Menikmati Pameran Karya Xu-Bing di Museum Macan

0
448

Museum Macan di Jakarta Barat menjadi salah satu museum yang didekasikan untuk seni modern dan kontemporer di Jakarta. Sesuai dengan namanya Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara, museum ini menyajikan berbagai koleksi seni mulai dari nasional maupun internasional. Seni yang ditampilkan tidak hanya lukisan saja, melainkan juga menampilkan gaya kontemporer dengan berbagai medium, teknik dan instalasi.

Cara Museum Macan mendedikasikan dirinya terhadap pendidikan interdisipliner dan pertukaran budaya dilakukan dengan berbagai program publik dan pameran dinamis. Pendidikan menjadi misi dari Museum Macan, program pendidikannya menyediakan akses ke seni dengan pameran yang dilihat melalui cara yang menarik. hal ini tentu membuat apresiasi masyarakat terhadap karya seni dan sorotan terhadap seni menjadi lebih baik.

Pada periode kali ini karya yang dipamerkan adalah Xu Bing: Though and Method. Xu Bing adalah seniman terkenal asal Tiongkok. Pameran yang diselenggarakan mulai 31 Agustus 2019 hingga 12 Januari 2020 merupakan hasil kerja sama pihak museum dengan UCCA Center of Contemporary Art, sebuah institusi seni kontemporer terkemuka di Cina.

Xu Bing adalah salah satu seniman yang sangat berpengaruh. Karyanya penuh pemikiran ekplorasi sistem bahasa dan banyak mengangkat isu-isu kehidupan sosial di masyarakat, baik, pendidikan, lingkungan. Ia juga menyoroti dampak dari globalisasi dan pemahaman lintas budaya.

Terdapat lebih dari 60 karya yang dipamerkan dengan berbagai medium seperti intsalasi, grafis, kertas, film, seni grafis, hingga kearsipan. Seluruh karya Xu Bing dalam pameran ini mencakup karya dan proyek penting lebih dari empat dekade praktik artistik.

Keunikan dalam karya Xu bing ini, bagaimana ia menerjemahkan segala macam konflik dan isu dengan karya seni ciptaannya. Seperti yang ia katakan bahwa yang penting  tentang seni bukanlah pertanyaan apakah ia terlihat seperti seni, tetapi bagaimana ia dapat memberikan cara baru dalam memandang sesuatu.

Honor and Splendor, Foto: Riska Arlianda

Xu Bing: Thought and Method menampilkan beberapa karya antara lain, “Honor and Splendor” yang merupakan bagian dari proyek Xu Bing yang lebih besar, “Tobacco Project” dalam proyek ini Xu Bing ingin menyampaikan umumnya rokok dianggap buruk dan kesenian itu baik. manusia tergantung pada keduanya. menggabungkan keduanya dapat menhasilkan kekuatan yang baru.

Ketika melihat dari persepektif lain dan meletakkannya di ranah yang berbeda, ia melihatnya sebagai entitas yang sama sekali baru. Hal yang disoroti dalam proyek ini rokok dianggap sebagai sebuah objek yang dapat menyatu dengan berbagai aspek kehidupan.

“Book from the Sky (1987-1991)”  instalasi masif yang dibentuk dari banyak gulungan kertas untuk menantang ilmu pengetahuan.

Selanjutnya ada karya Xu-Bing yang diberi nama CCTV “Dragonfly Eyes” tersirat pesan bahwa dunia hari ini telah  menjadi studio film raksasa.

Dragonfly Eyes. Foto: Riska Arlianda

Yang terakhir terdapat American Silkworm Series (1994-2019) : Silkworm Egg Books bercerita signifikansi budaya dan sifat alami yang berubah-ubah dari spesies ulat sutra. Dalam pameran itu nampak ulat sutra memintal sutra dan menutupi bagian-bagian laptop, buku. Agregat sutra bertelur pada lembaran halaman buku dan menciptakan teksnya sendiri

American Silkworm Series, Foto : Riska Arlianda

Temu wicara

Selain terdapat pameran dari karya Xu Bing dan Gender ada dua temu wicara yang digelar pihak Musem Macan bertema “Memprediksi Arah Fotografi Di Tahun 2020” yang bekerja sama dengan Komunitas Kelas Pagi. Acara diadakan pada Sabtu (11/1/2020) dan temu wicara “Bissu” yang membahas perspektif gender dalam masyarakat Bugis pada Minggu (12/1/2020).

Dua acara tersebut dapat menambah antusias masyarakat untuk mengunjungi Museum Macan selain menambah wawasan tentang karya seni rupa. Temu wicara yang diadakan juga membuka ruang diskusi bagi para peminat fotografi dan gender.

Temu wicara “Memprediksi Arah Industri Fotografi di Tahun 2020” diisi oleh Ifan Hartanto (fotografer profesional), Akbaralaziz (fotografer dan kreator profesional dan dipandu oleh Euriza Mayangsari (Third Eye Spaces). Acara itu membahas tentang perkembangan teknologi yang menjadi sebuah hal tidak bisa terelakkan di era globalisasi kini.

Teknologi telah memunculkan dampak yang signifikan terhadap perilaku maupun perubahan sosial. Tren fotografi dan kecantikan diprediksi akan terlihat semakin natural, mulai dari segi pencahayaan, editing, lokasi yang dipilih dan pose model makin terlihat sebagai sesuatu yang natural dekat dengan realita kehidupan sehari hari.

Talkshow “Memprediksi arah industri fotografi di tahun 2020”, Sabtu (11/1/2020). Foto: Riska Arlianda

Sementara temu wicara “Bissu” diisi oleh Rr Sri Agustine, seorang aktivis gender.  Acara tersebut membahas perkembangan dunia yang modern namun didominasi oleh sistem yang biner telah meghadirkan eksistensi perempuan-perempuan dengan budaya Bugis.

Masyarakat Bugis telah mengenal adanya keberagaman gender sejak berabad-abad lalu yang tersirat dalam naskah I Lagaligo, yang menyatakan bahwa manusia terdiri dari lima gender yaitu perempuan, laki-laki, calalai, calabai, bissu. Menurut Sri Agustine, kaum Bissu dapat dikatakan sebagai gender “transcend”, karena telah melampaui bentuk “transgender”. Bissu tidak masuk dalam kotak gender laki-laki, perempuan, Calalai juga Calabai.

Rr Sri Agustine, pemateri dalam temu wicara “Bissu” sedang berbicara pada Minggu (12/1/2020). Foto: Riska Arlianda

Berkunjung ke Museum Macan dapat menjadi salah satu destinasi wisata di akhir pekan, loh teman-teman. Selain bisa menjadi alternatif tempat berlibur Museum Macan juga memberi banyak pengalaman menarik dan pengetahuan bagi para pengunjung.

Tempat itu bisa menjadi spot foto yang instragramable. Apalagi lokasi musium sangat strategis, kita bisa menggunakan angkutan publik karena ada halte Transjakarta Kebon Jeruk di dekat musium. Dari halte perjalanan ke museum bisa ditempuh dengan jalan kaki  karena hanya berjarak sekitar 500 meter saja.  Selamat berkunjung!.

Riska Arlianda, mahasiswi Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjajaran Jatinangor