Pola Makan : Sehat Utama, Badan Bagus Bonus

0
1700

Sudah tahu makan dengan gizi seimbang itu yang terbaik untuk tubuh, tetapi banyak anak muda meninggalkan pola makan itu demi mendapat tubuh ideal seperti para bintang. Mereka bahkan tak menghiraukan akibat makan dengan pola keliru yang bisa membahayakan kesehatan.

Seorang perempuan maunya berbadan langsing atau tinggi semampai bak model, sementara para laki-laki pengin punya badan tegap dan berisi alias berotot.

Anehnya untuk mendapat tubuh bagus, mereka tidak memilih menjaga pola makan yang benar dan menambahkan porsi berolahraga secara cukup. Justru mereka yang pengin punya badan ideal tadi memilih jalan pintas dengan cara membatasi makan alias diet berlebihan. Misalnya hanya makan nasi sekali sehari. Itu bisa membahayakan kesehatan karena tubuh tekor akibat jumlah kalori yang masuk lebih kecil daripada yang dibutuhkan tubuh.

Coba simak apa kata Titi Sekarindah SpGK, dokter spesialis gizi. Menurut Titi, mereka yang memiliki perilaku makan menyimpang tersebut sebenarnya sudah bisa tampak dalam jangka waktu sekitar satu-dua bulan.

”Penurunan berat badan mereka biasanya terlihat drastis, rambutnya cenderung rontok, kulit pun kelihatan jauh lebih keriput dibandingkan usianya,” kata Titi.

Keinginan untuk selalu tampil langsing bisa membuat seseorang melakukan diet ekstrem sampai menderita anorexia nervosa atau bulimia nervosa. Untuk mengatasinya, diperlukan penanganan oleh tim dokter seperti psikiater, internis, dan spesialis gizi.

”Biasanya pasien menjadi fobia melihat makanan. Kalaupun mereka makan, tak lama kemudian memuntahkannya. Kalau sudah begini, pasien harus ditangani tim dokter,” katanya.

Perilaku diet yang salah sehingga mengakibatkan penyimpangan perilaku makan mengakibatkan antara lain adanya kelainan pada hormon di otak, kekurangan protein, kekurangan berat badan, dan kekurangan gizi.

”Pada perempuan, bisa mengakibatkan orang itu tidak menstruasi karena hormon estrogennya menurun. Ini jelas tidak sehat,” tandas Titi.

Selain itu, kemampuan metabolisme tubuh orang tersebut juga akan menurun karena tak ada asupan makanan yang dibutuhkan.

Mengurangi makan

Memang kita enggak bisa sembarangan melakukan diet. Pengalaman Tina Toonita, penyanyi yang baru lulus dari Program Internasional Fakultas Ekonomi Universitas Bina Nusantara Jakarta, bisa menjadi pembelajaran. Ia pernah diet yang bisa disebut ekstrem. Kebetulan sejak kecil ia obesitas alias kegemukan. Selain karena faktor genetik, juga karena gaya hidup, yaitu sehari makan 7-8 kali plus ngemil.

Ketika remaja, usia 14-15 tahun, Tina memiliki berat badan hingga 80 kilogram. Namun, ia diet bukan karena ingin punya tubuh ramping. ”Waktu itu aku sering sakit. Dokter bilang itu karena aku kegemukan, maka mulailah aku diet keras,” tuturnya, Minggu (16/11) di Jakarta.

Masalahnya, waktu itu ia langsung menghindari makan karbohidrat. Memang benar berat badannya turun, tetapi ia juga terkena sakit pencernaan yang menyiksanya. ”Aku kena sakit maag,” lanjutnya.

Sadar langkahnya keliru, perempuan yang sejak kecil sudah menjadi penyanyi itu lalu berkonsultasi ke dokter ahli gizi. Dari sana ia mendapat saran soal diet yang benar.

Tina memulai diet dengan mengurangi makan. Ia makan tiga kali sehari dengan menu lengkap, tetapi mengurangi nasi dan memperbanyak sayur, buah, dan lauk, terutama ikan. Selain itu, ia rajin olahraga seperti berenang, nge-gym, dan dansa.

”Tak mudah mengurangi jumlah makanan yang masuk ke perut, maklum aku tukang ngemil. Sampai sering enggak bisa tidur karena kelaparan,” ujar cewek bertinggi tubuh 164 sentimeter ini.

Toh, niatnya yang kuat untuk punya tubuh sehat membuat ia bisa mengatasi berbagai kesulitan tadi. Saat ini, Tina yang menuangkan pengalamannya berdiet ke sebuah buku itu memiliki berat badan 50 kilogram. ”Kalau sekarang aku punya badan langsing itu buat aku hanya bonus. Yang lebih penting aku sehat, enggak sakit-sakitan lagi,” kata Tina.

Tingkatkan kemampuan diri

Psikolog Agustine Dwi Putri bisa memahami tren mahasiswa yang ingin bertubuh ideal. Staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia itu menyatakan, usia remaja hingga menjelang dewasa seperti mahasiswa merupakan masa pencarian jati diri. Mereka juga sedang masuk masa tertarik kepada lawan jenis sehingga selalu ingin tampil menarik secara fisik.

Masalahnya mereka lebih banyak mendengar peergroup-nya yang umumnya punya pandangan, bentuk tubuh bagus itu yang ramping. Tak heran, banyak anak muda melakukan diet ala mereka. Ada mahasiswa tak mau makan nasi, tidak sarapan. Lalu rajin nge-gym plus mengonsumsi obat tertentu yang mempercepat tubuhnya membesar dan berotot.

”Mahasiswa itu banyak kegiatan. Kalau enggak sarapan, enggak makan nasi, apalagi minum obat tertentu malah membuat tubuhnya tidak sehat, kuliah pun bisa berantakan,” kata Agustine.

Sebagai ganti, mahasiswa mesti mengubah pola pikirnya. Banyak jalan untuk tampil percaya diri, tidak hanya lewat tampilan fisik umpamanya bentuk tubuh ideal.

Punya keterampilan dan prestasi bagus di bidang tertentu itu lebih hebat ketimbang hanya mengandalkan fisik. ”Jadi lebih baik fokuslah kepada meningkatkan kemampuan diri supaya bisa tampil lebih percaya diri walau enggak punya badan sebagus model,” saran Agustine.

KOMPAS (CP/TRI)