Setuju atau tidak, rokok memang masih menjadi polemik dalam masyarakat. Di satu sisi menguntungkan negara dari segi penerimaan cukai yang besar hingga mencapai ratusan triliun rupiah setiap tahun, di sisi lain merugikan masyarakat akibat dampak yang ditimbulkannya.
Pada tahun 2018, target penerimaan cukai mencapai Rp 155,40 triliun dan realisasinya mencapai Rp 159,69 triliun atau 102,8 persen. Untuk cukai hasil tembakau menyumbang penerimaan negara paling besar dibandingkan dua penerimaan cukai lainnya yaitu sebesar 95 persen atau sekitar Rp 151,7 triliun.
Tingginya penerimaan cukai hasil tembakau, membuktikan juga tingginya jumlah perokok di negara kita. Hal ini juga yang mengakibatkan tumbuh suburnya industri rokok “nakal” yang memproduksi rokok tidak sesuai ketentuan.
Apakah hal ini merugikan negara?
Ya, tentu saja merugikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat Indonesia masih banyak yang belum paham fungsi dari pita cukai pada kemasan rokok. Pita cukai rokok yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai merupakan alat untuk mengawasi dan mengontrol peredaran Barang Kena Cukai (BKC) di masyarakat. Sama halnya dengan pencetakan uang, pita cukai dipercayakan pencetakannya kepada Peruri. Pita cukai tersebut memiliki unsur keamanan yang tinggi agar tidak mudah ditiru oleh para pelaku pemalsuan pita cukai.
Tak hanya dalam hal mencegah pemalsuan pita cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pun gencar melakukan penindakan terhadap produk rokok yang dijual tidak sesuai dengan UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai, dan juga sosiali mengenai pita cukai kepada masyarakat.
Jenis pelanggaran
Umumnya pelanggaran di bidang cukai rokok antara lain meliputi, penjualan rokok polos atau tanpa pita cukai, penjualan rokok menggunakan pita cukai palsu, penjualan rokok menggunakan pita cukai bekas, penjualan rokok menggunakan pita cukai asli namun salah peruntukan, tidak sesuai antara jenis rokok dan jenis pita cukai. Satu lagi, penjualan rokok menggunakan pita cukai asli, namun bukan pita cukai perusahaan tersebut, melainkan pita cukai perusahaan lain.
Pemerintah berkomitmen menekan jumlah peredaran rokok ilegal di masyarakat untuk memberikan kepastian berusaha industri hasil tembakau, melindungi masyarakat dari konsumsi barang kena cukai ilegal. Selain itu juga untuk mencegah potensi kebocoran penerimaan negara dari peredaran rokok ilegal. Dengan memperhatikan hal tersebut maka mulai 1 Januari 2020, pemerintah menetapkan kenaikan tarif cukai dengan rata-rata sekitar 23 persen dan harga jual eceran rata-rata sekitar 35 persen.
Untuk menekan jumlah peredaran rokok ilegal butuh dukungan serta peran dari seluruh masyarakat. Masyarakat yang menemukan atau mengetahui penjualan rokok yang tidak sesuai dengan peraturan diharapkan dapat melaporkannya kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk ditindaklanjuti guna mengamankan penerimaan negara.
Jessica Ayu Ashara, mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN Jakarta