“Pak, putar balik pak!,” teriak seorang anak laki-laki di depan seorang pengendara sepeda motor.
“Bapak, jangan lewat sini ya, ini jalan satu arah pak,” kata temannya yang lain sembari menggerakkan kedua tangannya menyuruh putar balik. Kemudian secara perlahan, pengendara tersebut memutar arah motornya dan berjalan menjauhi kerumunan anak-anak itu.
Begitulah salah satu keseharian komunitas ini setiap akhir pekan di jalan sekitar perlintasan kereta api di Bandung. Dengan cuma-cuma, mereka menggadaikan waktu bermain hingga menghangatkan diri bersama keluarga di rumah untuk menjaga kondusivitas lalu lintas. Tidak peduli terik panas hingga rintik air hujan, mereka tak kenal lelah mengingatkan menjaga diri saat berkendara. Mereka menamai dirinya sebagai Edan Sepur Bandung.
Edan Sepur terbentuk pada 5 Juli 2009 oleh sekelompok remaja pecinta kereta api. Bentuk kecintaannya pun disalurkan dengan berkeliling setiap stasiun di Pulau Jawa menggunakan kereta api. Dari perjalanan sekelompok remaja tersebut, kemudian lahirlah Edan Sepur sehingga berbagai saluran kecintaannya bisa dijalankan dengan terorganisir.
“Edan itu artinya gila, sepur ya kereta api. Jadi, setiap ketemu kereta api saking cintanya keliatan kaya orang gila aja,” tutur Abdullah Putra Ghandara, Koordinator Edan Sepur Bandung saat ditemui di Kantor Sistem Kendali lalu Lintas Kendaraan Bandung, beberapa waktu lalu.
Komunitas ini menancapkan namanya di banyak tempat di Pulau Jawa, salah satunya di Jakarta, Cirebon, dan Bandung. Fokus kegiatannya pun beragam di tiap daerahnya. Seperti Jakarta yang lebih sering mengandalkan kegiatan olahraga dan Cirebon dengan beragam acara kopi darat serta car free day guna menyosialisasikan tertib berkendara. Sementara Bandung mengandalkan gerakan #DisiplinPerlintasan sebagai bentuk kecintaannya.
#DisiplinPerlintasan
Edan Sepur Bandung lahir pada 2010 saat banyak orang menyalurkan kecintaannya pada kereta api ke media sosial Facebook. Agha, sapaan Abdullah, sebagai pecinta kereta api sedari lama tidak ingin ketinggalan dengan menginisiasi Edan Sepur di Bandung, tempat kelahirannya. Berdirinya di Bandung juga berawal dari kekhawatiran Agha atas banyaknya penumpang kereta api yang tidak tertib seperti menaiki atap gerbong saat perjalanan.
Gerakan #DisiplinPerlintasan merupakan serangkaian sosialisasi bersifat sukarela di jalanan sekitar perlentasan kereta api di Bandung guna meningkatkan kesadaran berlalu lintas pengendara yang aman. Kegiatan ini menjadi ciri khas Edan Sepur Bandung yang juga diinisiasi oleh Agha selaku pendiri.
“Nama #DisiplinPerlintasan yang terdiri dari dua kata juga mewakili tertibnya dua jalur lalu lintas, yaitu lalu lintas kereta api dan jalanan kendaraan umum,” ucap Agha yang kini bekerja di Sistem Kendali lalu Lintas Kendaraan Bandung.
Menurut Agha, pengendara yang tidak taat pada lalu lintas seperti melawan arus malah menjadi akar dari kemacetan serta bentuk tidak kondusif lainnya di jalan sekitar perlintasan. Hal tersebut juga yang membuat Agha bersama Edan Sepur Bandung semakin bersemangat menggalakkan gerakan #DisiplinPerlintasan, yaitu membuat ia yang tidak taat menjadi taat dan jalanan tidak kondusif menjadi kondusif.
Gerakan #DisiplinPerlintasan kemudian mendatangkan banyak dukungan seperti dari PT Kereta Api Indonesia (KAI), Dinas Perhubungan (Dishub), dan juga Kepolisian. Dukungan tersebut dibuktikan dengan adanya personel-personel tambahan dari instansi-instansi tersebut yang ikut membantu ketika sosialisasi dilangsungkan. Konsistensi Agha bermanfaat bersama dan Sepur Bandung pun membuatnya kini berkesempatan bekerja bersama Dishub tepatnya di Sistem Kendali lalu Lintas Kendaraan Bandung.
Bersinergi
Suasana Stasiun Bandung saat itu tidak terlalu ramai. Teriknya matahari menyambut saat hendak berkunjung Kantor PT KAI Daerah Operasional (DAOP) II Bandung yang terletak di seberang stasiun. Tepat di ruangannya, Manager Humas PT KAI DAOP II Bandung, Joni Martinus menyapa dan menyambut kehadiran kami.
Menurut Joni, PT KAI juga bertugas untuk membina komunitas pecinta kereta api yang ada di Bandung seperti Edan Sepur, karena kehadiran serta kontribusi mereka dalam kemajuan perkeretaapian Indonesia.
Terdapat enam komunitas pecinta kereta api yang dibina selain Edan Sepur Bandung, antara lain Indonesian Railway Preservation Society (IRPS) di bidang sejarah kereta api. Ada pula Edutrain yang berfokus pada pendidikan usia dini tentang perkeretaapian. Jejak Railfans yang giat merawat kebersihan kereta api beserta gerbong. Lalu, Sahabat KAI yang berfokus pada kebersihan stasiun. Terakhir, Railfans Cianjur yang merawat berbagai stasiun di Cianjur.
“Kami memang tidak mematok agenda rutin. Kadang-kadang kami yang mengadakan pertemuan atau mereka yang datang ke kantor. Kalau ada hal yang mendesak untuk dibahas, kami mengundang mereka untuk datang, tentu sesuai dengan bidang mereka,” ungkapnya.
Ia mengungkapkan kendala yang sering dialami oleh Edan Sepur Bandung terkait pengondusifan jalanan sekitar perlintasan berkait dengan status Edan Sepur Bandung yang hanya bersifat komunitas dan tidak bisa memberikan sanksi. Hal tersebut yang membuat banyak pengendara kekeuh melanggar bahkan melawan meskipun berkali-kali diperingatkan. “Kendala lainnya muncul karena anggotanya yang pasti punya kesibukan masing-masing. Masalah prioritas,” tambahnya.
Cinta bisa disalurkan dengan berbagai cara. Edan Sepur Bandung membuktikan bahwa cinta haruslah berbentuk, bukan hanya sekadar ucapan atau ungkapan semu. Teriknya matahari, dinginnya udara tatkala hujan, bentakan serta kata-kata kasar pengendara, hingga menyisihkan waktu menjadi tantangan yang harus dihadapi setiap Cintakhir pekannya. Hal tersebut justru menjadi batas-batas pembuktian cinta yang harus ditembus agar terus bermanfaat.
Dari kereta api mereka bisa membentuk sesuatu yang besar dan bermanfaat bagi masyarakat. Sekecil tujuan untuk membuat paham masyarakat akan bahayanya menembus palang perlintasan kereta api bisa berarti besar bagi keselamatan lalu lintas. Perjuangan mereka tidak pernah hilang, selalu kekal bagi keluarga pengendara di rumah yang setia menunggu kehadirannya pulang.
Teks: Erlangga Pratama dan Nurul Amanah, mahasiswa Jurusan Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Bandung
Foto: dokumen Muhammad Foriesta Al Ghaniy