Bulan Ramadhan memang selalu dinanti- nanti oleh masyarakat Indonesia. Bulan suci ini, dapat menjadi momentum untuk berkumpul, bersedekah, beribadah, dan berdoa.
Berbagai macam kegiatan dilakukan umat manusia dalam menyambut bulan suci ini. Di indonesia, banyak tradisi- tradisi yang dilakukan oleh warganya. Namun, bulan ramadhan tahun ini sedikit berbeda dengan tahun lalu. Saat ini, kita harus menjalankan ramadhan di tengah wabah berbahaya yang penyebarannya begitu cepat.
Apalagi ditambah dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa daerah. Hal tersebut membuat banyak kegiatan dilakukan dalam keterbatasan. Walaupun bulan suci ramadhan kedatangan wabah berbahaya ini, tak membuat umat muslim melupakan tradisi- tradisi dalam menyambut bulan yang penuh berkah ini.
“Nyekar”
Sudah tidak asing bukan dengan kata “nyekar”. Nyekar bisa disebut juga dengan istilah ziarah Menjelang bulan ramadhan, tradisi ini memang sering dilakukan oleh umat muslim di Indonesia. Nyekar berarti berziarah ke makam keluarga. Tradisi ini biasanya digunakan untuk mendoakan kerabat yang telah tiada. Tak hanya berdoa, momen ini juga bermanfaat untuk merawat dan membersihkan makam.
Adanya Covid-19 yang menyerang Indonesia dan kebijakan yang dibuat pemerintah, membuat sebagian anggota masyarakat tidak melakukan tradisi ini dengan datang langsung ke makam. Eitsss, jangan salah, walaupun tak bisa datang langsung, mereka tetap mendoakan kerabat mereka yang telah tiada di rumah.
Syifa Aisyah (20), mahasiswa Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Gunadarma Depok, Jawa Barat mengatakan, walau tidak bisa datang langsung ke makam, ia mendoakan kerabat yang sudah meninggal sehabis sholat. “Nggak ke makam, tapi paling ya aku ngedoain aja abis sholat”, ujarnya.
Hal berbeda dilakukan oleh Alika (20), mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Falsafah dan Peradaban, Universitas Paramadina Jakarta. Untuk bulan ramadhan kali ini, ia tidak bisa ziarah. Lagi- lagi karena wabah berbahaya ini dan ia mengikuti kebijakan pemerintah untuk tetap di rumah saja dan pembatasan sosial.
Sebagai gantinya, ia beserta keluarga memberikan bingkisan berupa sembako bagi warga sekitar yang lebih membutuhkan. “Selain ziarah, biasanya juga ngadain pengajian, Cuma karena ada wabah ini, jadinya kita enggak adain pengajian. Jadi sebagai gantinya kami membuat bingkisan yang isinya sembako secukupnya, ya buat warga sekitar yang kurang mampu”, tuturnya.
Namun, masih ada juga masyarakat Indonesia tetap melakukan tradisi ini dengan datang langsung ke makam walaupun pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk tetap di rumah aja dan telah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
”Ruwahan”
Ruwahan merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Jawa dalam menyambut bulan puasa. Tradisi ini, kerap dilakukan pada pertengahan bulan kedelapan dalam kalender Jawa. Dilansir dari situs website Nu.or.id ruwahan merupakan tradisi tua yang sudah ada dari dulu. Ada rangkaian acara yang dilakukan, diantaranya dengan tahlilan, kemudian diakhiri dengan membaca doa untuk leluhur.
Tak hanya itu, tradisi ini, biasanya juga melakukan makan besar bersama dengan kerabat. Biasanya, seluruh keluarga akan mengunjungi makam, membersihkan area makam dan berdoa. Setelah itu, dilanjutkan dengan makan besar.
Berbagai jenis makanan lezat disajikan dalam tradisi ini, seperti kolak, kue apem, dan ketan. Kemudian, makanan ini nantinya akan dibagikan kepada tetangga- tetangga sekitar sebagai bentuk amal. Tak hanya itu, Ruwahan juga biasa melakukan kegiatan tahlilan, mendoakan orang- orang yang telah mendahului.
Sedikit berbeda dengan Ramadhan biasanya, pada bulan puasa kali ini, Fitriyana (22), salah satu karyawan restoran cepat saji di Jakarta, tidak melakukan kegiatan tahlilan karena adanya wabah berbahaya ini yang mengharuskan kita untuk tetap di rumah aja. Akhirnya hanya membuat makanan yang kemudian diberikan kepada tetangga.
“Kalo ruwahan di Jawa, biasanya suka diadain tahlilan. Tapi tahun ini cuma bikin makanan terus dikasih ke tetangga”, ujarnya.
Walaupun negara tercinta sedang diserang wabah berbahaya, masyarakat tidak menghilangkan tradisi yang sudah biasa dilakukan dan keberkahan dari bulan ramadhan tidak hilang.
Alifiah Nurul Rahmania, mahasiswa Jurnalisitik, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran.