Kemacetan Menulis sebagai Lahirnya Sang Penulis

0
716

TANGERANG, KOMPAS CORNER – Sebanyak dua puluh mahasiswa UMN terpilih mulai memenuhi deretan bangku ruang seminar. Dengan antusias yang tinggi, mereka rela datang hari Minggu (30/10) untuk mengikuti webinar Kompas-Ubud Writers Readers Fesival 2016 yang disiarkan langsung dari Desa Viesa Ubud, Bali. Seminar yang bertemakan Mengurai Kemacetan dalam Penulisan Kreatif kali ini mendatangkan dua sosok yang  sudah banyak mengecap asam garam dalam dunia sastra Indonesia. Mereka adalah Djenar Maesa Ayu, sineas dan novelis dengan salah satu novel terkenalnya yaitu “Mereka Bilang, Saya Monyet (2001),” serta Trianto Triwikromo, Redaktur dari Harian Suara Merdeka sekaligus dosen di Universitas Dipenogoro Semarang. Selain itu, turut hadir seorang wartawan Kompas, Aryo Wisanggeni, yang berperan sebagai moderator dalam acara ini.

Senada dengan suasana tenang di desa Ubud, dengan santai Pak Tri dan Mbak Djenar berbagi pengalaman mereka menempuh berbagai ‘kemacetan’ selama membuat karya tulis. Untuk mengurangi kemacetan tersebut menurut wanita kelahiran Jakarta, 14 Januari 1973 ini, kita perlu memiliki tekat yang bulat dalam hati bahwa diri kita ingin menghasilkan suatu karya tulis.

“Harus rajin-rajin buka, duduk di depan laptop. Walaupun akhirnya malah browsing, buka medsoc, tapi kita bisa dapet inspirasi dari sana” Ujar penulis novel Nayla tersebut.

Hal selaras juga diungkapkan oleh Pak Tri. Menurutnya, seorang pengarang yang baik pasti pernah mengalami kemacetan dalam menulis . Ia juga menambahkan kalau menulis tidak boleh terburu-buru batas waktu, karena tujuan penulis bukan menikmati hasilnya, tapi untuk menikmati prosesnya, jadi jangan takut bila mengalami kesulitan di tengah-tengah menciptakan sebuah karya tulis.

 

Peserta Webinar, Griffin Immanuel, menceritakan kembali isi novel Nayla.
Peserta Webinar, Griffin Lemuel, menceritakan kembali isi novel Nayla.

 

 

Setelah kedua sastrawan tersebut berbagi cerita seputar kehidupan menulis, peserta yang hadir secara langsung diberi kesempatan untuk menyampaikan rasa penasaran mereka lewat pertanyaan. Salah satu pertanyaannya adalah mengenai cara kita untuk menyikapi self-critics dan perfectionism, yaitu kurangnya kepercayaan pada diri sendiri untuk membuat suatu karya dan takut untuk bersaing dengan penulis-penulis veteran lain. Menaggapi pertanyaan ini, Pak Tri mengajak kita untuk tidak terintimidasi pada diri sendiri, serta menyarankan untuk membuat sebuah cerita dari pengalaman hidup. Tak jauh berbeda, Mbak Djenar juga menambahkan agar kita selalu mencari cara berkomunikasi yang baru untuk menuang gaya bahasa dalam cerita.

“ Kalau mau bikin tulisan, Saya selalu mencari cara komunikasi baru. Semua tema pasti pernah ditulis kan, tapi tergantung cara masing-masing orang bawa ceritanya gimana” imbuhnya.

Selain Web Seminar, acara yang berlangsung di ruang kelas C302 Universitas Multimedia Nusantara ini juga diisi dengan acara interaktif berhadiah lainnya yaitu sesi Tanya-Jawab, Review Novel dan Ice Breaking Games. Hadiah yang disediakan berupa Merchandise Kompas dan Voucher Belanja Gramedia senilai Rp 50.000. Pada sesi Review Novel, total ada 5 peserta yang berani menceritakan kembali novel karya dari dua pemateri semninar yang telah dibagikan sebelumnya. Semua pe-review memberikan tanggapan positif dan skala tinggi untuk karya mereka.

 

20 pendaftar pertama yang berkesempatan mengikuti webinar Kompas-Ubud Writers Festival 2016 di UMN.
20 pendaftar pertama yang berkesempatan mengikuti webinar Kompas-Ubud Writers Readers Festival 2016 di UMN.

 

Seminar live ini kemudian diakhiri dengan foto bersama peserta dan panitia. Jangan menyerah dalam menyelesaikan karya tulismu, karena yang harus dinikmati adalah prosesnya lebih dari hasilnya.

 

Reporter: Clara Tania

Fotografer: Stefanie Sugiharto & Clarentia Tiffany

Editor: Editorial Kompas Corner