Momen bahagia memang seharusnya dirayakan dengan meriah. Seperti momen ulang tahun seseorang. Namun bagaimana jika dalam perayaan ulang tahun itu ada kisah tragis di dalamnya. Seperti ulang tahun kemerdekaan Indonesia. Perlu perjuangan panjang dan tumpah darah hingga pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia bisa merdeka.
Untuk mengenang perjuangan panjang itu setiap tahun selalu dirayakan ulang tahun kemerdekaan. Tapi pertanyaannya mengapa harus dengan pesta pora ? Mengapa harus ada lomba-lomba dengan hadiah yang membuat pesertanya lupa arti sebenarnya perayaan itu dilakukan ? Apa ini bukan suatu yang ironis ?
Upacara bendera kebanyakan dilakukan oleh para badan negara seperti tentara, polisi, pejabat, guru serta dinas pemerintahan lainnya. Lalu bagaimana dengan rakyat ? Melihat meriahnya acara yang dilakukan di berbagai tempat, mereka sering justru lupa makna perayaan yang sebenarnya.
Padahal ini adalah hari sakral yang seharusnya diingat sebagai perjuangan panjang dari sejarah yang kelam
Bukan melarang perayaan dengan bersenang-senang, namun jangan melupakan doa yang harusnya ditujukan untuk para pemberi kemerdekaan. Disinilah tugas para aktivis negara serta badan pemerintah untuk bekerja sama menumbuhkan kembali semangat perjuangan yang sudah di bangun para pahlawan. Semangat membangun negeri dari mulai komponen terkecil hingga teratas. Sehingga tidak semua tugas membangun negara menjadi beban badan pemerintahan.
Mengingatkan kembali bahwa menjaga dan merawat kemerdekaan adalah tugas seluruh anggota warga negara. Namun masih banyak di dapati orang-orang sibuk bekerja atau bahkan malah berlibur di tempat wisata bersama keluarga. Padahal ini adalah hari sakral yang seharusnya diingat sebagai perjuangan panjang dari sejarah yang kelam. Agar sejarah kelam itu tidak terjadi lagi perlu peningkatan kualitas bangsa dengan semangat yang dibangun para pendahulu, semangat gotong-royong, kebersamaan, kejujuran serta keadilan yang menjadi dasar terbentuknya hari sakral itu.
Pemerintah perlu melihat ini sebagai masalah yang dilihat dengan kedua mata, bukan hanya sebelah mata. Masih banyaknya dibuka wahana hiburan menjadikan orang-orang memanfaatkan hari libur kemerdekaan berlibur disana. Seharusnya tempat seperti situs-situs sejarah atau musemum adalah satu-satunya wisata rohani yang dapat dikunjungi. Bukan sebagai apa, hanya agar kita tidak lupa dengan sejarah bangsa sendiri.
Tidak bisa dipungkiri, waktu adalah pengikis ingatan yang handal. Oleh sebab itu perenungan dan rekam jejak adalah hal yang harus dilakukan demi melawan lupa. Bukan malah berpesta pora minuman hingga justru mempercepat lupa. Indonesia adalah bangsa yang punya sejarah, punya masa jaya dan redupnya. Tinggal bagaimana kita sebagai putra-putri ibu pertiwi memilih. Kembali pada masa jaya atau masa kelam. Sikap kitalah yang akan menentukan.
Amirur RijalĀ