Seminar Nasional Dinamika Pro dan Kontra RUU KUHP

0
669

Program Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Pakuan Bogor, Rabu (27/11/2019) mengadakan seminar nasional dengan tema “Suatu Refleksi Antara Harapan dan Kenyataan”. Penyelenggara acara mengundang pembicara ahli di bidang hukum pidana sekaligus perancang Rencana Undang-undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Diantaranya adalah penyusun RUU KUHP yang juga guru besar ilmu hukum pidana Universitas Indonesia Harkristuti Harkriswono, Wakil Ketua DPR RI M Azis Syamsuddin, Ketua MAHUPIKI Yenti Garnasih dan moderator Agus Satory.

Dalam acara yang bertempat di gedung Graha Pakuan Siliwangi, Harkristuti menyampaikan materi yang berjudul jalan panjang RUU KUHP. Ia menyampaikan RUU KUHP telah ada sejak 1963 di mana pakar- pakar ahli hukum pidana saat itu sudah mencanangkannya.

Tuti juga mengambarkan mengenai the living law atau singkatnya hukum adat yaitu hukum yang berlaku di mana hukum itu hidup. Pihaknya menilai, selalu ada pandangan berlebihan mengenai KUHP yang dilontarkan LSM terkait jumlah hukum pidana yang ada. Dalam dunia hukum, tidak akan ada keadilan tanpa seorang hakim yang adil. Bagaimana kriteria hakim yang adil adalah saat hukum dapat ditegakkan seiring dengan ditegakkannya keadilan menggunakan kewenangan diskresionernya.

Pembicara kedua, Wakil Ketua DPR RI M Azis Syamsuddin menjabarkan urgensi pengesahan RUU KUHP yang dianggap kontroversial. Ia mengatakan ada 14 pasal krusial yang masuk DPR dan tujuh dari sembilan fraksi partai menyetujui pengesahan RUU KUHP. Pemerintah menyiapkan draf berisi 668 pasal yang dalam tahap mempelajarinya tidak dapat dibaca terpisah.

Azis menambahkan, urgensi pengesahan itu agar negara memiliki asas. “Urgensinya supaya negara punya asas karya anak bangsa,” Ucapnya.

KUHP yang saat ini berlaku di Indonesia berasal dari  Wetboek van Strafreccht voor Nederlandsch Indi , buatan pemerintah kolonal Belanda. Ada tiga buku KUHP berdasarkan Wetboek van Strafreccht voor Nederlandsch Indie diantaranya aturan umum, kejahatan, dan pelanggaran.

Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia, Yenti Garnasih menguatkan pandangan kedua pembicara sebelum dirinya mengenai pasal-pasal krusial yang diperdebatkan oleh masyarakat.

Pemberian plakat kepada Prof Harkristuti Krisnowo

“Silakan memberikan masukan, asal tahu pasalnya, dan riwayat pembuatannya. Pembahasannya pun sudah terbuka,” ujar Yenti. Dalam argumentasinya, Yenti pun mengungkapkan bahwa KUHP dibahas bersama pakar-pakar ahli pidana.

Sebagai external expert pemerintah, ia menjelaskan hanya RUU perzinaan saja yang belum rampung dibahas. Dalam hal hukum yang berlaku di Indonesia, pemerintah mengklaim akan selalu memberikan ruang bagi hukum yang hidup dalam masyarakat.

Zintan Prihatini, Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Budaya, Jurusan Jurnalistik, Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Pakuan Bogor