sastra Batak. Museum mempunyai lebih dari 200 koleksi, seperti ulos (kain) batak dahulu, patung ulubalang, foto lama, lak-lak (tulisan aksara batak di kulit kayu), patung orang Batak, dan tempat obat.

Pukul 20.00: Malam di Tepian Toba

Sejumlah rumah makan berdiri tepat di tepian Danau Toba di Pangururan. Sambil menikmati deburan air danau, wisatawan di kawasan ini bisa menikmati kopi khas Toba, serta melepas lapar dengan menyantap makanan khas Toba, seperti ikan mujair dan ikan mas yang dibakar atau diolah sebagai arsik (kuah kuning), saksang, dan kue lampet.

Minggu (16/10)

Pukul 05.00: Pagi di Tepian Toba

Bermalam di hotel di tepian Danau Toba membuat saat bangun pagi pun, selain bisa menikmati matahari terbit, langsung bersentuhan dengan keindahan danau yang diperkirakan terdalam di seluruh dunia, hingga 450 meter, itu. Di Pangururan, Danau Toba dimanfaatkan oleh warga untuk perikanan budidaya, dengan membuat karamba dan untuk pertanian. Pada Minggu pagi, keluarga di sekitar Danau Toba pun dengan mengenakan pakaian terbaiknya berjalan kaki ke gereja. Umat Kristiani, baik Protestan maupun Katolik, adalah penduduk terbesar di kawasan Toba.

Pukul 09.00: Berburu kopi

Daerah di sekitar Danau Toba merupakan penghasil kopi yang ternama dan terbaik di Sumut. Kabupaten Dairi di sisi Danau Toba menghasilkan kopi sidikalang yang terkenal enak. Dalam perjalanan dari Pangururan kembali ke Silangit, setidaknya dua kabupaten penghasil kopi yang utama di Sumut, dilalui, yakni Kabupaten Tapanuli Utara yang memiliki kopi tarutung, baik kopi luwak maupun kopi ateng serta Kabupaten Humbang Hasundutan yang menghasilkan kopi lintong. Kopi jenis arabika ini sudah terkenal secara internasional sebagai kopi sumatera lintong. Di sepanjang jalan dari Pangururan ke Bandara Silangit, sekitar 100 km, tak sedikit kedai kopi dan perkebunan kopi yang bisa dikunjungi.

Tri Agung Kristanto


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 06 November 2016, di halaman 28 dengan judul ”24 JAM Silangit-Toba”