Sebelum 1980-an, Kota Batu hanya kota kecil yang alamnya didominasi belukar dan bebatuan. Nyaris tak bisa ditanami. Dibentengi Gunung Anjasmoro, Arjuno, Welirang, Kawi, Banyak, dan Panderman, menjadikan kota yang ada di ketinggian 800-1100 meter di atas permukaan laut ini terpencil.
Harga tanah di kota dengan penduduk 215.000 jiwa tersebut kala itu masih Rp 5.500 per meter persegi. Namun, kini, kota pegunungan itu tak ubahnya batu mulia. Wisata dan pertanian berkembang pesat. Orang berebut berinvestasi di sana. Harga tanah pun melejit ratusan kali lipat. Perubahan terjadi seiring suksesnya menarik wisatawan datang.
Monggo Mbatu. Sepotong tulisan tersebut beberapa kali muncul di iklan pariwisata Kota Batu, Jawa Timur. Monggo berarti silakan. Monggo mbatu berarti silakan pergi ke Kota Batu. Sebuah undangan tersurat.
Pengunjung tidak harus membayar mahal untuk menikmati keelokan alam Kota Batu. Alun-alun Kota Batu, misalnya, merupakan tempat wisata gratis bagi siapa saja. Pengunjung bisa memulai petualangan dari sana. Di lokasi itu terdapat pos informasi yang bisa menjadi rujukan menuju beberapa tempat.
Dari alun-alun, kita bisa meniti Jalan Bukit Berbunga hingga ke desa bunga Sidomulyo dan Gunungsari di Kecamatan Bumiaji. Bunga mawar, krisan, palem, dan aneka tanaman buah dikembangkan dengan baik di sana.
Menyusuri Desa Gunungsari, kita bisa sampai di hutan pinus. Menghirup segarnya udara di antara hijaunya pinus sambil memandang permukiman warga dari atas bukit menghadirkan ketenangan dan kegembiraan tersendiri. Gembira karena mampu meresapi keindahan alam dan ketenangan jiwa karena mengingatkan betapa kecilnya kita sebagai manusia (saat berada di ketinggian).
Di ujung perjalanan menyusuri hutan pinus, kita akan tiba di Gunung Banyak. Di sini, kita bisa menguji nyali dengan terbang menggunakan paralayang. Lokasi ini salah satu titik terbaik mengamati Kota Batu dari ketinggian.
Petualangan menikmati kota seluas 202,8 kilometer persegi itu kian lengkap jika dilanjutkan naik menuju Desa Junggo, sentra kebun apel. Pengalaman memetik apel dan sayuran di kebun akan menjadi kenangan tak terlupakan. Naik lagi ke Desa Sumberbrantas, pengunjung bisa berendam di pemandian air hangat Cangar.
Berbasis pertanian
Hampir di seluruh tempat kita temukan kesuburan tanaman bunga, buah, dan sayuran yang menghijau dan berbunga warna warni. Dengan segala keelokan dan keunikan itu, tak heran jika Belanda kemudian menyebut kota ini sebagai ”De klein Switzerland” atau ”Swiss Kecil”.
Jika ingin menjajal pesona buatan, pengunjung bisa pergi ke berbagai wahana, seperti Jatim Park, Batu Night Spectacular, Museum Angkut, Selecta, dan Crocodile Fun Park atau Taman Buaya. Tempat wisata yang dikelola swasta ini sudah dikenal luas di kalangan wisatawan.
Untuk menikmati pesona kota bersuhu 18-30 derajat celsius ini, pengunjung bisa menginap. Tersedia 66 hotel dengan total 5.484 kamar. Namun, karena setiap akhir pekan ada sekitar 50.000 pengunjung berwisata ke Kota Batu, kota tetangga, yaitu Kota Malang, pun menjadi pilihan lain untuk menginap.
Yang mengesankan selama perjalanan menikmati Kota Batu adalah kita akan menjumpai keramahan dan persahabatan masyarakat agraris. Hampir sebagian besar warga Kota Batu adalah petani. Ini karena kota ini memang menahbiskan diri sebagai kota wisata berbasis pertanian.
Coba saja mendekat ke petani yang sedang panen. Maka, Anda akan ditawari untuk membawa atau mencoba sayur dan buah yang mereka panen. Bahkan, tak jarang di antara mereka akan mengundang tamunya datang ke rumah untuk sekadar ngobrol.
”Dengan menganggap pengunjung sebagai tamu dan sahabat, mereka akan betah berlama-lama di sini,” kata Endik, petani apel asal Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji.
Batu bertekad menjadi kota wisata berbasis pertanian. Itu sebabnya sektor pertanian sangat diperhatikan. ”Ke depan, kami akan menata wisata alamnya agar juga mengemuka, termasuk pertaniannya,” kata Pelaksana Teknis Kepala Dinas Pariwisata Kota Batu Achmad Suparto.
Salah satu persoalan Kota Batu adalah kemacetan, terutama di akhir pekan. ”Akses menuju Kota Batu sedang dikerjakan Pemerintah Provinsi Jatim dengan membuat jalan tembus Pasuruan-Kota Batu. Ini akan menambah akses menuju Kota Batu selain melalui Kota dan Kabupaten Malang,” kata Wali Kota Batu Eddy Rumpoko.