Dalam dekapan senja nan romantis, kami menikmati gurihnya kebab turki. Ini pengalaman makan menyenangkan di tepian Selat Bosphorus yang memisahkan daratan Eropa dan Asia.

Warna langit pada sisa hari Jumat (9/9) tampak biru cerah, membentang di atas Bebek, kawasan elite di tepi Selat Bosphorus, Istanbul, Turki. Para pengelola kapal yang biasa membawa turis menyusuri Bosphorus sibuk menyiapkan jamuan makan dan minum. Musik telah terdengar dari kapal-kapal mewah yang masih bersandar di dermaga itu, seperti menjanjikan asyiknya pesta nanti malam.

Kami, rombongan wartawan asal Indonesia yang berkunjung ke Istanbul atas undangan Turkish Airlines, diajak mencicipi suasana pada pengujung hari di Restoran Reina. Pemandu wisata mengatakan, Reina adalah salah satu restoran mewah di kawasan Bebek yang menjadi tempat nongkrong para selebritas Turki. Itu sebabnya, penggunaan kamera sangat dibatasi demi kenyamanan para pesohor tersebut.

Restoran Reina tepat berada di sisi Selat Bosphorus yang masuk daratan Eropa. Dari sini, kita bisa memandang daratan Asia dalam jarak kurang dari 2 kilometer. Sebagian kota Istanbul memang masuk daratan Eropa, sebagian lagi Asia. Keduanya hanya dipisahkan oleh selat sempit selebar kurang dari 2 kilometer bernama Bosphorus.

Ketika senja terus menua, gedung-gedung, rumah, kubah masjid, dan menara telekomunikasi yang tumbuh di bukit-bukit di daratan Asia semakin terlihat kuning keemasan. Berangsur kemudian bangunan-bangunan kian samar, lantas berubah menjadi titik-titik terang di hari yang gelap. Itu adalah ribuan lampu yang tampak seperti sekawanan bintang turun perlahan ke bumi untuk menginap semalam.

Jembatan Sultanahmet Al Fatih membentang di atas Selat Bosphorus, menghubungkan daratan Asia dan Eropa, Istanbul, Turki, Jumat (9/9) lalu. Kompas/Budi Suwarna (BSW) 09-09-2016 Utk DNB
Jembatan Sultanahmet Al Fatih membentang di atas Selat Bosphorus, menghubungkan daratan Asia dan Eropa, Istanbul, Turki, Jumat (9/9) lalu.
Kompas/Budi Suwarna (BSW)
09-09-2016
Utk DNB

Pemandangan indah itu kadang diselip oleh kapal-kapal mewah pengangkut turis yang hilir-mudik di depan mata. Sebagian penumpangnya yang berbaju formal, seperti gaun dan jas, terlihat mengangkat gelas untuk bersulang. Pesta rupanya baru saja dimulai.

Kami pun memulai pesta dengan mengudap sepiring saksuka yang rupanya mirip balado terung. Untuk ukuran lidah Indonesia, rasa saksuka terasa hambar. Jejak gurih, manis, dan pedas terasa samar. Hanya jejak asam yang terasa lebih jelas.

Dalam beberapa menit, di meja kami telah terhidang makanan utama, yakni kebab daging ayam yang terlihat lembab dan mengundang selera. Seperti saksuka, rasa kebab itu juga ringan dengan jejak gurih dan aroma asap daging panggang seperlunya saja. Setelah ditambah irisan cabai hijau dan tomat yang dibakar hingga kulitnya sedikit menghitam, rasa kebab itu menjadi lebih dalam.

Kami menutup pesta makan malam itu dengan minuman bersoda. Sebagian mencicipi raki, minuman tradisional khas Turki atau kopi turki yang kental. Dan, tak terasa senja berlalu begitu saja.

Sebuah kapal wisata melintas di Selat Bosphorus dengan latar belakang bangunan-bangunan yang tumbuh di bukit, Jumat (9/9) sore. Pemandangan cantik seperti itu dengan leluasa bisa dinikmati turis di kawasan Bebek, Istanbul, Turki. Kompas/Budi Suwarna (BSW) 09-09-2016
Sebuah kapal wisata melintas di Selat Bosphorus dengan latar belakang bangunan-bangunan yang tumbuh di bukit, Jumat (9/9) sore. Pemandangan cantik seperti itu dengan leluasa bisa dinikmati turis di kawasan Bebek, Istanbul, Turki.
Kompas/Budi Suwarna (BSW)
09-09-2016

Siang yang indah

Suasana siang di tepi Selat Bosphorus tak kalah indahnya. Kami menikmatinya di Restoran Ali Ocakbasi yang terletak antara Selat Bosphorus dan mulut Golden Horn, pelabuhan alam yang sudah ada di Istanbul sejak beradab-abad lalu.

Dari teras restoran itu kita bisa melihat kapal-kapal tanker dan kargo melintas di Selat Bosphorus dari Laut Marmara di selatan menuju Laut Hitam di sebelah utara atau sebaliknya. Ini adalah jalur lalu lintas barang yang amat penting dari Asia ke Eropa atau sebaliknya.

Siang itu, kami menikmati kebab adana yang berasal dari daerah Adana di Turki bagian selatan. Kebab ini berbeda dengan kebab daging ayam yang disajikan Reina. Kebab Ali Ocakbasi berbahan daging sapi cincang bercampur lemak kambing. Kedua bahan itu digulung dan dipanggang di atas tungku kayu bakar.

Aroma kebab adana yang harum telah menggoda sejak masakan itu masih dipanggang dan mengepulkan asap putih. Dalam sekian menit, kebab itu telah mampir di lidah kami dan meninggalkan jejak gurih, asin, asam, pahit, dan bau asap yang tegas. Kebab ini disantap dengan saksuka, lavas (sejenis roti tawar tipis), keju kambing beraroma tajam, dan bulgur yang dimasak dengan saus tomat serta bawang.

Kebab ayam yang disajikan di Restoran Reina di kawasan Bebek, Istanbul, Turki, Jumat (9/9). Kompas/Budi Suwarna (BSW) 09-09-2016 Utk DNB
Kebab ayam yang disajikan di Restoran Reina di kawasan Bebek, Istanbul, Turki, Jumat (9/9).
Kompas/Budi Suwarna (BSW)
09-09-2016
Utk DNB

Lewat kebab, saksuka, bulgur, dan keju kambing yang menyengat, kami berkenalan dengan masakan Turki. Seperti masakan Eropa umumnya, masakan Turki cenderung mempertahankan kesegaran rasa asli bahan pembuatnya. Karena itu, tak banyak bumbu atau rempah ditambahkan ke dalam masakan. Ikan bakar, misalnya, hanya dibumbui garam dan setelah matang dibubuhi sedikit jeruk lemon. Dengan begitu, jejak rasa setiap masakan lebih terus terang dan telanjang.

Bagaimanapun, menyantap masakan Turki di tepian Selat Bosphorus merupakan pengalaman yang menyenangkan. Apalagi, sebagian besar restoran yang tumbuh di Istanbul, baik sisi Asia maupun Eropa, tidak hanya menawarkan makanan, tetapi juga memanjakan mata dengan pemandangan indah.

Restoran-restoran yang sebagian masuk kategori mewah itu bermunculan bak cendawan di musim hujan seiring ledakan industri pariwisata di Istanbul sejak beberapa tahun terakhir. Restoran-restoran itu menawarkan pengalaman makan dengan tarif 50-150 lira Turki atau Rp 300.000-Rp 700.000.

Meski jumlah turis setahun terakhir turun seturut rentetan konflik dan peristiwa politik, restoran-restoran di tepi Selat Bosphorus tetap diminati pengunjung. Pesta-pesta terus berlangsung di restoran atau kapal-kapal mewah.

Pesta-pesta itu tetap menarik para turis asing yang ingin menikmati hidup atau turis lokal yang ingin keluar sejenak dari hiruk-pikuk politik negeri itu.

Roti tawar dan saksuka Kompas/Budi Suwarna (BSW) 09-09-2016
Roti tawar dan saksuka
Kompas/Budi Suwarna (BSW)
09-09-2016

Budi Suwarna


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Oktober 2016, di halaman 30 dengan judul “Kebab di Tepi Bosphorus”.

Comments are closed.