Menikmati Pesona Pantai Koka, Flores

0
3500

Pantai Koka di Desa Wolowiro, Kecamatan Paga, Kabupaten Sikka, tidak asing bagi sebagian besar masyarakat di Pulau Flores. Setiap hari libur, warga lokal dan turis asing datang bernostalgia di pantai itu. Mereka secara kelompok menghabiskan waktu berjam-jam untuk menikmati keindahan pantai ini.

Sebuah plang terpajang di jalan Trans-Flores, tepatnya antara ruas jalan Maumere-Ende, bertuliskan ”Destinasi Wisata Pantai Koka”, dengan menunjuk arah selatan, bila pengunjung bergerak dari arah Maumere. Letak pantai itu hanya sekitar 100 meter (m) dari jalan trans selatan Maumere-Ende, dengan kondisi ruas jalan yang sudah beraspal mulus.

Pada hari libur, anak-anak dan orangtua memadati pantai tersebut silih berganti. Ada yang mandi di laut. Ada pula yang sekadar ingin menikmati panorama pantai berpasir putih ini.

Di tepi pantai juga disediakan banyak tempat duduk dari bamboo oleh warga setempat. Tempat duduk itu disewakan seharga Rp 10.000.

Di sana, warga juga secara swadaya menyediakan kamar mandi dan kamar kecil. Sekali masuk, pengunjung dipungut biaya Rp 6.000. Banyak pengunjung memanfaatkan fasilitas ini, terutama untuk membersihkan diri setelah bermandi di laut.

Warga sekitar pun memanfaatkan rumah tinggal sebagai home stay bagi pengunjung, terutama turis asing. Namun, pemilik home stay Pantai Koka, Markus Bara, mengaku penginapan itu jarang dikunjungi wisatawan. Pengunjung biasanya datang dari Moni (Kelimutu-Ende) 45 kilometer arah barat dari Pantai Koka, atau dari Maumere sekitar 35 km arah timur Pantai Koka.

”Yang biasa menginap wisatawan asing setelah mandi dan berjemur di pantai. Namun, jumlahnya tak banyak. Turis lokal jarang menginap di sini. Mereka langsung balik ke Maumere atau melanjutkan perjalanan ke arah Ende,” kata Bara.

Pantai Koka diapit dua bukit kecil, yakni Rodja di bagian barat pantai dan Bukit Ndate Sare di sebelah timur. Di Bukit Rodja ada tebing yang cukup terjal, tepat di bibir pantai, dengan ketinggian 50-100 m. Hanya saja, tebing terjal ini belum dimanfaatkan untuk kegiatan panjat tebing, atau lainnya.

Gua indah

Pada kaki Bukit Rodja terdapat gua batu yang disebutLia Wio dengan kedalaman sekitar 500 m yang mengarah ke daratan. Menurut Djoke, kedalaman gua di bawah kaki bukit Rodja itu pernah ditelusuri seorang turis asing berkembangsaan Belanda tahun 1992, tetapi hanya sampai di kedalaman 50 m. Pada langit-langit gua terdapat banyak batuan(stalaktit) yang bagus. Gua itu bisa dijelajahi saat air laut surut.

Pada kaki Bukit Ndate Sare terdapat bungker peninggalan tentara jepang pada Perang Dunia II dengan kedalaman sekitar 50 m. Di sana, masih tersimpan tank dan persenjataan tua, peninggalan tentara Jepang. Baik gua Jepang maupun gua alam belum pernah dikunjungi wisatawan. Warga setempat meyakini kawasan itu keramat.

Aleks Akong (45), pengunjung dari Maumere, bersama lima anggota keluarga, mengatakan, meski panas menyengat, mereka puas menikmati panorama pantai itu. Rimbunan pepohonan sepanjang pantai, dengan tempat duduk terbuat dari bamboo, membuat pengunjung kerasan.

”Kami sekeluarga bernostalgia di pantai ini karena hari ini tepat hari ulang tahun istri saya, Bety. Lihat, ada tanaman kusambi, asam, waru, ketapang, cemara, dan tanaman lain yang bergoyang diterpa angin laut. Tubuh kami pun terasa segar dan terbuai ketika melihat gemulai dedaunan dan dahan tanaman ini, disertai deburan ombak yang memecah di bibir pantai. Kami akan pulang lagi ke sini saat liburan Natal nanti,” ujar Akong tersenyum.

Pantai Koka berada di pesisir selatan Pulau Flores. Air lautnya jernih berwarna biru segar. Seperti pantai selatan umumnya, laut di pantai ini pun berombak tinggi. Di beberapa titik, gulungan ombaknya cocok untuk bermain selancar.

Meski pantai ini amat menarik menjadi destinasi wisata, pengelolaannya belum optimal. Investasi pemerintah di kawasan itu, termasuk promosi, masih sangat minim.

Bahkan, pemkab setempat sepertinya membiarkan pengelolaan kawasan itu tanpa satu kendali. Contohnya, saat kami memasuki kawasan Pantai Koka, Minggu (19/7), mula-mula melewati sebuah ”pos” yang dijaga 5-10 pemuda. Ketika mobil yang kami tumpangi berhenti di pos itu, seorang dari mereka melongok ke dalam mobil, lalu meminta bayaran Rp 20.000 sebagai retribusi. Saat itu petugas tidak memberikan karcis sebagai bukti retribusi.

Setelah itu, mobil masuk ke kawasan pantai. Beberapa meter di depannya, mobil kami dipungut lagi Rp 10.000 per unit. Khusus sepeda motor dimintai Rp 5.000 per unit. Banyak pengunjung sebetulnya sangat keberatan dengan pungutan berlapis. Apalagi, tanpa karcis sehingga terkesan pungutan liar.

”Kami merasa tidak nyaman saat dipungut beberapa kali oleh warga. Kami terpaksa bayar dan masuk ke lokasi ini karena sudah menempuh perjalanan jauh, dari Maumere,” ujar Akong.

Persoalan itu sepertinya dipicu oleh kepemilikan kawasan itu lebih dari satu orang. Setiap pihak merasa perlu memungut biaya dari pengunjung saat berada dalam lahan miliknya. ”Pantai ini, kan, kami yang kelola,” ujar John Djoke (29), salah satu pemilik lahan Pantai Koka.

Saatnya kita menikmati pesona Pantai Koka. Namun, keindahan ini perlu dikemas lebih bagus lagi.

(Kornelis Kewa Ama)


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Agustus 2015, di halaman 24 dengan judul “Saatnya Menikmati Pesona Pantai Koka”