Bahasa Isyarat menjadi salah satu hal yang paling saya ingin tekuni dua setengah bulan ini. Sembari menyiapkan pendidikan profesi di rotasi klinik, saya menyempatkan waktu untuk mendaftar kursus bahasa isyarat tingkat satu secara daring yang diselenggarakan oleh Pusat Bahasa Isyarat Indonesia (Pusbisindo) Kelas Yogyakarta.
Keinginan saya untuk belajar bahasa isyarat berawal ketika saya bertemu dengan seorang tuna rungu sewaktu pulang sekolah pada tahun 2016. Ia menghampiri saya dari belakang dan mencoba untuk berbicara sesuatu dengan gerak-gerik tangan dan mulut. Namun, saya tidak mengerti apa yang ia bicarakan, kemudian saya hanya tersenyum dan pergi begitu saja.
Sampai di rumah, saya sangat menyesalkan kejadian tersebut karena ternyata orang yang saya temui sebelumnya hanya ingin memberitahukan bahwa saya telah menjatuhkan barang bawaan saya dalam perjalanan pulang. Saya marah terhadap diri saya sendiri dan kecewa mengapa saya tidak mencoba untuk memahami apa yang ia komunikasikan. Baru pada tahun 2021 inilah saya menyempatkan diri untuk belajar bahasa isyarat.
Setelah mendaftar dan membayar biaya kursus, siswa dijadwalkan mengikuti orientasi. Di sana, kami mendapat penjelasan mengenai teknis pelaksanaan kursus tiap sesinya. Oleh karena kelas yang saya ambil adalah kelas daring, maka sesi dilakukan di tempat dan fasilitas masing-masing. Kelas wajib diikuti menggunakan aplikasi Zoom dengan aturan bahwa siswa harus mematikan audio (mute) dan wajib menyalakan video. Kelas kami diberi nama kelas 1B dan terdapat 11 siswa dari berbagai umur dan latar belakang pekerjaan.
Kelas diselenggarakan sebanyak 10 kali dengan 9 kali sesi materi yang dilaksanakan seminggu sekali dan 1 kali sesi ujian di akhir minggu. Masing-masing siswa diberikan modul pembelajaran untuk dibaca terlebih dahulu sebelum kelas dimulai. Setiap pertemuan, kami membahas 1 topik. Kelas bahasa isyarat tingkat satu masih mempelajari bermacam kosakata dan dialog-dialog dasar dalam kehidupan sehari-hari, misalnya bagaimana memperkenalkan diri.
Saya merasa kelas bahasa isyarat sangat menarik karena kami dibimbing langsung oleh penutur asli. Setiap sesinya kami “dituntut” untuk mengerti dan memahami materi sehingga kami dapat mempraktikkan kata-kata atau kalimat yang telah dipelajari untuk dikomunikasikan dengan tutor atau latihan bergantian dengan teman-teman satu kelas. Selain itu, juga terdapat sesi review dimana tutor akan mengulang materi yang dibahas pada sesi sebelumnya, kemudian kami akan ditanya satu per satu dengan tujuan agar materi lebih mudah diserap dan diingat. Sama seperti pembelajaran di sekolah, kami juga mendapatkan tugas yang harus kami kerjakan dan kumpulkan pada tenggat waktu tertentu.
Di minggu terakhir, kami dijadwalkan untuk ujian melalui WhatsApp video call. Kami akan ditelepon oleh tutor satu per satu sesuai absen. Seperti ujian pada biasanya, kami diberikan waktu terbatas untuk menjawab pertanyaan tutor mengenai semua materi yang telah diajarkan. Beberapa minggu kemudian, siswa yang dinyatakan lulus akan mendapatkan sertifikat bahwa telah menyelesaikan studi Bisindo tingkat satu. Nilai diambil dari performa siswa pada setiap pertemuan, termasuk absen, tugas, dan pada saat ujian.
Setelah menyelesaikan kelas Bisindo tingkat satu, saya berencana untuk melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi sehingga nantinya saya akan cukup percaya diri untuk berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
Sebagai mahasiswa kedokteran, saya ingin membantu dan menjadi relawan bagi teman-teman tuli, terutama yang nantinya menjadi pasien di rumah sakit yang menjadi tempat saya belajar dan menuntut ilmu. Saya ingin berkomunikasi dengan baik dan jelas kepada mereka. Mungkin, saya bukan merupakan interpreter profesional, tetapi saya percaya bahwa saya akan membangun hubungan interpersonal yang baik dengan mereka.
Bidhari Hafizhah, mahasiswi Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Comments are closed.