Di Jakarta International BNI Java Jazz Festival, Sabtu (29/02/2020), Saxx in the City mampu membuktikan tidak hanya penyanyi saja yang dapat menarik perhatian penonton dalam sebuah pertunjukan musik, namun permainan saxophone yang indah nan merdu juga tak kalah menariknya untuk ditonton.
Grup yang beranggotakan tiga orang, Damez Nababan (Tenor Sax), Tommy Pratomo (Alto Sax), Nicky Manuputty (Alto Sax) menceritakan awal terbentuknya Saxx in the City yang ingin seperti boyband namun dalam versi intrumental.
“Sebenarnya kami buat format boyband cuma instrumental, bisa dibilang pop instrumental, funk, apapun itu tapi dalam bentuk instrumental,” ujar Damez.
Adanya Saxx in the City membuktikan kepada orang banyak kalau saxophone bisa menjadi lead performance tidak hanya menjadi pengiring vokal. Lebih dari itu, Tommy menjelaskan sejarah saxophone yang mulanya merupakan lead instrument.
“Sebenarnya untuk saxophone itu sendiri kalau mengikuti sejarahnya memang dia instrumen lead. Jadi, mungkin masalah kebiasaan di Indonesia saja yang menganggap saxophone menjadi alat musik pengiring,” tegas Tommy.
Walaupun mendapatkan posisi manggung yang jauh di belakang, tak membuat antusias penonton menurun. Semakin malam, MLD Spot Bus justru dipenuhi penonton. Tommy juga merasakan hal tersebut. Menurutnya dari penampilannya tahun lalu, penonton di Java Jazz tahun 2020 lebih banyak.
Memilih menjadi full time musician adalah langkah yang diambil untuk mengenalkan saxophone sebagai lead instrument kepada orang banyak. Dikenal sebagai satu-satunya grup saxophone yang menjadi pemain utama, Saxx in the City yakin ke depannya akan muncul grup saxophone yang baru.
Mereka yakin, hobi yang ditekuni dapat mewujudkan mimpi yang diharapkan, terlebih jika ingin menjadi musisi. Dianggap lebih senior oleh Tommy, Nicky memberikan tips jika ingin menjadi pemain profesional saxophone. “Hobi main saxophone aja bisa jadi musisi. Tipsnya latihan tiap hari 6 jam,” jawab Nicky.
Saling menginspirasi satu sama lain, Damez menambahkan kemampuan dan standart menjadi hal yang penting dalam bermain alat musik. Skill yang bagus diyakini dapat membuat orang lain tertarik.
“Untuk sampai tahap seperti ini awalnya berlatih dulu sih. Kalau kita tidak mempunyai kemampuan yang tidak mumpuni itu tidak ada gunanya. Kalau kita punya standart yang bagus minimal kita akan dilirik band-band tertentu dan akan diajak jadi second playernya,” ungkap Damez.
Dalam penampilannya di Java Jazz festival 2020, Saxx in the City berharap suatu saat nanti akan tampil kategori special show di Java Jazz Festival ditambah kolaborasi dengan Erwin Gutawa akan menjadikan penampilannya pecah. Merespon balik penonton yang antusias menyambut momen itu datang, Tommy berharap penonton tidak mencari tiket gratisan dengan nada bercanda.
“Tapi, kalian nanti beli tiketnya, ya? Jangan amin- amin aja. Apalagi minta gratisan,” ujarnya sambil bercanda.
Tampil di MLD SPOT Bus memberikan mereka ide motto manggung yang cukup unik, yakni Gak Takut Hujan, mengingat Saxx in the City tampil outdoor di Java Jazz Festival 2020. Penonton pun merespon dengan tawa. Justru, tak lama kemudian gerimis turun di JIExpo Kemayoran dan beberapa penonton mulai berlarian di tengah performance Saxx in the City.
Reporter: Nur Kamilah, mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Jakarta
Forografer: Hans Immanuel, mahasiswa Jurusan Fotografi, Lasalle College Jakarta
Kaleb Octavianus Sitompul, Mahasiswa Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta
Comments are closed.