Masyarakat di Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali, sering disebut sebagai masyarakat Bali asli. Budaya mereka sedikit berbeda dengan masyarakat Bali kebanyakan, terutama pada acara-acara adat tertentu.

Tenganan terbagi dua, yaitu Tenganan Timur dan Tenganan Barat yang juga disebut sebagai Tenganan Dauh Tukad. Selama bulan Juli ini, yang kebetulan jatuh pada bulan kelima tahun Bali, Usaba Sambah, berlangsung banyak upacara, yaitu Metekrok, Daha Nyambah, Betara Mantuk, Tabuh Rah, Daha Ngejot, Ngepik, Perejangan, Penyuud Usaba Sambah, Penyimpenan, Ngebah Anyunan, dan Kare-karean.

Upacara Kare-karean atau yang dalam bahasa turisme dikenal sebagai perang pandan memang acara khas di Tenganan, tidak dijumpai di tempat lain. Upacara untuk memuliakan Dewa Indra ini dilakukan dalam bentuk pertarungan pria (hanya pria) satu lawan satu. Kedua pihak memegang perisai rotan di tangan kiri dan segepok daun pandan berduri di tangan kanan.

Kedua petarung berusaha melukai punggung lawan dengan daun berduri yang mereka pegang. Wasit akan menentukan kapan pertarungan berakhir. Dan, walau punggung petarung akan berdarah-darah, acara ini sungguh jauh dari kesan kekerasan. Aroma tawa dan saling ejek mewarnai segenap acara.

Luka di punggung akibat daun pandan berduri Kompas/Arbain Rambey (ARB) 04-07-2015
Luka di punggung akibat daun pandan berduri
Kompas/Arbain Rambey

Kare-karean yang berlangsung pada 4 Juli lalu di Tenganan Barat walau hanya berlangsung selama sekitar dua jam saja sungguh menarik perhatian begitu banyak turis lokal ataupun manca negara. Bahkan Mario Blanco, putra pelukis Antonio Blanco pun terlihat di antara penonton.

(Arbain Rambey)


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Agustus 2015, di halaman 21 dengan judul “Kare-Karean,  Berdarah tapi Ceria”.