Bunyi dentuman suara rudal terdengar dimana-mana. Ketegangan dan ketidakpastian selama melakukan peliputan di wilayah perang. Hal itulah yang dirasakan oleh seorang wartawan Harian Kompas yang bernama Harry Susilo selama melaksanakan tugasnya di Ukraina.
Dalam acara Kompasfest 2023: Creation, pada Sabtu (17/06/2023), di Senayan Park Jakarta, Harry Susilo yang akrab disapa Ilo hadir dalam sesi conference bertema “Story of A Journalist in The Midst of War”, Harry Susilo yang akrab disapa mas Ilo ini membagikan kisahnya selama melakukan peliputan perang di Ukraina.
Pada perbincangan tersebut mas Ilo menjelaskan berbagai macam persiapan sebelum berangkat ke wilayah perang tersebut mulai dari dokumen dan barang-barang bawaan lainnya.
“Sebelum menuju lokasi terdapat banyak barang yang perlu dibawa, seperti dokumen peliputan serta barang-barang keamanan lainnya,” kata mas Ilo. Hal ini perlu dilakukan sebelum memasuki wilayah konflik yang tak dapat diprediksi.
Secara singkat, dia juga menjelaskan jalur masuk ke Ukraina dengan menggunakan pesawat dari Jakarta menuju Warsawa serta melakukan transit di Doha dimana memakan waktu tempuh kurang lebih 16-18 jam. Tak hanya sampai disana, perjalanan pun dilanjutkan dengan jalur darat dari Warsawa menuju Prenzyl sekitar 3 jam. Setibanya di Prenzyl, perjalanan dilanjutkan kembali dengan kereta api Stasiun Prenzyl menuju Stasiun Central Kyiv dengan waktu 12 jam.
Mas Ilo pun menceritakan apa yang dia rasakan saat disana mulai dari mendengar suara dentuman rudal yang jaraknya tak jauh dari lokasi dia berada. “Diserangnya dititik mana terus posisi kami itu dengan lokasi dentuman jaraknya sekitar 400 meter, makanya suaranya kenceng banget,” kata dia.
Berbagai dampak yang dirasakan oleh warga sekitar atas perang ini mulai dari kesulitan beristirahat hingga banyaknya bangunan yang hancur seperti sekolah, kampus, dan SPBU.
“Kami juga tanya ke warga Kharkiv yang masih bertahan disana mereka mengatakan saking stresnya jadi gak bisa itu hingga berbulan-bulan”, kata mas Ilo.
Selama berada disana mas Ilo mengatakan jika akan terjadi penyerangan akan ada peringatan dalam bentuk sirine (early warning system). “Sayangnya, sistem yang juga telah terinstal pada telepon genggam warga disana terkadang tidak begitu akurat dalam memberikan notifikasi peringatan (alarm). Bisa jadi sirine tersebut akan berbunyi meskipun tidak ada serangan,” kata dia
Ilo juga menjelaskan tujuan peliputan Harian Kompas yakni peliputan mengenai tragedi perang serta misi kemanusiaan. “Sejak awal keberangkatan kebutuhan utamanya adalah pelaporan tragedi perang karena perang ini kan sudah berdampak global termasuk ke Indonesia sendiri dari sisi pangan dan ekonomi. Peliputan juga bertujuan menyuarakan tragedi kemanusiaan akibat perang serta ingin menyampaikan inisiatif terkait upaya-upaya perdamaian. Intinya hanya ingin menyampaikan bagaimana perang tersebut berdampak besar dan memakan banyak korban,” kata Ilo.
Tak hanya sampai di sana selama melaksanakan tugasnya, Ilo mengalami tantangan lainya juga mulai dari adanya pemeriksaan secara terus-menerus, akses ke wilayah peliputan, kendala bahasa dan masih banyak lagi.
“Tantangan di wilayah konflik atau perang itu multidimensi. Ketika sampai di wilayah yang sedang berperang itu tak mudah karena adanya pemeriksaan imigrasi, pemeriksaan oleh tentara, dsb. Belum lagi ketika ingin meliput ke lokasi peliputan umumnya banyak post pemeriksaan terkadang kami dibolehkan lewat terkadang tidak tanpa adanya alasan,” kata dia.
Tantangan lainnya juga Ilo hadapi ketika dia ingin menerbangkan drone untuk mengambil gambar ternyata tak semudah yang dibayangkan. Karena diperlukan perizinan dengan pihak militer. “Rumit bagi jurnalis dalam melakukan kegiatan jurnalistik dengan drone. Karena kami harus memohon perizinan dengan militer setempat dan mereka memberikan batasan waktu selama 1 jam serta hanya diperbolehkan di lokasi tertentu saja,” kata Ilo.
Salah satu pengalaman yang menyenangkan adalah ketika bisa bertemu dan berhasil mewawancarai Kyiv, Ukraina. “Kita juga meliput mengenai kunjungan Presiden Jokowi saat bertemu Presiden Zelensky. Awalnya sempat tidak diijinkan terus akhirnya diizinkan oleh pihak istana kepresidenan Ukraina,” cerita Ilo.
Penulis: Febbyenti Suci Rama Tania, Volunteer Kompas Muda untuk Kompasfest 2023: Creation, Mahasiswi President University
Fotografer: Adellia Salma Tahara, Kompas Muda untuk Kompasfest 2023: Creation, Mahasiswi Universitas Diponegoro