“Jakarta penuh orang diundang nggak diundang terus pada mendatang. Pagi sampailah banyaknya tak terbilang penuh sesak lalu lalang pekerja dan pedagang”
Penggalan lagu diatas merupakan lirik dari lagu “Keroncong Jakarta” yang dipopulerkan oleh seniman asli tanah Jakarta Benyamin Sueb atau yang akrab dipanggil Bang Ben. Lagu tersebut menceritakan realita kota Jakarta tempo dulu yang memang sudah ramai orang dari berbagai penjuru negeri yang memang sengaja datang mengadu nasib di Ibukota.
Tentunya, dapat kita lihat bahwa Bang Ben sudah menceritakan kisah Jakarta ala Bang Ben di mana Jakarta ialah kota untuk bernostalgia dan memilki berbagai kenangan dan pengalaman bagi para pendatang maupun penduduk asli Betawi.
Tak terasa 493 tahun sudah kota Jakarta berdiri dan memapah setiap orang yang datang ke kota ini. Tepat pada tanggal 22 Juni, Kota Jakarta semakin emas dan jaya pada umurnya yang “sepuh”. Kota Jakarta dari lahir hingga kini tak luput dari perubahan kota yang dari masa ke masanya semakin berkarya. Di samping itu, Jakarta sudah merekam jutaan kisah cerita senang, pahit, perjuangan yang tentunya tidak semua warganya ketahui.
Namun, inilah Jakarta! Sebuah rumah, seorang ayah, seorang ibu yang siap menyambut siapapun individu yang hadir untuk mewarnai ramai di tanah kota Jakarta. Kita para “warge Jakarte” baik yang asli Jakarta maupun pendatang, sudah lama tinggal ataupun baru datang sudah sepatutnya kita mengetahui esensi sesungguhnya kota Jakarta.
Layaknya kutipan dari Bapak Proklamator kita yang akrab disebut “Jas Merah atau Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah” merupakan poin penting untuk merawat sejarah. Sejarah kota di mana kita berpijak atau lahir di tanah tersebut. Sudah selayaknya kita mengilhami warna-warni sejarah dan budaya di atas tanah tersebut agar kita dapat mencintai sepenuh hati dan menjaganya.
Tak diragukan lagi bahkan sejak zaman kota Jakarta masih disebut Sunda Kelapa, berbagai suku dari penjuru daerah berdatangan. Kekayaan kota ini menarik perhatian para pedagang Eropa seperti Portugis yang menganggap Jakarta sebuah “gerbang emas” untuk menjelajahi nusantara. Bukan hanya bangsa Eropa namun berbagai bangsa dari berbagi negara turut hadir di Sunda Kelapa seperti bangsa Tiongkok, Arab, Gujarat. Kehadiran bangsa-bangsa tersebut menciptakan suatu asimilasi budaya yang kaya terkandung dalam kebudayaan budaya Betawi.
Rakyat Betawi merupakan penduduk asli kota Jakarta di mana kekayaan dan keunikan budayanya akan selalu membekas pada setiap orang yang melihatnya. Rakyat betawi memiliki budaya yang menunjukan nilai toleransi dimana terkandung budaya Tiongkok, Arab dan Eropa dibalut dengan kekhasan keramahan warganya membuatnya indah. Tanjidor yang merupakan hasil asimilasi budaya Eropa, berbagai tarian seperti tarian cokek hasil asimilasi dengan budaya Tiongkok hingga pakaian pengantin pria yang merupakan hasil asimilasi dengan budaya Arab.
Inilah Kota Jakarta yang kita memiliki ribuan cerita bagi pribadi masing-masing yang tentunya tidak akan pernah cukup diceritakan pada generasi selanjutnya. Kota yang akan memberikan banyak kisah bagi siapapun tanpa pandang umur, suku maupun agama.
Ketika kita dapat memahami esensi dan sejarah dari kota Jakarta maka semakin dalam rasa cinta kita pada Jakarta. Mungkin pandemi dapat mensunyikan ramai Kota Jakarta namun kemilau sejati kota ini tidak akan pernah pudar. Dan tepat pada ulang tahunnya yang ke-493 semoga Jakarta tetap menjadi ikon dihati para warganya dan jaya selalu. Terima kasih kota Jakarta! Kota Jakarta tangguh!
M. Bagus Al Rafi, Magangers Batch IX, Mahasiswa Jurusan Komunikasi, Universitas Bina Nusantara Jakarta