Universitas Tanjungpura atau Untan di Pontianak, Kalimantan Barat menjadi tuan rumah ketiga bagi program Kampus Merdeka Fair. Gelaran Kampus Merdeka Fair singgah di kota Khatulistiwa selama dua hari, tanggal 26 – 27 Oktober 2022 lalu. Sebelumnya Universitas Negeri Padang dan Universitas Negeri Yogyakarta lebih dulu menjadi penyelenggara program tersebut. Secara keseluruhan Kampus Merdeka Fair diadakan di enam kota.
Roadshow enam kota bertujuan memperdalam pengenalan publik tentang kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) sekaligus menggelorakan semangat kolaborasi yang diperlukan bagi pengembangan program-program unggulan serta program Kampus Merdeka Mandiri. Kegiatan diikuti oleh pimpinan sejumlah perguruan tinggi, mitra industri, serta mahasiswa.
Rektor Universitas Tanjungpura, Prof. Dr. Garuda Wiko, saat membuka acara di kampusnya menyatakan komitmen Untan melaksanakan kebijakan MBKM, termasuk pelaksanaan Kampus Merdeka mandiri. Hingga saat ini 496 dosen dan 16.248 mahasiswa telah mengikuti program MBKM, atau mencapai 22 persen dari total mahasiswa.
Kampus yang ia pimpin juga tengah menyiapkan Plaza MBKM sebagai pusat informasi, konsultasi, sosialisasi, serta rekognisi MBKM bagi mahasiswa.
“Ke depan, kemajuan dan kemakmuran suatu bangsa akan sangat ditentukan pertumbuhan yang berbasis pada inovasi dan kolaborasi sebagai jawaban atas kerentanan dan risiko global. Kita tentu berharap pola belajar multi kanal melalui kebijakan MBKM dapat menjadi peta jalan mempersiapkan SDM unggul untuk Indonesia Maju,” ujarnya.
Program unggulan MBKM meliputi program Indonesia International Student Mobility Awards (IISMA), Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB), Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM), Kampus Merdeka (KM), Wirausaha Merdeka (WMK), dan Praktisi Mengajar (PM).
Selain keenam program yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), mahasiswa juga dapat mengikuti program MBKM yang diselenggarakan secara mandiri oleh masing-masing perguruan tinggi, yang disebut Kampus Merdeka Mandiri.
Tema Kampus Merdeka Mandiri menjadi salah satu fokus diskusi dalam Kampus Merdeka Fair. Nizam, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek, mengutarakan program-program unggulan MBKM merupakan contoh atau model program yang dapat diadakan oleh perguruan tinggi berkolaborasi dengan perguruan tinggi lainnya, instansi pemerintahan, perusahaan, atau mitra luar negeri. “Itulah kenapa kita menyelenggarakan MBKM di tingkat nasional, dengan harapan perguruan tinggi juga menyelenggarakan program yang diselenggarakan oleh masing-masing kampus yang bisa berkolaborasi lintas kampus,” kata Nizam. Ia berharap lewat cara itu, ekosistem MBKM akan semakin menjangkau semua pihak yang berkaitan dengan program tersebut.
Kampus Merdeka Fair yang diselenggarakan selama dua hari menyuguhkan berbagai acara menarik. Acara hari pertama dibuka oleh penampilan tarian multi etnis kolaborasi tiga etnis besar di Kalimantan Barat. Acara utama hari itu sesi berbagi seputar Kampus Merdeka Mandiri dan program unggulan MBKM serta sesi diskusi “Collaborative Insight” bagi perwakilan perguruan tinggi.
Di hari kedua esok, para mahasiswa dapat mendengarkan cerita dari alumni empat program yang telah terselenggara sejak tahun 2021. IISMA, MSIB, PMM, dan KM. Mahasiswa juga bisa mengikuti pelatihan yang diberikan oleh para alumni, sebagai bekal untuk mengikuti program MBKM di angkatan selanjutnya.
Cerita alumni
Pada sesi berbagi cerita, panitia menampilkan Epa Pariyanti dari Fakultas Hukum Untan (Alumni PMM Universitas Slamet Riyadi Surakarta). Epa menyatakan mendapat banyak hal dari program Pertukaran Mahasiswa Merdeka, terutama dalam hal keilmuan seperti ilmu dunia usaha pariwisata, pembuatan mesin, membatik.
Ia juga mendapat kesempatan membuat gerabah menggunaan putaran miring yang satu-satunya didunia hanya ada di kampung gerabah, serta ilmu tentang adat istiadat Jawa dari tokoh masyarakat Jawa di Solo. Hal menarik lain, Epa belajar sejarah manusia purba langsung dari museum Sangiran.
“Pengalaman tak kalah banyak dan sangat berharga. Dari proses persiapan saya jadi memiliki empat pengalaman sekaligus. Baik itu sebagai koordinator, konseptor, eksekutor, serta sekaligus pemateri. Empat komponen yang harusnya memerlukan jumlah masa (waktu) yang lama yang bisa saya lakukan, ” ujar Epa Pariyanti pada Kamis, (27/1/2022).
Ia menambahkan, pengalaman yang tak kalah berharga ketika bisa menyicipi makanan khas Jawa Tengah yaitu soto Solo dan merasakan suasana sosial budaya di tanah Jawa sehingga berkesempatan berbincang dengan orang-orang inspiratif di kota Surakarta. “Saya menggunakan jaringan organisasi yang saya untuk bisa menyatukan frekuensi dengan mahasiswa yang ada di sana,” lanjutnya.
Sementara dengan masyarakat sekitar, ia melakukan cara cukup simpel saja, pola sosialisasi dengan kewarung-warung dan tempat makan warga setempat untuk lebih mengakrabkan diri dengan mereka.
Menurut Epa, cara itu manjur dan ia bisa merasakan efeknya, namun karena sering jajan diluar, dirinya terkesan tidak pernah masak. Dari sisi rasa makanan, Epa menyatakan sudah bisa menyatu dengan masyarakat setempat, walau secara bahasa tetap masih sulit bagi dirinya untuk membaur dengan masyarakat di Surakarta, Jawa Tengah.
Hernandes Tino Raut, mahasiswa Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura, Pontianak