Nama Taman Sari sedang melambung sebagai salah satu objek wisata yang digandrungi. Salah satu sebabnya adalah kehadiran teknologi ponsel genggam pintar yang memiliki fitur aplikasi instagram. Para anak muda berlomba-lomba mengunggah setiap sisi kemolekan Taman Sari versi mereka. Seperti wabah, pengunjung Taman Sari pun meningkat drastis karena sosial media yang didesain seperti album foto digital, instagram. Kemegahan Taman Sari masih bisa dinikmati meskipun kondisinya tidak lagi utuh. Reruntuhan tersebut seolah menghadirkan keindahan masa lalu dalam balutan romantisme kisah sejarah yang dituturkan. Dari cerita yang beredar, Taman Sari mulanya adalah pemandian istana. Kini, pemandian tersebut tidak lagi difungsikan.
Berlokasi di Jalan Taman, Yogyakarta, Taman Sari tidak sulit untuk ditemukan. Cukup menumpang becak yang berkeliaran di sekeliling Keraton Yogyakarta, maka Anda akan diantar menuju Taman Sari. Kira-kira lima belas menit yang ditempuh dari alun-alun utara, Anda sampai di Taman Sari. Setibanya di sana, suguhan arsitektur yang masih memiliki kekuatan magis akan menyambut Anda. Dahulu, Taman Sari merupakan tempat rehat bagi keluarga kerajaan sekaligus benteng pertahanan yang didirikan Sri Sultan Hamengku Buwono 1 pada tahun 1758-1765. Kini, Taman Sari ditetapkan sebagai cagar budaya.
Mulanya, bangunan tersebut memiliki luas sekitar sepuluh hektar dengan 57 bangunan. Kompleks kolam pemandian, danau buatan, pulau buatan, jembatan gantung, lorong bawah tanah, kanal air, taman, dan beberapa gedung dengan corak Eropa, Tiongkok, Jawa, Hindu, Budha, dan Islam menambah semarak suasana Taman Sari. Bupati Madiun kala itu, Tumenggung Prawirosentiko menanggung keuangan yang dibutuhkan selama pembangunan Taman Sari. Demang Tegis, arsitek asal Portugis ditugasi sebagai arsitek perancang Taman Sari. Bila dibandingkan pada masa masih difungsikannya Taman Sari, luas Taman Sari menyusut jumlahnya. Ini disebabkan berdirinya rumah penduduk di kompleks Taman Sari.
Terbagi dalam empat kompleks, Taman Sari menawarkan cerita yang menarik digali para pengunjung. Di sebelah barat, terdapat danau buatan yang menyajikan keindahan Pulo Kenongo, Pulo Cemethi, dan Sumur Gumuling. Menurut penuturan pemandu, Pulo Kenongo adalah gambaran sebuah pulau yang mengapung di tengah danau buatan. Berdiri Gedhong Kenongo di atas Pulo Kenongo. Gedhong Kenongo dulunya dimanfaatkan untuk mengintai dan mengawasi sekeliling wilayah keraton. Dari tempat tersebut terlihat jelas gerak-gerik setiap warga yang melintas. Ventilasi udara yang difungsikan sebagai terowongan bawah tanah yang bisa dipakai untuk kabur dari musuh kerap mengundang keheranan pengunjung. Bila ada waktu, sempatkan diri menyaksikan matahari terbenam dari Gedhong Kenongo.
Di sebelah selatan danau buatan, terdapat pemandian Umbul Binangun. Kala itu, Sultan, para putri, dan selirnya biasa menggunakan Umbul Binangun untuk mandi berendam. Tembok tinggi mengitari setiap sisi Umbul Binangun. Nama lain dari Umbul Binangun adalah Umbul Pasiraman. Tersedia tiga buah kolam dalam umbul tersebut yakni Umbul Muncar, Blumbang Kuras, dan Umbul Binangun. Kemegahan umbul itu semakin lengkap dengan air mancur berwujud jamur. Untuk mencapai lokasi, kita harus melintasi dua buah gerbang di sebelah barat dan timur.
Pasarean Ledok Sari dan Kolam Garjitawati menanti kita di sebelah selatan Umbul Binangun. Lalu, sebelah timur yang memanjang dari Pemandian Umbul Binangun sampai Pasarean Ledok Sari dan Kolam Garjitawati, merupakan danau dengan pulau buatan serta jembatan gantung dan kanal. Pemandian Umbul Binangun menjadi saksi kemewahan Taman Sari yang masih tersisa dalam kondisi utuh. Tiga bagian lain telah ditempati penduduk yang dulunya abdi dalam Keraton Yogyakarta.
Bagi saya, mengunjungi Taman Sari merupakan kenikmatan tersendiri. Banyak cerita yang belum tersingkap yang nantinya akan memperkaya khazanah pengetahuan tentang negeri ini. Pesan pentingnya adalah boleh berkunjung ke objek wisata namun jangan rusak keindahan yang tersaji dengan aksi nakal dan jahil kita. Mari menjelajah. Indonesia itu kaya.