Keluhan Mahasiswa Mengenai Kuliah Secara Daring

61
5907

Sejak pertengahan bulan Maret, beberapa dari universitas di Indonesia sudah mulai melakukan kuliah daring atau kuliah secara daring sampai akhir semester, dan menghimbau kepada mahasiswa untuk tidak melakukan kegitan bertatap muka. Hal ini tentu dilakukan untuk mengurangi penyebaran virus korona.

Karena penyebaran virus ini sudah menyebar dan jumlah mereka yang terinfeksi tiap hari meningkat, akhirnya Universitas Padjadjaran, melalui putusan rektor nomor 751/UN6.WRI/TU/2020, Arief S. Kartasasmita, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan menandatangani putusan perpanjangan kuliah daring tanggal 19 Juni 2020.

Namun, beberapa mahasiswa menganggap kegiatan kuliah daring ini, tidak terlalu efektif. Banyak dari mahasiswa yang mengeluh tentang kuliah daring. Pasalnya, kuliah daring yang dilakukan, justru lebih banyak mendapatkan tugas.

Tugas daring 

Sudah lebih dari seminggu kegiatan kuliah daring berlangsung. Jihan Astriningtrias, mahasiswa semester empat Program Studi Jurnalistik Fikom Unpad, berpendapat mengenai kuliah daring yang sedang berlangsung.

Menurut dia, kuliah daring ini memang satu- satunya jalan keluar yang bisa diterapkan di tengah pandemi ini. Akan tetapi, disatu sisi dosen yang hanya memberi tugas dan tidak memberikan materi. Jihan menyayangkan keadaan itu.

“Aku agak kecewa sama dosen yang tidak memberikan materi, tapi malah memberikan tugas dan tugasnya banyak banget. Kita memang terbiasa mengerjakan tugas untuk pengganti kelas yang tidak ada atau saat dosen tidak bisa hadir. Namun ini momen dimana dosen tidak bisa hadir dan siswa tidak bisa hadir, tapi  dosen memberlakukan sistem yang sama. Itu sangat disayangkan. Setidaknya dosen bisa memberikan materi terlebih dahulu , seperti dari ppt atau melalui video”, ujar Jihan saat diwawancarai via Line.

Salah satu mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Elva Ikwani, berpendapat bahwa, kuliah daring  ini bukan seperti kuliah daring. Karena, para dosen hanya memberikan tugas saja dan deadline yang diberikan untuk pengumpulan tugas sangat mepet.

“Secara enggak langsung, ini lebih kayak tugas daring dan tenggat waktunya tugas sesuai dengan jadwal jadi mepet banget. Terus buat yang tidak ada wifi di rumahnya jadi kasian karena jadi ngabisin kuota”, tutur  Elva, yang kuliah di Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UPN Veteran Jakarta saat diwawancarai via Whatsapp.

Gaptek dan kuota

Untuk mendukung kuliah daring, beberapa universitas juga sudah mulai bekerja sama dengan beberapa provider untuk memberikan kuota tambahan agar pembelajaran dalah kuliah online ini tidak ada hambatan di internet. Menurut Jihan, apabila kuota sudah mendukung, tetapi ada mahasiswa yang gaptek itu harus menjadi pertimbangan juga.

Kayak aku nih, aku sendiri baru pertama kali kenal zoom atau google meet itu saat adanya kuliah daring, dan saat aku pake, aku kehilangan sekitar 30 menit cuma untuk bingun. Itu karena aku kebingungan bagaimana cara mengoperasikan teknologi ini. Kalau aku mau nanya temen juga itu ganggu temenku yang lain, jadi waktu 30 menit itu aku ga dapet apa- apa“, ujar jihan.

Psikologis

“Kuliah daring juga tidak adil untuk beban psikologis. Kita disini dalam keadaan di isolasi, ga bisa keluar rumah. Dan kita tahu udara segar penting untuk otak,” ujar Jihan.

Tak hanya mendapat tekanan dari tugas- tugas yang ada, terdapat pula tekanan yang lain. Menurut jihan, selain tekanan dari tugas, ia pun juga terkenan dengan kewajibannya sebagai seorang kakak yang membantuk adiknya untuk mengerjakan tugas dan juga harus membantu mengerjakan tugas- tugas rumah.

Untuk pembelajaran berikutnya, Jihan berharap agar kuliah daring dirancang lebih sistematis untuk menghindari kebingungan.

Alifiah Nurul Rahmania, mahasiswa Program Studi Jurnalistik, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran