SERPONG, KOMPAS CORNER — Wanita. Mahluk ciptaan Sang Khalik dengan seribu misteri dan serpihan mutiara yang tersingkap dari tingkah lakunya. Ketika tengah menelusuri keberadaan mahluk bernama “wanita”, sebagian dari kita kerap kali menggunakan sudut pandang yang subjektf. Secara pribadi, jujur saya juga belum bisa mengungkapkan wanita dengan jelas. Ketika hendak menelusuri sosok dan makna dibalik kehadiran wanita, justru kadang kala kita menemui pertanyaan baru yang sulit terjawab seperti “Apa sesungguhnya tujuan Tuhan menciptakan wanita?” dan beragam pertanyaan unik lainnya. Belum usai menjawab pertanyaan tersebut, pemikiran saya lantas dibayangi oleh sosok wanita ideal. Ketika kita tengah mengimpikan wanita yang sempurna, Tuhan justru menghadirkan wanita yang luar biasa untuk kita. Dalam hal ini, wanita yang dimaksud tak hanya kekasih, namun juga wanita yang ada di sekitar kita seperti ibu, nenek, saudara perempuan, teman dan lainnya.
Wanita. Manusia dengan dua sisi yang berlawanan satu sama lain; lemah dan tangguh. Selain memiliki 2 sisi yang bertentangan, wanita juga memiliki keparasan yang memikat lawan jenisnya, yakni pria. Keelokan seorang wanita bahkan mampu membuat pria diperbudak oleh nafsu. Namun, di sisi lain, keelokan wanita juga mampu meluluhkan hati sang pria. Wanita sendiri bagaikan ujian yang diberikan Tuhan kepada seluruh pria yang ada di dunia ini. Mungkin “ujian” tersebutlah yang lantas membuat kita semakin sulit untuk menjelaskan sosok dan makna dibalik kehadirannya.
Sejalan dengan perkembangan zaman, wanita terus berkembang dan berubah. Hal itu bisa saja terjadi berkat asimilasi dan akulturasi budaya, atau pun faktor lainnya. Umumnya, wanita yang tinggal dan menetap di negara belahan timur lebih identik dengan sosok ‘keibuan’ yang mampu menangani segala perihal rumah tangga dengan baik. Sosok wanita di belahan timur lebih identik pada sosok sederhana yang mampu membimbing anak-anaknya menjadi insan yang berguna bagi bangsa dan negara. Sementara itu, sosok wanita yang menetap di belahan barat justru berbeda. Wanita yang menetap di bumi belahan barat cenderung lebih ‘independen’ dan mampu mewujudkan cita-citanya dengan gemilang.
Usai membandingkan sosok wanita, kemudian pertanyaan berikutnya kembali terlintas di pikiran saya. Lantas, diantara menjadi sosok pengurus keluarga dan menjadi sosok wanita karier, mana yang terbaik? Tak sedikit dari mereka yang mengorbankan cita-citanya demi menjadi pengurus keluarga yang “luar biasa”. Menurut saya, keduanya sama baiknya, sama benarnya. Bahkan, alangkah baiknya jika kedua hal tersebut bisa disatukan agar mampu menciptakan “harmoni” yang indah dalam perjalanan kehidupan. Saya teringat akan rangkaian kalimat yang dituturkan oleh salah satu pahlawan wanita Indonesia, yang juga merupakan seorang jurnalis asal Sumatera Barat, yakni Rohana Kudus.
“Perputaran zaman tidak akan pernah membuat wanita menyamai laki-laki. Wanita tetaplah wanita dengan segala kemampuan dan kewajibannya. Yang harus berubah adalah wanita harus mendapat pendidikan dan perlakukan yang lebih baik. Wanita harus sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah yang kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan”.
Dunia ini pasti akan hampa tiada tara tanpa kehadiran mahluk misteri ciptaan Tuhan. Untuk itu, hargailah setiap wanita yang ada, sayangi mereka dan perlakukanlah dengan adil. Pasalnya, perbuatan yang dilakukan oleh wanita pada hakikatnya mencerminkan akhlak yang mulia dan niat yang tulus.
Penulis : Gulman Azkiya
Editor : Editorial Kompas Corner UMN
Foto : kompasiana.com