Demak dikenal sebagai kota santri. Namun, sesungguhnya Demak tak hanya menawarkan tempat wisata bernuansa religi untuk dikunjungi. Demak juga menawarkan tempat-tempat menarik lainnya. Dengan wisata kulinernya yang menggoda, dengan kekayaan batiknya yang kembali menggeliat.

Bila suatu waktu kesempatan membawa Anda ke Demak, cobalah untuk mengenal kota kecil ini dengan lebih saksama. Ada banyak pilihan yang akan membawa Anda pada pengalaman baru.

Senin (23/5)

09.00, Masjid Agung Demak

Mari kita kenali Demak dari sisi religinya lebih dulu. Karena tak bisa dimungkiri, daya tarik utama Demak memang ada di sini. Salah satunya dari Masjid Agung Demak yang berada di jantung kota Demak, menghadap alun-alun kota Demak.

Hampir setiap hari, masjid yang diperkirakan didirikan oleh Raden Patah, raja pertama Kesultanan Demak pada abad XV Masehi dan Wali Songo ini, ramai dikunjungi orang. Selain ingin menyaksikan seperti apa keagungan masjid yang dicalonkan menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1995 ini, pengunjung umumnya juga berziarah ke makam raja-raja Kesultanan Demak yang berada di sekitar masjid. Tidak heran bila setiap saat, banyak orang hilir mudik.

Arsitektur masjid yang diperkirakan dibangun pada 1466 Masehi ini bernilai filosofis tinggi. Bagian bawah disokong empat tiang utama (soko guru), melambangkan empat mazhab dalam ajaran Islam. Salah satunya, diyakini dibuat oleh Sunan Kalijaga, berasal dari sejumlah potongan kayu (soko tatal). Sementara atap masjid berbentuk limas piramida, dibangun bersusun tiga (gunungan) sebagai simbol tiga sumber penerapan ajaran agama, yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Bagian puncak (mustaka) masjid dimaknai perlambang kekuasaan tertinggi Allah SWT. Menarik sekali bukan?

Masjid Agung Demak yang berdiri tahun 1479 berhadapan dengan alun-alun Kota Demak, Jawa Tengah, Senin (23/5). Masjid ini didirikan Raja Demak Pertama, Raden Patah dan diyakini sebagai masjid tertua tempat berkumpulnya sembilan wali (wali songo) saat penyebaran agama Isalam. Kompas/Lucky Pransiska (UKI) 23-05-2016
Masjid Agung Demak yang berdiri tahun 1479 berhadapan dengan alun-alun Kota Demak, Jawa Tengah, Senin (23/5). Masjid ini didirikan Raja Demak Pertama, Raden Patah dan diyakini sebagai masjid tertua tempat berkumpulnya sembilan wali (wali songo) saat penyebaran agama Isalam.
Kompas/Lucky Pransiska (UKI)
23-05-2016

10.30, Museum Masjid Demak

Di kompleks masjid terdapat museum yang menyimpan riwayat perjalanan Masjid Agung Demak. Museum ini juga menyimpan koleksi benda bersejarah, seperti bagian-bagian soko guru yang rusak, sirap, kentongan dan beduk peninggalan para wali, dan dua buah gentong (tempayan besar) dari Dinasti Ming hadiah dari Putri Campa abad ke-14.

Ada pula foto-foto Masjid Agung Demak tempo dulu, lampu-lampu dan peralatan rumah tangga dari kristal dan kaca, Al Quran 30 juz tulisan tangan, maket Masjid Demak tahun 1845-1864 M, beberapa prasasti kayu memuat angka tahun 1344 Saka, hingga lampu robyong masjid Demak tahun 1923-1936 M.

Yang paling menarik adalah pintu bledeg buatan Ki Ageng Selo tahun 1466 M, dibuat dari kayu jati berukiran tumbuh-tumbuhan, suluran, jambangan, mahkota, dan kepala naga. Konon, kepala naga tersebut menggambarkan petir yang ditangkap oleh Ki Ageng Selo.

Pintu Bledeg karya Ki Ageng Selo di Museum MAsjid Agung Demak, Kabuoaten Demak, Jawa Tengah, Senin (23/5). Muesum ini menyimpan benda sisa bangunan Masjid Agung Demak yang didirikan Raja Demak Pertama, Raden Patah dan diyakini sebagai masjid tertua tempat berkumpulnya sembilan wali (wali songo) saat penyebaran agama Isalam. Kompas/Lucky Pransiska (UKI) 23-05-2016
Pintu Bledeg karya Ki Ageng Selo di Museum MAsjid Agung Demak, Kabuoaten Demak, Jawa Tengah, Senin (23/5). Muesum ini menyimpan benda sisa bangunan Masjid Agung Demak yang didirikan Raja Demak Pertama, Raden Patah dan diyakini sebagai masjid tertua tempat berkumpulnya sembilan wali (wali songo) saat penyebaran agama Isalam.
Kompas/Lucky Pransiska (UKI)
23-05-2016

11.30, Asem-asem daging dan garang asem

Usai mengitari kompleks Masjid Agung, ada baiknya berhenti sejenak untuk makan siang. Pilihan terbaik adalah asem-asem daging dan garang asem yang bisa dinikmati di Rumah Makan Rahayu, tak jauh dari masjid agung di Jalan Sultan Patah.

Rumah makan ini sangat legendaris. Nama Rahayu ini diambil dari nama pemiliknya, Sri Rahayu, yang mendirikan rumah makan itu tahun 1965 di kawasan Pecinan. Rumah makan di Jalan Sultan Patah, mulai ditempati tahun 1990 dan kini dikelola anak tertua Rahayu, yaitu Bambang.

Rasakan sendiri racikan asem-asem daging yang rasanya asam-asam segar karena menggunakan belimbing wuluh dan asam jawa. Potongan daging sapinya terasa lembut, sangat menggoda kala disantap dengan nasi hangat mengepul. Sensasi serupa juga bisa didapat dari racikan garang asem yang menggunakan daging ayam kampung. Segar dan sedap menggoyang lidah. Jangan sampai melewatkan kedua menu ini bila Anda berkunjung ke Demak.

14.00, Kerajinan rebana dan beduk

Dengan perut kenyang, perjalanan bisa dilanjutkan untuk melihat kerajinan rebana dan beduk di kawasan Jatimulyo. Di sana, umumnya pekerjanya adalah para santri. Dari Jatimulyo, rebana dan beduk yang sudah jadi kemudian dipasarkan di kawasan Kadilangu.

Menurut salah seorang perajin, Fadloli, bahan baku rebana adalah kayu mangga dan kayu trembesi. Sementara kayu nangka khusus digunakan untuk kentongan karena suaranya lebih nyaring.

Rebana dan beduk dari Demak, ujar Fadloli, banyak dikirim ke luar Demak. Paling banyak adalah Kalimantan. Sementara pesanan dari luar negeri datang dari Turki. Selain rebana dan beduk, perajin umumnya juga membuat gitar gambus.

Kayu bahan baku rebana yang dijual Fadloli di Jatimulyo, Bonang, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Senin (23/5). Jatimulyo salah satu sentra perajin rebana dan bedug di Jawa Tengah. Kompas/Lucky Pransiska (UKI) 23-05-2016
Kayu bahan baku rebana yang dijual Fadloli di Jatimulyo, Bonang, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Senin (23/5). Jatimulyo salah satu sentra perajin rebana dan bedug di Jawa Tengah.
Kompas/Lucky Pransiska (UKI)
23-05-2016

15.00, Ziarah Makam Sunan Kalijaga

Menjelang sore, perjalanan masih bisa dilanjutkan ke makam Sunan Kalijaga di kawasan Kadilangu. Bagi orang-orang tertentu, berziarah ke makam Sunan Kalijaga menjadi pengalaman kebatinan tersendiri.

Sunan Kalijaga yang lahir bergelar Raden Sahid itu, dikenal tak hanya menjadi seorang ulama besar. Namanya juga identik dan menjadi contoh syiar damai Islam di Tanah Air. Dia sangat menghormati adat kebiasaan, kepercayaan, dan agama masyarakat saat itu, yang mayoritas penganut Buddha dan Hindu.

Selain itu, Sunan Kalijaga juga piawai memanfaatkan pendekatan budaya. Antara lain melalui gamelan, ”Wayang Kalimasada”, tembang-tembang tradisional masyarakat Jawa macam ”Gundul Pacul” dan ”Lir Ilir”. Hingga kini makam Sunan Kalijaga kerap dikunjungi para peziarah dari berbagai penjuru Tanah Air.

Setelah ziarah, kami memilih menikmati suasana kota Demak dengan berputar-putar di sekitaran kota hingga malam berlalu.

Rabu (25/5)

09.00, Kawasan Hutan Mangrove Bedono

Setelah kemarin lebih banyak menyusuri lokasi bernuansa
religius, ada pilihan lain untuk melihat sisi berbeda dari Demak. Salah satunya adalah kawasan hutan mangrove di wilayah pantai Demak, sekitar 1 jam naik perahu dari perkampungan nelayan Kelurahan Bedono, Kecamatan Sayung.

Lokasi ini menarik karena sebagian kawasan hutan mangrove itu dahulu merupakan sejumlah desa yang didiami penduduk, tetapi tenggelam akibat proses abrasi. Untuk bisa berkeliling di area hutan bakau itu ada perahu yang bisa disewa dengan tarif perorangan ataupun rombongan.

Area tersebut sebenarnya dibangun sekitar 15 tahun lalu, kerja sama antara pemerintah daerah, Kementerian Lingkungan Hidup, dan organisasi internasional nirlaba asal Jepang (OISCA). Tujuannya, untuk meredam abrasi air laut, yang makin masif sejak dua dekade lalu.

Kini, sebagai kawasan konservasi dan wisata, pengunjung bisa mengamati keberadaan sejumlah hewan yang biasa berhabitat di dalam hutan bakau, seperti ikan, kepiting, serta burung bangau. Burung-burung bangau juga bisa dilihat bertengger dan terbang di sepanjang jalur perjalanan menyusuri kawasan hutan bakau.

13.00, Batik Demak

Sebagai pelengkap, tidak afdal bila melewatkan kesempatan berbelanja batik demak yang kini juga mulai menggeliat. Di antaranya di kawasan Karangmlati yang dibina oleh Dwi Marfiana dan Sri Setyani di Kelurahan Mangunjiwan.

Salah satu kekhasan batik demak adalah motif sisik ikan. Seiring bertumbuhnya kreativitas pembatik di Demak, motif-motif baru pun lahir. Salah satunya motif bulus dan pintu bledeg dari Masjid Agung.

Dwi As Setianingsih & Wisnu Dewabrata


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 Oktober 2016, di halaman 29 dengan judul “Demak”.