“Flash Sale”, Bikin Untung atau Konsumtif ?

0
388

Menjelang akhir tahun, hampir seluruh mal membanjiri pelanggannya dengan diskon besar-besaran, seperti midnight sale dan garage sale. Seiring perkembangan zaman pun, tidak hanya mal-mal konvensional yang mengadakan sale besar-besaran. Banyak dari kita khususnya remaja yang kini lebih memilih untuk berbelanja daring. Alasannya, karena satu dan lain hal contohnya seperti, kita tidak harus menginjakan kaki diluar rumah dan harus bersusah payah untuk sampai di toko atau pusat perbelanjaan yang kita tuju.

Kita hanya perlu telepon pintar serta koneksi internet dan dapat langsung mencari barang yang kita butuhkan di beberapa e-commerce hanya dalam sekejap. Berbicara mengenai e-commerce pun sudah tidak asing dengan istilah flash sale, dengan iklan-iklanya yang menawarkan diskon dengan besaran 30 persen bahkan bisa mencapai 80-90 persen. Besar sekali, bukan?

Tidak hanya itu flash sale di beberapa e-commerce juga memberikan beberapa voucher yang cukup menguntungkan. Misalnya, voucher gratis ongkos kirim atau voucher diskon 50 persen dengan minimal pembelanjaan sebesar Rp 20.000.

Tidak selesai disitu, dengan perkembangan teknologi pun tidak hanya kartu kredit konvensional, namun masa kini ada yang dimakan program paylater, tersedia dalam beberapa e-commerce seperti Traveloka, Shopee, Tokopedia yang bekerja sama dengan Ovo. Mereka membuat paylater yang bersyarat sangat mudah sehingga para remaja yang sudah memiliki kartu tanda penduduk sudah bisa menggunakan kredit daring tersebut.

Menjadi konsumtif

Namun hal ini nampaknya justru meningkatkan tingkat konsumtifitas remaja. Adanya program diskon-diskon besar di e-commerce serta kemudahan mereka memakai “kredit daring” tersebut. Ketika mereka sangat tertarik serta menanti flash sale tersebut, secara tidak langsung para remaja, akan membeli beberapa hal yang sebenarnya tidak mereka butuhkan. Dikaitkan dengan psikologis manusia, jika melihat diskon, orang akan lebih cepat tertarik, lalu membeli.

Padahal jika kita teliti lagi diskon tidak sepenuhnya menguntungkan kita. Malah justru bisa membuat kita lebih boros dan tidak bijaksana menggunakan uang kita. Mungkin jika kita lihat di flash sale barang yang awalnya berharga Rp 80.000. Dengan diskon 50 persen sehingga hanya tinggal menjadi Rp 40.000, namun jika menelaah lebih dalam, ternyata harga Rp 40.000 adalah harga yang normal, hanya tertera harga awal Rp 80.000. Dalam kasus seperti itu kita tidak berfikir panjang dan langsung membeli barang tersebut serta didukung kemudahan paylater yang ternyata membuat kita kurang bijak mengelola keuangan kita.

Dengan contoh kasus itu kita harus lebih bijaksana lagi terhadap uang kita. bagaimanapun kita harus mengetahui pokok prioritas kita itu apa sih? Dengan cara itu  kita tidak mudah tergoda dengan flash sale yang ternyata tidak terlalu menguntungkan, dan ujung-ujungnya malah membuat kita jadi orang yang sangat konsumtif.

Syandhika Ingkan Lestari, mahasiswi Hubungan Masyarakat, Program Vokasi Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia.