Let my body to the work, work, work, work, work, work, work, work~
We can work from home, oohhh~~
Seperti lagu Fifth Harmony, Work From Home kini sedang dilakukan oleh sebagian besar orang. Mulai dari perusahaan hingga lembaga pendidikan melakukan WFH untuk menekan jumlah penyebaran virus Corona atau Covid-19. Upaya ini juga dilakukan untuk mengurangi adanya interaksi fisik antar manusia. Meskipun begitu, WFH masih sulit dilakukan oleh mereka yang terbiasa melakukan pekerjaan di luar rumah.
Bukan hanya pekerja saja yang melakukan WFH, rupanya setelah ada anjuran dari pemerintah untuk tetap di rumah dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat. Salah satunya mahasiwa, yang mulai 16 Maret 2020 lalu menerapkan perkuliahan jarak jauh sesuai keputusan perguruan Tinggi. Sejatinya, mahasiswa melakukan berbagai kegiatan di luar rumah bahkan di luar kampus sehingga adanya WFH ini menjadi dilema tersendiri bagi mahasiswa yang sering kali melakukan kegiatan di luar rumah.
Sudah sepekan ini beberapa perguruan tinggi melakukan perkuliahan jarak jauh melalui kelas daring. Salah satu mahasiswa yang harus menjalani kuliah jenis itu adalah Rita Puspita, mahasiswa semester empat Jurusan Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Bandung yang kerap kali mendapatkan tugas untuk liputan dan mengharuskan turun langsung ke lapangan. Rita bercerita jika merasa kesulitan dengan kondisi seperti ini.
“Karena udah terbiasa liputan di lapangan langsung, ketika WFH gini tuh berasa nggak liputan gitu meskipun melakukan wawancara,” ucap Rita. Menurut dia, wawancara melalui telepon seluler membatasi kreativitasnya. Ia jadi tidak bisa meliat gestur dari narasumber dan juga tidak bisa membangun pertanyaan spontan yang bisa didapat ketika wawancara tatap muka.
“Sekarang bikin konten-konten tulisan pun terbatas gitu isunya, kayak sekarang yang lagi happening ‘kan tentang Covid-19, ya udah jadi yang kita fokusin emang di situ. Ngulik-ngulik isu yang kira-kira narasumbernya ini bisa digapai meskipun nggak harus ketemu. Apalagi ini ‘kan masih taraf mahasiswa, ya jadi kalau untuk wawancara sama mahasiswa mostly si narasumber tuh mahasiswa lagi. Jadi, nggak begitu susah sih kalau buat minta wawancara online,” ujar Rita menguraikan apa yang ia alami.
Bukan hanya perkuliahannya saja yang terhambat, beberapa program kerja dari organisasi yang diikutinya pun ikut postponed. Sebagai mahasiswa aktif, Rita juga mengikuti beberapa organisasi di kampus. Rita merasa agak kewalahan dengan kondisi yang menghambat aktivitas perkuliahannya.
Masalah lainnya yang ia alami adalah kemungkinan dirinya akan kembali dikontrak oleh salah satu media yang bisa jadi membuat ia harus melakukan liputan ke lapangan langsung. Rita bercerita jika om-nya yang bekerja sebagai jurnalis pun tetap bekerja keluar rumah, “Ya.. gitu lah kerjaan jadi jurnalis mah,” katanya dengan pasrah.
Skripsi yang sedang digarapnya tinggal selangkah lagi menuju sidang akhir, namun hal tak terduga bisa selalu terjadi.
Lain lagi yang dialami oleh Guztap Jabarulhaq. Mahasiswa tingkat akhir Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran yang sedang menyusun skripsi itu juga merasakan kendala dengan adanya WFH. Pasalnya, bimbingan skripsi yang butuh banyak bimbingan dari dosen sangat terganggu, miskom sering kali terjadi karena tidak dilakukan secara tatap muka.
Guztap sering kali merasa bingung ketika melakukan bimbingan online, “Susahnya karena dosen pertama lambat responnya terus kadang-kadang dapet feedback-nya enggak jelas, kita udah tanya panjang lebar tapi dosen cuman bilang lanjutkan, ‘kan nggak tau lanjutkannya apa,” jelasnya.
Skripsi yang sedang digarapnya tinggal selangkah lagi menuju sidang akhir, namun hal tak terduga bisa selalu terjadi. Adanya virus Covid-19 menjadi penghambat segalanya. “Masalahnya mau sidang, ‘kan sekarang sidang online, untuk Keperawatan sendiri jadi ada sidang online baik itu UP (usulan Penellitian) maupun sidang akhir. Pertama kali mau diberlakukan mulai tanggal 26-27 Maret,” kata Guztap lagi.
Menurut rencana, tidak lama lagi Guztap akan melakukan sidang akhir. Mengetahui fakta bahwa wisuda periode Mei diundur hingga waktu yang tidak ditentukan menjadi ketakutan tersendiri. Jika sidang akhir benar-benar harus dilakukan melalui daring, sepertinya ia harus pasrah dan berharap kondisi membaik sehingga bisa wisuda di bulan Agustus mendatang,
Sementara itu, tenaga medis tidak kenal WFH dan tetap bekerja seperti biasa yang menjadi garda terdepan dalam melawan virus Covid-19. Misalnya Siti Suriati, satu dari sekian banyak tenaga paramedis yang tetap melayani pasien. Siti menjadi perawat di Puskesmas kecamatan Pasawahan, Purwakarta, Jawa Barat.
Ibu tiga anaktersebut tetap ikhas menjalankan pekerjaanya. “Kalau kami niatnya ibadah, bismillah, dan selalu berdoa. Ya gimana kita juga nggak mau kena, mudah-mudahan tidak terkena penyakit yang berbahaya,” ujar Siti.
Atas inisiatif dari swadaya di Balai Penanganan tempat Siti bekerja, untuk menjaga daya tubuh para pekerja setiap hari mereka menerima asupan satu tablet vitamin dan sekotak susu. Bukan dari pemerintah, tetapi lahir dari kepedulian sesama tenaga medis untuk bisa tetap bekerja di tengah wabah pandemik. Siti juga meminta agar yang tidak memiliki kepentingan tidak keluar rumah, dengan begitu bisa membantu pekerjaan tenaga medis.
“Dengan kita diam di sini (rumah) jadi menyedikitkan paparan. Apabila ada orang yang kita tidak tahu dari luar negeri misalkan. Nggak punya mobil sendiri dan naik umum, nggak tahu kan kita sebelahnya itu orang abis dari luar negeri, ‘kan nggak kelihatan itu virus tidak kasat mata,” katanya lagi.
Siti juga menghimbau untuk 14 hari ke depan, warga tetap di rumah seperti anjuran pemerintah. “Justru dengan kita sering-sering banyak keluar rumah itu menyebabkan kecenderungan terpapar virus yang sedang booming ini,” tambahnya. Katanya, kita hanya bisa menjaga kesehatan, berperilaku hidup bersih dah sehat.
Nabilah Muhamad, mahasiswa Jurusan Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran
Comments are closed.