”Aji, Aji, Aji,” teriak para penonton mengelu-elukan nama Triady Fauzi dari tribune timur Gelanggang Renang Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Jawa Barat, Selasa (20/9). Hujan rintik-rintik tak menyurutkan semangat penonton untuk menyambut sang penguasa kolam renang dari Jabar itu.
Triady yang sedang berjalan ke podium juara untuk menerima pengalungan medali emas membalas teriakan itu dengan lambaian tangan dan senyum yang lebar. Ia pantas bergembira karena medali emas yang direbutnya pada nomor 200 meter gaya kupu-kupu putra itu merupakan medali emas kedelapan pada PON Jabar 2016.
Dengan raihan itu, Triady menjadi pengumpul medali emas terbanyak pada ajang empat tahunan itu. PON Jabar 2016 masih berlangsung tujuh hari lagi, tetapi tidak akan ada atlet yang sanggup melewati pencapaian Triady.
Dengan delapan emas yang dia raih, Triady mempertajam prestasinya sendiri yang pernah merebut tujuh emas pada PON Riau 2012. Perenang berusia 25 tahun itu juga memecahkan lima rekor PON pada nomor-nomor perorangan atau nonestafet. Salah satu rekor yang dipecahkannya adalah rekor PON pada nomor 100 meter gaya bebas atas nama Richard Sam Bera yang sudah bertahan dua dekade.
”Saya tidak memiliki rahasia khusus sampai dapat merebut banyak emas pada PON kali ini. Saya hanya berlatih keras setiap hari dan menjaga komitmen untuk mempersembahkan yang terbaik,” kata Triady.
Pencapaian perenang bertinggi 1,84 meter itu pada PON kali ini merupakan buah latihan panjang dan intensif. Sejak akhir 2015, Triady menjadi salah satu perenang Indonesia yang dipersiapkan untuk lolos ke Olimpiade Rio 2016.
Bersama para perenang Pelatnas, Triady menjalani latihan dan uji lomba di Perancis pada pertengahan sampai akhir Desember 2015. Pada triwulan pertama 2016, Triady bersama I Gede Siman Sudartawa dan Glenn Victor dikirim ke Goldcoast, Australia, untuk berlatih di bawah pelatih spesialis sprint Gavin Urquhat.
Penampilan ketiga perenang itu meningkat, tetapi mereka gagal lolos ke limit A Olimpiade. Tim renang Indonesia akhirnya mendapat dua wildcard ke Olimpiade.
Sepulangnya dari Australia, Triady berlatih keras di Pelatda Jabar untuk menghadapi PON. Pelatih tim Jabar, Donny B Utomo, mengatakan, Triady berlatih di bawah bimbingan pelatih khusus sprint, Dani Munardan.
”Triady atlet yang disiplin dan bersemangat tinggi untuk menjadi yang terbaik. Dia berlatih di kolam dua jam pada pagi hari dan dua jam pada sore hari. Pada siang hari, dia berlatih di pusat kebugaran,” kata Donny.
Menurut Donny, Triady sangat cocok dengan renang sprint. Metabolisme tubuhnya memberi ledakan energi besar pada jarak pendek. Ayunan tangannya sangat cepat dan kayuhan kakinya sangat kuat.
Triady juga menjaga makanannya dengan sering mengonsumsi sushi dan daging yang tinggi protein untuk membantu membentuk otot-ototnya. Akan tetapi, ”Makanan yang paling saya suka adalah telur dadar dengan irisan bawang merah, seledri, dan isian lainnya. Namun, masakan ibu, apa pun itu, saya juga suka.”
Jalan berliku
Triady mengenal renang sejak TK karena ajakan ayahnya yang pelatih renang privat. Ayahnya sering mengajak Triady kecil ke kolam renang di dekat rumahnya.
Triady ternyata berbakat dan dengan cepat menguasai semua gaya sehingga dia kemudian dimasukkan ke klub Tirta Marta Cimahi. Di klub itu, potensi Triady semakin terasah dan akhirnya pindah ke klub yang lebih besar, yaitu klub Aquarius Bandung. Sejak itu, Triady aktif mengikuti berbagai kejuaraan di tingkat daerah sampai nasional dengan mengikuti semua gaya dan banyak nomor. Dalam sebuah kejuaraan nasional, Triady remaja bertemu dengan Richard Sam Bera dan meminta tanda tangannya. Richard adalah idola Triady sewaktu kecil. ”Memecahkan rekor Richard adalah kebanggaan bagi saya karena dia adalah salah satu idola saya,” kata Triady.
Lulusan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Pasundan itu mengaku pernah mengalami kebosanan saat SMA. Dia ingin seperti rekan-rekannya yang bebas bermain seusai sekolah. Namun, orangtuanya menasehati agar Triady tidak menyia-nyiakan waktu dan latihan yang sudah dijalani.
Akhirnya, ia kembali bersemangat berlatih dan terpilih menjadi anggota tim Jabar untuk mengikuti PON 2008 di Kalimantan Timur pada usia 17 tahun. Saat itu, Triady merebut perak di nomor estafet dan perunggu di 400 meter kupu-kupu.
Atas bimbingan para pelatih di Jabar, Triady mulai fokus di jarak pendek, terutama gaya bebas dan kupu-kupu. Triady mulai berkembang menjadi atlet nasional dan mengikuti SEA Games Palembang 2011 sebagai andalan di gaya bebas. Dia tidak memperoleh emas di nomor perorangan, tetapi mendapat emas di estafet 4 x 100 meter gaya ganti.
Pada PON Riau 2012, Triady meraih tujuh emas dan menjadi peraih emas terbanyak. Pada Islamic Solidarity Games Palembang 2013, Triady merebut tiga emas pada nomor 50 meter, 100 meter, dan 200 meter gaya kupu-kupu.
Pada SEA Games 2013 Myanmar, Triady mempersembahkan dua emas pada nomor 50 meter dan 100 meter gaya bebas. Dia juga mencetak rekor SEA Games pada 100 meter gaya bebas putra.
Prestasi Triady melorot pada 2015 dan gagal merebut emas pada SEA Games Singapura. Pelatihan performa tinggi yang kurang intensif membuat Triady dan para perenang Indonesia lainnya tidak berdaya.
”Saya berharap, Indonesia menyusun program performa tinggi yang intensif dan lengkap seperti di Australia. Program itu harus jangka panjang dan tidak terputus agar kami bisa berprestasi di SEA Games dan merebut medali di Asian Games,” ujar Triady.
Kini, dengan semua bonus yang sudah dan akan diterimanya, Triady berniat menyusun masa depannya. Ia bersiap membangun usaha di bidang kuliner dan fotografi. ”Saya punya gelar sarjana, tetapi saya ingin hidup mengikuti passion saya, yaitu bisnis dan fotografi,” kata Triady.
Emilius Caesar Alexey
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 September 2016, di halaman 16 dengan judul “Raja Renang Cimahi”.