Isha Hening dikenal sebagai Motion Graphic Artist dan Video Jockey (VJ), yang berkarier sejak 2007. Bergerak dalam dunia visual dan pernah mengerjakan visual mapping untuk panggung lokal dan internasional membuatnya terus berkarya hingga saat ini.
Salah satu karyanya dipakai untuk panggung Djakarta Warehouse Project (DWP) selama delapan tahun terakhir. Menjelang penyelenggaraan DWP 2019 pada 13-15 Desember 2019, Kompas Muda mendapat kesempatan mewawancarai Isha langsung di venue DWP, JIEXPO Kemayoran, Kamis (12/12/2019) pagi.
Berikut ini wawancara Kompas Muda dengan Isha Hening:
Bagaimana awal mula kenal Video Jockey (VJ) dan apa yang membuat Anda tertarik untuk belajar dan menjadi VJ?
Saya belajar motion graphic secara otodidak, dan dulunya kuliah desain di Seni Rupa. Awalnya mulai dari belajar video editing, setelah itu belajar motion graphic, suka sama live show, lalu baru tahu tentang VJ.
Tertarik dengan motion graphic dan VJ karena minat dan saya senang mengerjakannya, lalu saya juga suka melihat hasil karya yang sudah saya buat ditampilkan di layar besar. Dari situ saya melihat keuntungan finansialnya dan lingkungan kerja yang menyenangkan yaitu nonton konser.
Tantangan apa yang dihadapi saat menjadi motion graphic?
Pertama kali belajar motion graphic karena jadi editor offline dan diminta membuat motion graphic. Lebih baik belajar sendiri daripada menggunakan jasa orang lain, jadi bisa karena terpaksa. Tantangannya untuk membuat motion graphiclumayan banyak, terutama hal-hal teknisnya yang perlu telaten dalam mengerjakannya.
Hal apa yang Anda lakukan saat stuck dalam mencari ide?
Saya tidak pernah stuck banget dalam mencari ide. Kalau sedang suntuk tidak tahu ingin ngapain dan tidak bisa kerja lagi saya memilih untuk tidur. Saya sering di dapur karena saya juga suka masak untuk melepas penat sejenak.
Ciri khas dari karya Anda yang membedakan dengan VJ lain?
Karya-karyaku banyak yang psychedelic, jadi banyak menggunakan warna cerah dan kontras. Animasi yang aku gunakan juga terinspirasi dari banyak hal yang aku visualisasikan dalam karya motion graphic-ku.
Bagaimana rasanya kolaborasi dengan artis-artis besar dan bagaimana proses produksinya?
Awalnya senang bisa kolaborasi sama artis-artis besar, tapi karena saya sadar ini pekerjaan yang harus dilakukan secara profesional, jadi sekarang sudah terbiasa. Untuk sekarang, saya lebih tertarik pada proyek yang berkualitas.
Selama karyanya keren siapapun yang kolaborasi bersamaku tidak menjadi masalah. Kalau untuk acara kecil, biasanya lebih sering produksi sendiri. Lain ceritanya kalau acara besar dan berlangsung dua sampai tiga hari, seperti festival musik atau DWP ini saya ajak beberapa orang untuk jadi satu tim.
Hal apa yang spesial dan persiapan untuk DWP 2019?
DWP tahun ini line up nya seru-seru banget sampai kamu pasti akan bingung mau nonton siapa. Untuk persiapannya, kita lagi visual mapping, mengecek dan menyiapkan peralatan.
Apa harapan Anda untuk profesi VJ di Indonesia dan tips untuk anak muda yang ingin menjadi VJ?
Harapannya semoga profesi VJ di Indonesia bisa lebih dihargai, bukan hanya dari segi klien tapi juga dari pelakunya sendiri. Tujuannya agar industri dan kompetisi di industri seni digital semakin sehat. Saat kalian memilih VJ untuk jadi profesi, kalian harus profesional. Memang pekerjaannya seru, seperti kesempatan nonton konser dan melihat karya kita di layar besar. Tapi jangan lupa kita harus tetap serius dan teliti dalam mengerjakannya.
Meskipun banyak bekerja di tempat seru, menjadi seorang Video Jockey bukan pekerjaan yang mudah. Perlu ketelitian serta pengalaman yang tidak sedikit untuk mewujudkan mimpi. Sama seperti Isha Hening, kariernya saat ini tidak hadir dalam sekejap. Semangat untuk terus belajar dan tidak berhenti mencoba membuatnya bisa terus berkarya sampai saat ini.
Simak video wawancara Kompas Muda bersama Isha Hening di Youtube Kompas Muda.
Reporter: Mutiara Dwi Setyorini, pelajar SMK N 48 Jakarta, Volunter Kompas Muda x DWP, Magangers Kompas Muda Batch XI.
Fotografer: Muhammad Raihan Aditama, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta. Volunter Kompas Muda X DWP, Magangers Kompas Muda Batch X.
Comments are closed.