Maraton di Surga Selancar

0
1263

Letusan pistol menandai 6.177 lelaki serta perempuan tua dan muda memulai langkah di Gold Coast Airport Marathon 2015, Queensland, Australia, Minggu (5/7) pukul 07.20 waktu setempat. Inilah keriangan massal berbalut ”sporty”.

Jalan aspal yang lebar nan amat mulus di tepi pantai pesisir timur ”Tanah Aborigin” itu seakan bergetar oleh entakan kaki para pelari dunia. Para pelari bertekad menuntaskan lari 42,2 kilometer (km). Di antara mereka terdapat 13 warga Indonesia.

Suhu saat itu kurang dari 20 derajat celsius. Suhu yang cukup sejuk bagi orang Indonesia. Namun, bagi orang dari dataran dingin, suhu seperti itu sudah tentu cukup hangat. Yang jelas, Minggu pagi itu langit tampak biru dan bersih.

Jalan raya yang dilintasi pelari ditutup bagi kendaraan, bahkan bagi penyeberang. Petugas berjaga memastikan jalur steril di setiap simpang. Yang terbelakang adalah kendaraan penyapu, ambulans, petugas kesehatan, dan pemungut sampah.

Selepas semua pelari melintas, ada sejumlah petugas sukarela yang memunguti pakaian yang ditinggalkan di pagar pembatas atau tepi jalan. Jaket, kemeja, sweter, celana, topi, dan syal itu sengaja ditinggalkan oleh para pelari untuk dipunguti, dikumpulkan, dan akan disalurkan bagi korban bencana.

Para pelancong berbaur dengan masyarakat di tepi jalan. Ada yang membawa poster dari kain dan kertas, berteriak atau bernyanyi yel-yel untuk memacu semangat pelari.

Di beberapa lokasi, warga sukarela membagikan air minum dan atau gel atau pasta energi kepada pelari. Ada juga musisi jalanan yang mengamen dengan lagu balada, country, jazz, atau blues. Sungguh, lomba yang terasa sempurna.

Suasana seperti itu juga terasa di lomba-lomba lari lainnya. Maraton adalah lomba terakhir dari dua hari kegiatan. Pada Sabtu (4/7), diadakan Southern Cross University 10 km Run, Suncorp Bank 5,7 km Challenge, 2 km Junior Dash, dan 4 km Junior Dash.

Minggu, diadakan ASICS Half Marathon, Wheelchair 15km, Wheelchair Marathon, dan GCAM. Adapun penulis mengikuti lomba lari 10 km yang diselesaikan dengan catatan waktu amat buruk, yakni
1 jam 34 menit atau nyaris mendekati cut-off time 1 jam 40 menit. Tiga pelari rekan penulis yang diundang oleh Queensland Tourism & Events mengikuti maraton. Mereka adalah Danny WJ Siwu, pegawai bank dan pegiat RunDeGlobe; Uci Sanuci, pegiat Indorunner; dan Cahyo Agung Nugroho, jurnalis Men’shealth. Kami juga bertemu sejumlah warga Indonesia yang datang untuk berwisata sekaligus ikut lomba lari di GCAM.

F16256CF-9847-1B07-0C911A45C2BC6B19

Selama penyelenggaraan lari, angkutan umum, yakni trem, digratiskan. Petugas dikerahkan untuk ketertiban dan keamanan. Lebih dari 200 warga terlibat sebagai sukarelawan untuk urusan administrasi ataupun
detail pelaksanaan di lapangan.

Semua nomor lomba diikuti 27.508 orang. Dari jumlah itu, warga Indonesia yang ikut sebanyak 28 orang terdiri atas 13 orang ikut maraton, 8 orang ikut half marathon, dan 7 orang ikut lari 5 km atau 10 km.

Lomba mampu mendatangkan 60.000 orang yang 53.000 orang di antaranya adalah pelancong mancanegara. Lomba lari di Gold Coast yang merupakan acara tahunan disiarkan di lebih dari 100 negara sehingga kemungkinan disaksikan 860 juta pemirsa. Lomba lari berdampak pergerakan ekonomi
lebih dari 20 juta dollar AS.

Gaya hidup

GCAM 2015 merupakan penyelenggaraan yang ke-37. Dalam dua pelaksanaan terkini, GCAM mendapat label emas dari Federasi Atletik Internasional (IAAF). Label emas bisa diartikan pelaksanaan acara amat rapi dan tentu saja bergengsi, baik dari sisi hadiah, antusiasme, maupun kehadiran pelari elite. Di label emas ada seri lomba maraton yang dikenal juga dengan label utama (World Marathon Majors), yakni Tokyo, Berlin, London, New York, Boston, dan Chicago. Dua lomba lain yang ditambahkan dalam seri ini adalah Kejuaraan Dunia Maraton IAAF dan Olimpiade Maraton.

Seorang anak memberi dukungan untuk ayahanda yang mengikuti Gold Coast Airport Marathon 2015, Queensland, Australia, Minggu (5/7). GCAM 2015 diikuti oleh 27.508 pelari domestik dan mancanegara. Kompas/Ambrosius Harto
Seorang anak memberi dukungan untuk ayahanda yang mengikuti Gold Coast Airport Marathon 2015, Queensland, Australia, Minggu (5/7). GCAM 2015 diikuti oleh 27.508 pelari domestik dan mancanegara.
Kompas/Ambrosius Harto

Sebanyak hampir 28.000 pelari yang berpartisipasi di Gold Coast menandakan betapa lomba lari merupakan daya tarik yang amat seksi. Selain menjual lomba lari, daya tarik kota yang berjarak 69 kilometer di selatan Brisbane itu tentu saja adalah pantai.

Gold Coast jika diterjemahkan begitu saja kira-kira ’Pantai Emas’. Kota berpenduduk 595.000 jiwa ini sudah sejak dulu dikenal dengan obyek wisata pantai yang aduhai. Sebagai bukti, salah satu lokasi pantai, bahkan jalan, bernama Surfers Paradise atau surga peselancar.

Juli 2015, Gold Coast masuk musim dingin (Juni-Agustus). Di pantai, masih banyak warga atau pelancong yang berjemur atau bermain papan selancar. Biarpun sinar mentari terik, suhu udara tidak lebih dari 20 derajat celsius. Di pantai terasa sejuk bagi penulis yang saat itu datang dengan kondisi salah kostum, memakai jaket karena kedinginan.

Namun, denyut kehidupan di Gold Coast bukan sekadar aktivitas wisata pantai dan hiburan. Hampir setiap waktu, yakni pagi, siang, sore, atau malam, penulis melihat tidak sedikit orang berlari. Saat pagi, trotoar, jalan, dan taman ibarat lintasan lari bagi mereka. Kondisi yang kontras dengan Jabodetabek, lari pagi mungkin hanya bisa dilihat di taman atau kompleks olahraga. Di Indonesia, jalan dan trotoar seakan cuma milik kendaraan, parkir ilegal, dan pengasong.

Kate Jennifer Jones (Minister for Education, Minister for Tourism, Major Events and Small Business, and Minister for Commonwealth Games of Queensland) mengatakan, GCAM yang disaksikan kira-kira 860 juta orang akan sangat bagus untuk promosi Queensland dan Australia di dunia.

Wali Kota Gold Coast Tom Tate menambahkan, kesuksesan GCAM karena warga terlibat. Lebih dari 200 warga aktif sebagai petugas sukarela. Warga datang, menonton, dan menyemangati para pelari. Warga juga ramah dan hangat terhadap para pelancong.

Perbandingan

Indonesia memiliki setidaknya dua acara maraton, yakni BII Maybank Bali Marathon (Agustus 2015) dan Mandiri Jakarta Marathon (Oktober 2015). Ada juga lomba lari ekstrem, seperti sudah pernah diadakan di Gede-Pangrango, Bromo-Tengger-Semeru, dan Tambora.

Namun, mari sempitkan pada lomba bukan ekstrem karena mampu menjangkau seluruh masyarakat. Maraton Jakarta, misalnya, belum mendapat label sehingga masih perlu peningkatan kualitas  penyelenggaraan agar bergengsi di kancah dunia.

Potensi untuk sejajar atau melebihi seri maraton sudah ada. Total hadiah lomba minimal 1 juta dollar AS, rute termasuk dalam Grade-A sebagai salah satu syarat untuk bisa masuk label utama. Untuk rute, tingkat elevasi di Jakarta adalah nol, nyaris tiada tanjakan dan turunan sehingga memungkinkan ada pemecahan rekor dunia.

Perhatikan juga soal antusiasme penonton, jumlah peserta, dan kehadiran pelari elite. Lihat dan belajarlah dari acara lari di Singapura yang bisa menyedot 60.000 peserta. Untuk maraton di Bali, jumlah peserta dibatasi 6.000 orang mungkin untuk memastikan keamanan, ketertiban, dan kelancaran.

Dengan kondisi medan yang tidak jauh berbeda dengan Singapura, Ibu Kota rasanya punya segalanya untuk menjadi hebat dan bergengsi dalam pelaksanaan lomba lari. Bahkan, modal sosial, yakni keterlibatan masyarakat dalam komunitas pencinta dan penggila lari, juga banyak.

(Ambrosius Harto)


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 Agustus 2015, di halaman 27 dengan judul “GOLD COAST – Maraton di Surga Selancar”.