Perempuan, Disabilitas, dan Pendidikan

0
356

Perempuan. Apa yang terlintas di pikiran Anda ketika mendengar kata tersebut? Ibu Rumah Tangga? Kaum terpinggirkan?

“Perempuan nggak perlu sekolah, toh nanti ngurusin dapur.”

Pernyataan di atas sudah terdoktrin di masyarakat. Namun, di zaman serba teknologi sekarang ini, keabsahan pernyataan tersebut sudah tidak berlaku.

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum dan Komunikasi Unika Seogijapranata Semarang kembali menyelenggarakan Seminar Perempuan dan Disabilitas. Tahun 2018, tema yang diangkat dalam seminar adalah perempuan dan kepemimpinan. Tahun ini, panitia Seminar Perempuan dan Disabilitas mengangkat tema perempuan dan pendidikan. Acara diselenggarakan pada Sabtu (14/9/2019)  di Kampus Unika Soegijapranata Semarang.

Seminar tersebut mengundang Sakdiyah Ma’ruf, seorang aktivis yang juga berprofesi sebagai komedian. Perempuan keturunan Arab asal Kota Pekalongan, Jawa Tengah ini membagikan pengetahuan mengenai makna pendidikan.

Sakdiyah Ma’ruf membagikan makna pendidikan di Theater Thomas Aquinas Unika Soegijapranata, Sabtu (14/9/2019).

“Pendidikan membawa tiga hal yang sangat berpengaruh dalam hidup kita yaitu imajinasi yang membuat pikiran lebih terbuka, stories yang memberi kita pengalaman juga lebih mengasah perasaan kita agar lebih peduli dengan orang lain, serta mengantarkan kita kepada guru yang menjadi orangtua kedua bagi kita,” jelas Sakdiyah Ma’ruf.

Selain mengundang Sakdiyah Ma’ruf, seminar Perempuan dan Disabilitas itu juga mengundang pendiri Organisasi Disabilitas Tuban (ORBIT) yaitu Fira Fitri Fitria. Sejak umur dua tahun, Fira sudah didiagnosis menderita celebral palsy yang menggangu dan menghambat gerak motorik tubuh bagian kirinya.

Fira merupakan jurnalis sekaligus mahasiswi pascasarjana Departemen Kebijakan Publik Universitas Airlangga Surabaya. Fira memilih fakultas tersebut dengan harapan dapat mempertahankan hak-hak penyandang disabilitas agar diterima dan didukung oleh lingkungan ataupun kelompok masyarakat.

“Kreativitas teman-teman penyandang disabilitas juga difable tidak boleh dibatasi. Mereka juga memiliki hak untuk berkreasi dan berinovasi,” kata Fira.

Perjalanan dan pengalaman yang telah dilalui oleh Fira membuat dirinya semakin bertekad untuk menjadi difabel yang berkualitas dan ditunjukkan melalui nilai ataupun kemampuan yang berbeda.

Seminar itu tak hanya dihadiri oleh mahasiswa dan masyarakat umum, tetapi juga anggota Komunitas Sahabat Difabel Kota Semarang. Sesuai dengan nama seminarnya, seluruh panitia dalam acara ini adalah perempuan dengan jumlah 23 orang.

“Seminar ini diluar harapan kami. Bukan jumlah audiens yang kami perhatikan. Disini yang kita tonjolkan adalah urgensitas pendidikan buat perempuan dan ingin mengajak peserta juga panitia untuk melayani sepenuh hati tanpa pandang bulu,” jelas Ketua SPD, Elizabeth Evelyn.

Penulis: Kompas Corner Universitas Katolik Soegijapranata Semarang / Yosephin Hamonangan Pasaribu

Penyunting: Kompas Corner Universitas Katolik Soegijapranata Semarang / Frisca Vyolietta Sunjoto

Fotografer: Kompas Corner Universitas Katolik Soegijapranata Semarang / Agatha Belva Marciana edo