Belajar Mengelola Uang Ratusan Juta

0
1683

Pentas seni atau pensi sering kali menjadi ajang ”pamer” atau unjuk gigi bagi sekolah-sekolah. Lewat pensi, panitia secara tidak langsung ingin menunjukkan keberadaan sekolah mereka kepada masyarakat. Tapi, di luar itu, sekolah memberi kesempatan kepada siswa yang jadi panitia pensi untuk belajar berorganisasi, mengatur keuangan, dan kemandirian. Tidak tanggung-tanggung, uang yang dikelola ratusan juta rupiah.

Pensi memang telah berubah terkait dengan penyelenggaraannya. Misalnya, dulu pensi biasa diadakan di sekolah sehingga biayanya lebih murah. Namun, sekitar sepuluh tahun terakhir, mulai muncul tren mengadakan pensi di luar sekolah. Panitia menyewa tempat seperti gelanggang olahraga atau gedung pertemuan tempat biasa festival musik nasional digelar. Lebih wah.

Tentang penampil dalam pensi juga berubah. Dahulu, pensi menjadi kesempatan utama menampilkan kepiawaian siswa sekolah setempat dalam menari, menyanyi, main band, berpuisi, dan lainnya. Sekarang, sekolah-sekolah ternama memilih menghadirkan band-band yang sedang digemari remaja sebagai penampil utama. Ujung-ujungnya perubahan itu membutuhkan dana besar yang mengharuskan panitia yang terdiri atas para siswa berjuang mencari biaya.

Tentang tempat penyelenggaraan pensi, sekolah di Jakarta dan kota besar sudah biasa melakukannya di luar sekolah. Menurut Erik Darmawan, siswa SMA Pangudi Luhur 1 Jakarta yang menjadi Ketua PL Fair 2014, pensi di sekolahnya semula diadakan di sekolah. Baru awal tahun 2000, panitia memilih mengadakan acara di luar sekolah.

”Pilihan tempat di luar sekolah lebih karena tempatnya tak mampu lagi menampung penonton pensi,” tutur Erik. Pilihan dan alasan sama dilakukan panitia SMA Negeri 6 Jakarta yang Sabtu, 17 Januari 2015, mengadakan pensi di Tennis Indoor Senayan. Tempat itu bisa menampung lebih dari 3.000 penonton. Di kota-kota lain, pensi masih berjalan seperti puluhan tahun lalu. Di Banyuasin (Sumatera Selatan) dan Mempawah (Kalimantan Barat), pensi masih diadakan di sekolah. Kegiatannya bukan hanya pentas seni, melainkan juga aneka lomba, seperti pidato serta menari tradisional dan modern.

”Yang datang menonton pensi kami tak banyak, hanya siswa dan para guru SMP di Banyuasin. Jumlahnya kira-kira 300 orang,” kata Aldhtyta, siswa SMA Kelas I SMA Banyuasin. Menurut Aldhy, kota tempat ia tinggal adalah kota kecil yang hanya punya tiga SMA.

Keadaan hampir sama terjadi di Mempawah. ”Tahun 2014, sekolahku mengadakan tiga kali pensi. Semua diadakan di halaman sekolah,” ujar Fina Titik Wijayanto, siswa Kelas I Jurusan Tata Niaga SMK Negeri Mempawah. Biaya pensi ditanggung sekolah, tetapi siswa dibolehkan menyumbang secara sukarela untuk membeli bahan doorprize berupa sabun mandi, sabun pel, dan sebagainya.

Konsekuensi membuat acara di luar sekolah yang dihadiri banyak penonton sudah perlu biaya besar. Besaran biaya tak tanggung-tanggung. Taufik, Ketua Panitia Pensi SMAN 6 Jakarta, menyebut angka tak kurang dari Rp 300 juta bagi pembiayaan pensi yang dimeriahkan band ternama seperti Sheila On 7. SMA 1 PL Jakarta mengadakan PL Fair 2014: Lights & Sounds di kawasan Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta, dengan biaya hingga Rp 700 juta-Rp 800 juta. Angka yang mencengangkan.

 

Pencarian dana

Dari mana mereka mendapat duit ratusan juta itu? Umumnya, panitia mengandalkan tiket masuk yang dijual Rp 35.000-

Rp 45.000 dan sumbangan baik dari alumni maupun sponsor. Jauh-jauh hari mereka sudah membuat proposal guna mencari dana ke para sponsor.

Taufik menyebutkan, perlu persiapan tiga bulan untuk mencari dana, merencanakan dekorasi, dan lainnya. Sementara Erik mengatakan, satu tahun sebelum pensi, ia dan anggota panitia yang mencapai 150 orang sudah memiliki perencanaan mau membuat pensi seperti apa. ”Pensi kami juga membawa misi, mencari dana untuk membantu masyarakat Desa Serut di Gunung Kidul. Sebagian masyarakatnya masih berkekurangan,” ujar Erik.

Karena ada misi, ia sudah membuat banyak rencana. Kami sudah mengantisipasi, apabila uang dari sponsor, penyewa stan, dan sumbangan tidak mencapai target berarti rencana harus berubah,” lanjut cowok yang dalam penyelenggaraan pensi itu selalu berkonsultasi dengan alumni.

Pada prinsipnya, misi tetap harus jalan walau dana yang terkumpul tidak banyak. Ia mengaku belajar banyak dari penyelenggaraan pensi tersebut. ”Saya dan teman-teman mendapat pengalaman berorganisasi, membuat perencanaan, dan harus mampu meyakinkan sponsor untuk mendukung acara,” kata Erik.

Kerja keras mereka tak sia-sia. Pensi yang diadakan pada November 2014 itu sukses besar. Tak kurang dari 3.500 penonton membanjiri arena. Erik dan kawan-kawannya bisa mewujudkan keinginan membantu warga Desa Serut lewat pemberian buku dan alat pembelajaran lainnya. Panitia pensi SMAN 6 Jakarta juga bersukacita dengan kehadiran sekitar 3.500 penonton.

Bergembira bersama, belajar berorganisasi, dan membantu sesama adalah tiga hal yang didapat dalam satu acara bernama pensi. (SOELASTRI SOEKIRNO)

Tulisan ini dimuat di rubrik Kompas MuDA, 23 Januari 2015

Baca rubrik Kompas MuDA setiap Jumat di Harian Kompas.