Keindahan alam di kanan-kiri perahu motor cepat yang kami tumpangi. Di sisi kanan bola merah matahari mulai tenggelam di perairan yang masuk wilayah Samudra Pasifik itu. Di sisi kiri perahu, bulatan bulan penuh muncul dari permukaan laut, lalu secara perlahan naik semakin tinggi.

Perpaduan matahari terbenam dan munculnya bulan purnama tersaji dalam perjalanan dari Pulau Kosong menuju Pelabuhan Sarmi, Provinsi Papua, awal Juni lalu. Pulau Kosong yang diapit Pulau Liki dan Pulau Armo itu merupakan salah satu pulau terluar di utara Pulau Papua yang terletak di tepian perairan Samudra Pasifik.

Pulau Kosong adalah satu di antara 15 pulau yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Sarmi. Pulau yang terdekat dari pelabuhan Sarmi adalah Pulau Sawar, sedangkan yang terjauh Pulau Liki. Semua indah, semua memiliki pasir putih halus, pantai jernih, dan sebagian dihiasi terumbu karang meskipun tentu tidak semenawan di kawasan Raja Ampat, Provinsi Papua Barat.

Pulau Kosong, begitu warga Sarmi menyebutnya, karena pulau itu tak berpenghuni, dapat ditempuh sekitar satu jam perjalanan menggunakan perahu cepat (speedboat) dari Pelabuhan Sarmi. Sebagian warga Sarmi juga menyebutnya dengan nama Pulau Mencari. Disebut demikian karena di pulau itu orang datang untuk mencari ikan atau buah-buahan yang tumbuh liar di hutan tengah pulau.

Menjejakkan kaki di pantai, gelombang kecil datang satu-satu dari lautan luas yang begitu biru. Kicau burung-burung laut tak henti terdengar dari hutan kecil di bagian dalam pulau. Di awal musim kemarau itu, kawanan unggas sibuk terbang hilir mudik dari sarangnya ke arah lautan.

Dua nelayan beristirahat di bawah pepohonan di tepi pantai sembari menikmati kelapa muda dari pohon-pohon yang tumbuh liar. Mereka menawari kami kelapa muda yang dipetik sendiri. Minum air kelapa di pulau kecil terpencil sambil memandang ke arah Samudra Pasifik yang mahaluas, biru dan teduh, sulit ada bandingannya.

Jika ingin berenang di laut yang jernih ini, masih dimungkinkan tetapi harus ekstra hati-hati. Pantai berpasir putih halus yang bersih, langsung bertemu perairan dalam, sehingga bagi yang tidak dapat berenang sama sekali tidak disarankan.

Kenyataan bahwa perairan ini bagian dari Samudra Pasifik memberi kesan khusus. Ombak laut yang tenang pada sore hari di awal Juni itu membuat acara berenang lebih nyaman dan teduh.

Namun pada bulan-bulan tertentu, ombak di perairan Sarmi akan tinggi dan disukai para peselancar, lokal dan mancanegara. Sarmi pun dikenal pula sebagai ”Kota Ombak”.

Lumba-lumba

Rombongan wisatawan yang berasal dari Jayapura dan Sarmi, sore itu tengah bersantai di pantai Pulau Kosong. Mereka datang berkunjung karena tertarik untuk melihat kawanan lumba-lumba, di perairan tak jauh dari lokasi itu yakni di pantai Pulau Armo.

”Sayang hari ini kami belum melihat satu pun lumba-lumba. Padahal biasanya ada ratusan ekor di sekitar sana,” kata Fandi Tanwebori (35), warga Sarmi, yang memandu kerabatnya berlibur di pantai itu sambil menunjuk ke arah Pulau Armo. Di perairan pantai Pulau Armo itu memang ada ”rumah” tinggal kawanan lumba-lumba.

Namun, saat perahu motor kami melintas di perairan itu pun tidak ada lumba-lumba muncul mengikuti. Bahkan, Oscar Buenei (30), pengemudi speedboat, dan Inspektur Satu Anton Sarwon, Wakil Kepala Satuan Polisi Air Kepolisian Resor (Polres) Sarmi, yang menemani kami melaut, heran petang itu tak ada lumba-lumba yang muncul.

”Biasanya, setiap perahu yang melintas di perairan ini disambut ratusan lumba-lumba,” ucap Oscar.

Namun, bagi kami, tidak munculnya lumba-lumba tidak mengurangi keindahan perairan Papua. Meskipun tidak seindah Raja Ampat di Papua Barat, pulau-pulau perairan Sarmi tetap memiliki keindahan khas.

Kabupaten Sarmi juga menyimpan pulau-pulau cantik lain selain tiga pulau di bagian paling luar dan paling dalam di wilayah Samudra Pasifik. Salah satunya adalah Pulau Wakde, yang terletak belasan kilometer timur Pelabuhan Sarmi. Pulau Wakde tidak hanya menyimpan keindahan alam, tetapi juga menyimpan kisah sejarah dunia, saat berkobar Perang Pasifik, bagian dari Perang Dunia II.

Di pulau inilah sebagian tentara Amerika Serikat di bawah komando Jenderal Douglas Mac Arthur bermarkas. Di Pulau Wakde pula landasan pesawat sepanjang sekitar 2 kiloemter dengan lebar 80 meter dibangun. Bekas-bekas landasan masih dapat dengan mudah dilihat di tengah-tengah pulau ini. Begitupun besi-besi bekas kapal perang, sisanya masih teronggok di perairan pulau ini.

Di pantai Pulau Wakde, pengunjung dapat pula melihat ikan-ikan hias dari dermaga beton yang tengah dibangun. Dermaga itu merupakan bagian dari rencana Pemerintah Kabupaten Sarmi yang hendak menjadikan Pulau Wakde sebagai daerah tujuan wisata. ”Dermaga itu untuk keperluan wisata, untuk sandar perahu pengunjung,” kata Ignatius Inwar (50), salah satu warga Pulau Wakde.

Pariwisata, menurut Wakil Bupati Sarmi Albertus Suripno, memang akan menjadi andalan daerahnya ke depan. Lima belas pulau indah di perairan Sarmi diyakini akan membuat pengunjung datang. Apalagi, kini telah terbentang jalan beraspal yang menghubungkan Jayapura dengan Sarmi.

Jalan yang sebagian besar mulus ini kecuali lebih dari 100 jembatan yang masih berbahan dasar kayu membuat Sarmi mudah dijangkau melalui jalan darat dari Jayapura.

Ruas Jayapura-Sarmi merupakan jalan terpanjang beraspal di Papua. Kemudahan akses dan keindahan pulau-pulau di Sarmi diyakini akan mendorong pengunjung berdatangan ke daerah yang ibu kotanya terletak sekitar 320 kilometer barat Jayapura itu.

( IRE/RWN/NIC/MUL)


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Juni 2015, di halaman 5 dengan judul “Berenang di Tepian Pasifik”.

Comments are closed.