Merias Kota Di Kanvas Raksasa Dari 12PM

It's all about raising the street level up.

0
1648

Sebagian orang merasa kesal jika melihat ruang publik atau tembok halaman rumah pribadi mereka dicorat-coret oleh orang tak dikenal. “Memangnya kita bikin salah apa ke mereka?”, kata Parmin (46), pemilik sebuah warung kelontong di daerah Pamularsih yang mengeluh ketika mengetahui warung tempatnya berdagang dikotori oleh tulisan tidak jelas dari beberapa warna cat semprot. Ia merasa dirugikan karena warung miliknya berkesan tidak lagi bersih.

Entah siapa yang melakukan, hal tersebut tentunya mengecewakan dan merepotkan beberapa pihak. Ada yang menganggapnya serius, namun tak sedikit pula yang menanggapi biasa saja. Pengambilan alih ruang publik oleh vandalis dan seniman jalanan memang sudah menjadi konsumsi umum dari tahun ke tahun. Bukan lagi hal tabu ketika pergi ke suatu tempat, mata kita kerap menangkap pemandangan coretan tentang eksistensi “karya”.

Kotor, risih, jelek, kurang kerjaan, menyebalkan, dan sebagainya, adalah komentar negatif yang sering dilontarkan dari bibir orang awam. Meski banyak menuai protes, tak sedikit pula yang menyukai torehan-torehan warna dari sang maestro seni jalanan atau biasa disebut street artist. Saling berkesinambungnya warna yang diadu oleh mereka melauli media tembok, menjadi poin plus tersendiri dalam mematahkan komentar “miring” tentang seni jalanan.

Adalah 12PM (One Two PM), sebuah kelompok pegiat seni jalanan berdomisili di Semarang yang berkarya melalui ruang publik sejak tahun 2008 dan sudah banyak menuangkan ide-ide dalam bentuk seni visual berupa graffiti dan mural. Umumnya, apa yang mereka gambar terfokus pada font, letter, 3D, alfabet, stencil, dan karakter. Sejak awal terbentuknya, 12PM telah banyak berkontribusi dalam merespon ruang publik di Semarang melalui legal ataupun ilegal spot.

Kontribusi di sini diartikan sebagai bentuk merias ruang publik agar terlihat cantik dan apik. Estetika merupakan kunci yang mereka gunakan untuk membuka pandangan masyarakat awam akan citra buruknya seni jalanan. Neyra, salah satu anggota 12PM, mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan hanya berdasarkan kesenangan semata dan karena kesamaan hobi. “Kita cuma pengen menunjukkan sisi seninya aja, sisi keindahan dari graffiti”, jelasnya santai.

 

Mural "Simpan Jari Tengah Untuk Indonesia Satu" oleh Slurb di Petempen, Semarang.
Mural “Simpan Jari Tengah Untuk Indonesia Satu” oleh Slurb di Petempen, Semarang.

Kritik Sosial

Meski menonjolkan segi keindahan dari seni jalanan dan jarang sekali merespon fenomena sosial, bukan berarti 12PM tidak pernah melakukan kritik melalui karya-karya mereka. Beberapa karya sempat menyinggung isu yang pernah marak di masyarakat sebagai bentuk dukungan maupun protes, diantaranya “Cicak vs Buaya”, kritik soal makanan cepat saji, dan aksi gambar sebagai bentuk belasungkawa atas korban-korban kecelakaan maut di Tanah Putih.

Sebuah mural raksasa bertuliskan I LOVE SEMARANG juga pernah diciptakan di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Semarang oleh Ari, salah satu anggota 12PM lainnya. Ari beralasan bahwa penggarapan mural tersebut ia tujukan atas dukungannya akan Semarang sebagai kota tujuan wisata. “Bagus aja kalau dijadikan background buat diunggah instagram, biar orang-orang lebih tau Semarang.”, candanya.

Selain itu, baru-baru ini 12PM juga terlibat dalam project pemetaan kota yang diadakan oleh komunitas Hysteria berjudul “Peka Kota” di Purwodinatan dan juga “Tengok Bustaman” di Bustaman. Dalam acara yang diadakan pada tahun 2015 dan 2014 itu, 12PM menggambar di beberapa sudut kampung Purwodinatan dan Bustaman dengan beragam tema bersama seniman lainnya. Pesan moral pun banyak dituangkan dalam goresan-goresan cat semprot, kuas, dan stencil mereka.

Meskipun terbilang sepuh di Semarang, tidak lantas membuat kelompok yang beranggotakan 9 pemuda ini berotasi di satu titik saja. Tak melulu soal eksistensi, tetapi juga bagaimana mereka belajar dan mendapat pelajaran. “Bagi saya pribadi, street art harus berkembang untuk pegiatnya. Jadi ngga hanya itu-itu saja yang ditampilkan, supaya lebih kreatif, ngga monoton, dan maju dalam berkesenian.”, tangkas Yapot.